Share

Kenyataan pahit

Kenyataan pahit

Mungkin inilah cobaanku, Allah mungkin sedang rindu akan Air mataku. Air mata yang entah kapan terakir menetes, aku selalu bahagia, hari ini di mana rumah tangga Shelomitha sedang diuji haruskah aku bertahan apakah harus melepaskannya

Mobil terparkir di halaman sekolah Raka, Mitha mengantar anaknya sampai depan kelas. Ia lalu bergabung dengan ibu-ibu wali murid ada Bu sari juga Bu Ani yang setia mengantar Anaknya, yang lainnya sibuk kerja mencari tambahan nafkah untuk sang suami.

"Jeng Mitha, pangkling aku kirain siapa tambah cantik saja," ucap Bu Sari

"Iya Bu, Do'ain ya? biar istikomah terus bisa seperti ini." jawab mitha pada Bu Sari

"Iya jeng tenang saja pasti kita dukung terus kok!"

"Makasih ya Bu."

Shelomitha bersama ibu-ibu mengobrol, lumayan Mitha bisa sedikit menghilangkan penat di dada. Mitha pamit undur diri untuk pulang, Mitha pulang sambil membawa belanjaan dapur. Fiko juga Mamanya masih ada di sini, ia masuk lalu mencium punggung tangan sang Mama,

"Sudah pulang sayang?" tanya mama

"Iya Mama, sudah tadi mampir dulu belanja," jawab Mitha

"Mitha ndak papa sayang?" Tanya sang Mama.

"Mitha Baik Ma," jawab Mitha

"Bagaimana pendapatmu tentang kehamilan Siska? Apa yang selanjutnya kamu akan lakukan?" tanya sang Mama.

"Mitha belum tahu Mama, tapi bagaimanapun Mas bram yang menanam benih itu Ma? Kasihan bayinya jika lahir tanpa Ayah."

"Biarkan Mitha yang  mengalah Ma," ucap Mitha.

"Mitha apa kamu yakin?"

"Mitha ndak tau Mama, haruskah kakak adik menikahi pria yang sama Ma?"

"Tidak bisakah di pertahankan pernikahan kalian sayang? Mama juga ndak tau harus bagaimana, tapi yang jelas Mama ndak mau kehilangan kamu, kamu harus ada di samping Mama."

"Pantaskah Mitha menumpang Sama ibu mertua? sementara suaminya menikah lagi Ma." Mitha mencoba menahan menahan air matanya jatuh.

"Mama ndak peduli omongan orang, kamu harus tinggal  sama Mama."

"Mitha punya Ayah Ma, Mitha akan tinggal sama Ayah."

Sang Mama memekuk erat tubuh menantunya, sungguh ini sangat menyakitkan untuk Mam Wulan. Fiko hanya bisa diam memandang Mbaknya yang terluka. Bram mendengar percakapan mereka     

Apa pernikahan ini benar-benar akan hancur, Bram menjatuhkan tubuhnya di balik pintu depan ia mendengarkan semuanya, tidak ada kah kata maaf untuknya?

Hari sudah mulai sore Mitha membantu Mbok Darmi masak, si Mbok memperhatikan Mitha, si mbok harus bicara selesai masak. Makanan sudah siap di atas meja, Mbok Darmi meminta Mitha, untuk ke gazebo belakang.

"Ada apa Mbok?" tanya Mitha sambil menatap Mbok Darmi penuh tanda tanya, pasti ada sesuatu sampai minta bertemu.

"Sebenernya sama Ayahmu Mbok ga boleh cerita Non, Tapi Mbok harus cerita!."

"Ada apa mbok?" Mitha semakin penasaran sebenarnya apa yang akan disampaikan Mbok Darmi.

"Sebenernya Non Siska itu bukanlah Adik kandung non Mitha," ucap Mbok Darmi serius.

"Hah ... Jangan bercanda Mbok ndak lucu? Mitha makin penasaran.

"Nyonya Apa pernah Mbok berbohong, Siska itu anak dari Pak Doni, yang tak lain adalah orang yang menggelapkan dana perusahaan Ayah Non dulu."

"Masa sih Mbok?" Tanya mitha.

"Iya Non, Mbok ndak bohong kalau ndak percaya silahkan tanya sama Tuan Ferdi."

Mbok Darmi menceritakan, dulu Ayahnya Siska kerja di tempatnya Ayahnya Mitha sebagai orang kepercayaanya Sang Ayah, Tapi Ayahnya Siska menggelapkan dana perusahaan. Akirnya ketahuan, ketika mau ditangkap Ayahnya Siska melarikan diri menaiki mobil lalu terjadilah kecelakaan. Kedua orang tua Siska meninggal di dalam mobil hanya Siskalah yang selamat. Karena kasihan Ayah Mitha yang mengadopsi Siska sebagai anaknya. 

"Mungkin saja Non Siska sudah tau tentang jati dirinnya Non, Makanya dendam sama Non."

"Serius Mbok, pantesan sekarang Dia sama Mitha bisa jahat banget."

"Si Mbok kemarin sudah menduganya sifatnya Non Siska persis kayak Ayahnya, atau mungkin pamannya Non siska dulu jahat banget kalau Mbok ndak lupa Namanya Jarwo."

"Terus apa yang harus Mitha lakukan Mbok?" tanya Mitha pada Mbok Darmi.

"Jawabannya ada di hati non Mitha, hanya Non Mitha yang tahu."

"Untuk sementara apa aku ikut Ayah? Biar sedikit tenag hatiku Mbok."

"Terserah Non bagaimana baiknya,"

Senja mulai menguning pertanda sore hari telah tiba. Menemani Raka belajar dan juga Rania bermain membuat hatiku sedikit damai. Bramantyo pulang mendekati Mitha. Bram terlihat sedikit takut mendekatinya, tapi ia berusaha semoga masih ada sedikit harapan. Mitha terlihat gugup tapi ia harus membicarakan masalah ini. 

"Tha, bisa kita bicara?" tanya Bram.

"Silahkan!" 

"Maafin, Mas Tha!"

"Mas sudah aku maafkan."

"Terus!"

"Besuk Mitha minta izin ke rumah Ayah? Masalah hubungan kita, sebaiknya kita pisah Mas."

"Tha.... "

"Sebenernya aku masih mikirin Anak kita Mas, mereka pasti jiwanya akan terguncang Mas, jika kita berpisah, aku sempat akan mempertahankan kekuarga kecil kita. Tapi, wanita itu hamil Anakmu jadi maafkan aku, mungkin memang aku yang harus pergi Mas."

"Tidakkah kau memberi kesempatan aku Tha?"

"Terus bagaimana dengan kandungan Siska, di dalam perutnya ada anakmu Mas? apa Mas akan menjadikan aku Shelomitha istri tua atau kata orang bilang istri pertama Mas."

"Bukan begitu Tha,"

"Bahkan dimimpipun aku ndak pernah ingin jadi istri pertama ataupun kedua."

"Percayalah Tha Mas dijebak?"

"Mas tau pintu rumah, jika tidak dibukakan, sama yang punya rumah tamu itu tidak akan bisa masuk, begitupun kamu Mas. Sebesar apapun Siska menggoda Mas kalau Mas tidak membukakan hati ,Dia tidak akan Masuk di hati Mas. 

"Tha,"

"Sebelum Mas menikahi wanita itu surat cerainya Mitha tunggu. Permisi."

Bram pruatasi, ia tak sanggup lagi menahan sesak didadanya. Ia memanglah bersalah, perkataan Mitha benar Bramlah pria yang bo**h, hanya di manfaatkan oleh Siska, hingga harus kelilangan mutiara.

Mitha berjalan pergi sambil mengeluarkan air mata, akirnya sampai disini perjalanan kisah Mitha. keluarga keciknya akan hancur, Maafkan Mihta tapi inilah keputusan yang terbaik. 

Sang Mama cemas is mondar-mandir memikirkan menantunya yang akan pergi ke rumah Ayahnya. Bagaimana caranya agar Mitha mau pulang ke rumah Mamanya.  Fiko memperhatikan Mamanya aneh dari tadi kayak orang bingung.

"Mama kenapa sih jalan bolak-balik lagi dari tadi?" tanya Fiko pada Mamanya.

"Mama lagi pusing nih, gimana caranya agar Mitha mau pulang ke rumah kita Fiko? Bisa gila Mama kalau ditinggal Mbakmu itu."

"Ma... Mama mikirnya jangan kejauhan nanti sakit saja Fiko yang repot,"

"Bantuin Mama mikir? Malah diledekin.

"Mama pura-pura sakit saja?" usul Fiko.

"Aduh jangan Fiko, nanti Mama sakit beneran lagi."

"Suruh kerja saja di kantor Mama,"

"Tuh kan anak Mama memang cerdas," Mama Wulan mencubit pipi Fiko

"Siapa dulu dong Fiko, Ma kayaknya keluarga kita dalam Masalah besar deh. Mama lupa musuh kita serigala, hati-hati Mama nanti hartanya diambil semua sama istri barunya Mas Bram."

"Kamu bener Fiko kita harus lebih cerdik dari Siska, Mama sudah rencanakan ada pengacara pak rudi yang bantuin Mama. Begitu Mitha keluar dari rumah itu, rumah itu mau Mama bikin disita Bank.

"Serius Mama."

"Ya Fiko, kita harus lebih cerdik dari Dia."

Mama dan Fiko sudah merencanakan sesuatu, semoga ini bisa menyelamatkan keluarganya dan menantu kesayangan. Shelomitha memakai jilbab hijau botol senada dengan Rok memakai baju warna hitam, sungguh ia terlihat begitu anggun dan elegan, hari minggu rencana mau mengajak Anak-anak kerumah Eyang Wulan sekalian Pamit. 

Shelomitha menuruni tangga, ia berjalan ke arah Anak-anak bermain, ia pamit sama si Mbok untuk pergi ke rumah Mama Wulan. Bram yang melihat Mitha dari sofa dekat TV begitu terpesona. Ia membanting koran yang ia baca, betapa bo**h nya ia telah menyia-yiakan wanita istimewa.

Mitha berjalan hampir dekat sang suami, Bram langsung berdiri dan memintanya untuk mengantarnya sekali saja, anak anaknya pun ingin Papanya ikut bersama mereka. 

"Papa ikut ya, kok pada rapi mau kemana?" Tanya Bram pada mereka.

"Bunda boleh ya Papa ikut," ucap Raka dan Rania.

"Iya boleh," jawab mitha

"Makasih Tha."

Diam

Hening

Hanya ada suara langkah kaki menuju mobil. Mitha mengela nafas panjang, betapa sejujurnya ia merindukan suasana seperti ini, dimobil hanya ada canda kedua putra putrinya. Papa dan Bunda hanya diam seribu bahasa. Mitha hanya bisa diam setidaknya ini mungkin satu mobil dengan Mas Bram untuk yang terakhir kalinya.

Keputusannya memilih pergi mungkin ini yang terbaik, semoga kedepannya ia dan anak-anak akan baik-baik saja. Sesekali Bram mencuri pandang istrinya yang ada di sampingnya Bram begitu bahagia setidaknya bisa melihat wajah istrinya, meskipun pandangan Mitha lurus kedepan. Bram yang bersalah ia harus menanggung resikonya meskipun sakit yang ia rasakan.

Next.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status