Part6
Mama wulan melihat menantunya sedih, beliau melihat Shelomitha mengusap air mata, Fiko sudah menceritakan perselingkuhannya Bram juga Siska, sang Mama terlihat sedih, melihat luka yang disembunyikan oleh menatunya Mitha.
"Fiko sebenarnya ada apa dengan Mbakmu? tanya Mama pada Fiko saat itu.
"Memang kenapa Ma," jawab Fiko pada Mamanya sambil menatap ponselnya.
"Jangan bohong sama Mama Fiko, Mama kenal Mitha sudah lama dan Mama tahu kalau Mbakmu itu lagi ada masalah," ucap mamanya.
"Sebenarnya Mas Bram selingkuh Ma," jawab Fiko pelan.
"A... Apa?" kata Mamanya, lalu beliau pingsan.
Ma... Mama bangun Ma, Mama ... bangun Ma
Sang Mama pingsan, selang berapa menit Mamanya akhirnya sadar juga.
"Fiko tolong ambilin Mama Minum?" suruh Mamanya.
"Baik Ma," seru Riko sambil memberi minum. "Mama sudah Fiko bilang pasti kan jadi kepikiran begini."
"Ko bisa sih Fiko, Masmu bisa Main gila sama perempuan itu. Mana adik kandungnya lagi, gimana Mbakmu ga stress Fiko." Ucap mamanya.
"Maka dari itu Ma, Fiko takut kalau Mbak Mitha ninggalin keluarga kita." Fiko terlihat begitu gelisah.
Mama wulan menangis, Beliau tidak mau ditinggal Mitha, ia begitu baik dan sopan. "Fiko punya ide mah, untuk mengajak Mbak Mitha menghadiri perlombannya besuk, agar Mbak Mitha sedikit lupa akan masalahnya." Mama langsung menelepon menantunya.
Berapa menit kemudian mereka kembali dari restoran tempat mereka makan, sampai di rumah. Mama dan Fiko mampir di rumah Mitha. Raka sudah pulang dijemput sama Mang Kardi sementara Mitha dan Rania diantar Fiko dan Mama mertuanya.
Mereka memasuki rumah, Dan wanita itu sudah ada di dalam rumah duduk disofa dekat TV. Mereka semua terkejut.
"Enak ya, jalan-jalan sama keluarga Ibu Wulan subroto wanita deretan terkaya dikota ini, sebentar lagi posisimu akan kugantikan Shelomitha?" tanya Siska sombong.
"Siska bicara yang sopan sama orang tua," jawab Mitha.
Mitha hanya bisa menarik nafas panjang, kenapa adiknya berubah drastis seperti ini, kasar ndak ada sopan-sopannya sama orang tua. Apa yang membutnya seperti orang kerasukan bahkan memanggil dirinya dengan sebuatan shelomitha, bukan Mbakyu seperti biasa, gadis yang dulu baik kenapa sekarang berubah seperti ini.
"Kenapa Shelomitha ndak trima, aku bicara kasar suka-suka aku dong," ucap Siska melotot.
"Jaga mulutmu wanita mur**han," ucap sang Mama geram.
"Jangan marah ibu terhormat, sebentar lagi aku akan menjadi menantumu." ucap Siska pada mama Wulan.
"Sampai matipun aku tidak akan sudi punya menantu kamu." Mama Wulan meradang.
"Dasar wanita gila ...!" Fiko kesal ingin menampar wanita itu namun ditahan sama Mitha.
"Jangan kotori tanganmu Fiko, hanya dengan menampar wanita ini. Apa maksud dan tujuan anda datang ke rumah ini?" tanya datar
"Saya Fransiska mengandung anak dari Mas Bram suami kamu Shelomitha," jawabnya lantang.
"Mengandung, Apa kamu yakin itu Anaknya Mas Bram, bukankah kau sering tidur dengan banyak Pria?" sindir Mitha pada Siska.
"Tutup Mulutmu," ucap Siska memanas.
"Wanita yang Baik, dan terhormat tidak akan pernah jadi pelakor kau adikku tapi kau tak ubahnya seperti sampah," ucap Mitha santai, meskipun hatinya terluka.
Siska berada diluar kendali, ucapaan Mbaknya membuat Siska tak berkutik, ia hendak menampar Mitha, namun tangannya ditahan oleh Bram. Bram menampar pipi Siska, ia tidak terima ditampar oleh Bram ia berusaha menampar Mitha tapi Bram menyeretnya keluar rumah, Bram mengusirnya, Siska menangis lalu pergi meninggalkan rumah itu.
Sementara tubuh Mitha bergetar ia jatuh lunglai ke lantai, Mama mertuanya menangis histeris. Beliau tau apa yang dirasakan sang menantu luka yang begitu dalam. Bram menatap istrinya dengan tak tega, ia ingin mendekati tapi tidak berani. Tatapannya kosong dan Mithapun pingsan. Bram berusaha membopong tubuh istrinya dan sang Mama berteriak.
"Jangan sentuh menantuku Bram? Jangan sentuh Dia. Bram mundur satu langkah. Kau yang membuat kekacauan ini, kembalikan menantu Mama yang dulu ceria!" Perintah Mamanya marah sekali.
"Fiko bawa Mbakmu masuk ke dalam?" Perintah Mamanya pada Fiko
"Baik Ma," jawab Fiko sambil mendekati tubuh Mitha.
Dengan badannya atletis yang begitu kekar dan berotot Fiko membopong Shelomitha menaikki Tangga, dipandanginya tubuh mungil yang begitu cantik, sungguh Fiko ndak tega melihat Mitha sesakit ini, Fiko heran kenapa Masnya lebih memilih selingkuh dengan wanita bar-bar itu, Fiko menidurkan Mitha di kamar sebelah, Si Mbok yang memberitahu.
"Mbok Anak- anak ndak tau kan kejadian tadi?" tanya Fiko pada simbok.
"Beres Den, mereka di gazebo belakang rumah," jawab simbok.
"Baik Mbok jaga Mbak biar Fiko temani anak-anak di belakang," ucap Fiko sambil melangkah pergi.
"Injih Den Fiko."
Mama Wulan merasa dadanya begitu sesak, ia tidak pernah mendidik anaknya sekejam ini. Bram berjalan menuju Mamanya, beliau terus menagis, beliau telah gagal mendidik anaknya, wanita itu sedang hamil bisa dipastikan ia akan kehilangan sang menantu kesayangannya.
"Mama, Maafin Bram." Bram mencoba meminta maaf.
"Maaf untuk apa? Maaf karena telah membuat Mama terluka?"
"Mama tidak pernah mendidikmu menjadi seorang pria yang kejam."
Hening
"Mama, ini tidak seperti yang Mama kira," ucap Bram meyakinkan mamanya.
"Menghamili adik dari istrimu kau bilang tidak seperti yang Mama kira. Apa kau tidak berfikir dampak dari anak-anakmu jika kalian berpisah. Apa kau berfikir dari mana Mitha mendapatkan uang jika kalian berpisah. Jika Mitha pergi dari rumah ini Mama tidak akan memaafkanmu," ucap mamanya marah.
"Mama, Maafin Bram," ucap Bram gelisah.
Mama Wulan pergi meninggalkan Bram, beliau berjalan menuju kamar menantunya. Dilihatnya pandangan Mitha kosong. Mama Wulan memeluknya dari belakang.
"Yang kuat sayang demi anak-anak dan Mama," bisik beliau pada mitha.
"Mama, apa yang harus Mitha lakukan?"
"Sabar sayang ini ujian buat kamu," jawab sang mama.
"Tadinya Mitha fikir akan memaafkannya, mungkin Mas Bram khilaf Ma, tapi apa Ma, wanita itu hamil Ma."
"Sudah sayang nanti kamu drop lagi, sudah sudah sayang," ucap Mertuanya sambil membelai rambut menantunya.
"Kenapa Siska berubah kayak wanita yang lagi kesurupan Ma, apa salah Mitha hingga ia tega menghancurkan hidup mitha?"
"Dibalik ini semua pasti ada hikmahnya sayang sudah tenang," jawab mamanya memenangkan Mitha.
Fiko berjalan ke arah kamar, ia memberikan obat sisa dari rumah sakit untuk Mitha. Mitha meminumnya lalu tertidur. Mama wulan memutuskan untuk tidur satu ranjang dengan Mitha, beliau takut jika nanti ada apa-apa dengan Mitha.
Bram memasuki kamar, ia ingin sekali melihat kondisi istrinya yang tadi pingsan, ia bahkan tak berani. Bram berbaring diranjang, ia masih merasakan aroma tubuh istrinya di ranjangnya. Iatidak habis pikir baru beberapa hari ia bermesraan.
Sekarang ia memandang wajahnya pun tak berani.
"Siska kau wanita yang selalu ingkar janji, lihatlah aku akan menghancurkan hidupmu. Kau telah merampas kebahagiaanku." Lirih Bram dalam hati.
Suara Adzan berkumandang, menandakan subuh sudah tiba. Mitha bangun mengambil wudhu menjalankan kewajibannya. Sakit hati datang pada dirinya, ia harus tetap optimis dan pandai bersyukur. Ketenangan akan hadir di hati ketika kita menginggat Allah disetiap langkahnya
Mitha harus berfikir positif sebab ketenangan hati adalah obatnya, ia harus bangkit dari keterpurukan, ia tahu apa yang harus ia lakukan, dipandanginya lemari yang penuh dengan pakaian, ia mengoleksi baju itu diam-diam, mungkin saat inilah ia harus berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bismillah aku harus bisa. Ucap Mitha dalam hati.
Aktivitas pagi dilakukan ia harus tetap semangat, bersama Mbok Darmi, sarapan pagi telah tersedia di meja makan, sang Mama keluar dilihatnya Mitha memakai handuk di kepala. Dan wajahnya kembali ceria, Alhamdulillah Mitha baik-baik saja
"Pagi sayang? Sudah sehat?" tanya sang mama
"Alhamdulillah Ma, harus semangat."
"Syukurlah, sini peluk Mama," pinta mamanya.
"Tapi Mitha belum mandi Ma, Mitha izin mandi dulu ya Ma?"
"Baiklah jangan lama-lama Mama tunggu!"
"Siap Ma,"
Semua berkumpul di meja makan, masih menunggu Mitha yang belum datang,
hening
Mitha duduk di kursinya, semuanya terkejut tapi tak ada yang berani menyapanya.
"Bundaku paling cantik sedunia."
Mitha tersenyum pada anaknya. "Makasih Raka.
Hening dan hening hanya tersengar suara piring dan sendok. Tak ada satu katapun keluar, mereka hanya memandang takjub wanita yang duduk anggun memakai kerudung navy. Bram menandangnya sampai sendoknya jatuh ke piring. Mitha tak menghiraukanmya, Fiko dan Mamapun saling berpandangan.
"Bunda... Ayo anterin Raka takut telat kata Buguru nanti ada ulangan?" tanya Raka pada bundanya.
"Iya sayang sudah habis makannya."
"Sudah dong."
"Rania mau ikut Bunda apa di rumah sama Eyang sama Om Fiko?" tanya Mitha pada Rania.
"Hmmm sama Eyang saja Bunda, tapi bunda jangan lama-lama," pinta Rania.
Mitha tersenyum. "Baiklah."
Mitha dan Raka berpamitan dan pergi menuju sekolah, di antar sama Mang Kardi. Mereka masih tidak percaya Mitha berubah menjadi lebih tegar.
"Mama, itu bener tadi Mbak Mitha? Cubit tangan Fiko Ma."
"Iya itu Mbakmu. Syukurlah Mama ga bisa bayangin jika Mitha bisa cepet mengendalikan pikiranya. Mama ga habis pikir, kok ada yang nyakitin Dia padahal kan kalau dilihat, cantiknya, baiknya, lembutnya, Kalau sama Siska bagai langit dan bumi." Mama Wulan menyindir Bram.
Bram hanya diam, ia berusaha sekuat tenagapun Mitha sudah tidak akan memaafkanya. Wajah Bram memanas ketika tadi melihat wanita di depannya begitu baik dan cantik, istrinya memang wanita yang sangat istimewa.
Ia bahkan sudah tak berani menyentuhnya, ia telah mengkhianati istrinya. Kata orang seribu kebaikan akan hilang dengan satu kesalahan, Itulah Bram. Yang telah menghianati istrinya, bukan satu kali kesalahan namun berkali-kali kesalahan.
Next..
Sweet momentDada Mitha bergemuruh, rahasia selama ini ia pendam sendiri. Fikopun tidak mengetahui jika dirinyalah Dara gadis yang selalu berkepang dua pujaan hatinya. Saatnya menepati janji mengajak Raka juga Rania melihat perlombaan Fiko, Mitha berusaha tegar dan tidak gugup ketika meliahatnya nanti.Tok ... tok ... tok.Masuk"Bunda Sudah siap belum?" tanya antusias Rania yang sudah rapi dengan baju kesayangannya, sambil memeluk tubuh Bundanya."Baiklah sayang, Rania sama Raka sarapan dulu biar Bunda mandi ya," jawab Mitha pada Rania, Ia pun berlalu pergi dengan perasaan gembiranya.Mitha menatap cermin yang berada di depannya, wajahnya yang kian hari kian memucat, ia sedikit berdandan warna natural yang menjadi pilihannya. Ia terlihat begitu cantik, jauh dilupuk hatinya ia merindukan Fiko.Mitha turun dari lantai atas menuju meja makan, Raka juga Rania saling pandang mereka melihat Bundanya begitu cantik yang tid
Selalu untuk selamanyaMitha menghebuskan nafas panjangnya, ia tidak pernah mengira jika Fiko tidak mengenalinya hingga saat ini. Mitha menginggat saat Raka menang dalam lomba saat itu ia tanpa sadar memeluk Fiko, ia tak tahan dengan bebannya yang ia tanggung sendiri. Bayangkan saja selama ini Fiko menghilang saat ia kembali ia sudah tak mengenalinya.Tapi, perasaan buat Fiko tidak pernah berubah hingga detik ini, ia menyayangi Fiko melebihi dirinya sendiri. Kalaupun Fiko sedah menikah biarlah rasa ini akan Mitha pendam hingga jiwanya tak lagi bersatu dengan tubuhnya.Ya Robb, Mitra mencoba mengerti tentang makna dari semuanya ini, jika takdirnya bukan untuk Fiko, Mitha iklaskan untuk bisa menjalani hari-harinya tanpa hadirnya.رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمًَة وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ َأمِْرنَا رَشَدًاRobbanaa aatinaa min ladunka rohmatan wa hayyi lanaa min amrinaa rosyadaa."Ya Allah, berilah rahmat pada kami dan beri
Cinta pertama Mitha"Bunda, Raka hari ini ada tugas bikin, kolase membuat ikan, dengan bahan biji-bijian bagaimana?" tanya Raka pada Bundanya Mitha."Minta sama si Mbok buat siapin bijinya sayang, udah bisa bikin caranya belum sayang," jawab Mitha menanyakan pada Raka."Baik Bunda." Raka berlalu pergi dan menemui Mbok Darmi untuk menyiapkan bahannya.Mitha membantu Raka menempel bahan biji-bijian kedelai dan kacang hijau juga jagung. Raka menata dan menempel biji-bijian dengan rapi, selang beberapa menit tugas menghiasan ikan dengan kolase sudah siap."Bagus Bunda makasih ya sudah bantuin Raka," ucapnya pada Bunda kesayangannya."Sama-sama sayang Bunda akan selalu ada buat Raka, kok jadi murung begitu kenapa sayang?" tanya mitha pada putranya."Bu
Menatap harapanSuara angin menembus kalbu, Mitha menatap pantai dari kejauhan, bocah kecil berlari kesana sini. Ada yang bermain layang-layang, membuat bangunan dari pasir, itulah anak-anak pantai. Tapi tidak dengan anakku Rania juga Raka ia tetap berada dalam posisinya bermain di dalam rumah.Apakah hati mereka bahagia? Mitha pun tak tahu apa yang dirasakan anak-anaknya. Mitha mencoba berbicara sama kedua anaknya."Raka, Rania Sini nak." Panggil Mitha kepada anak-anaknya."Iya Bunda," jawab keduanya."Mau ikut bunda tidak?" tanya Mitha pada kedua anak kesayangannya."Mau dong Bunda," ucap keduanya bareng."Ayo kita jalannnn...."Mitha mengajak mereka berlari kearah pantai dan membeli satu buah layang-layang, Dilihatnya Raka juga Rania begitu senang. Mitha meminta Raka untuk memegang layangannya dan Mitha yang menari
MerinduMenjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain bukanlah perkara mudah, banyak hal yang akan kita persiapkan untuk bekal menjalaninya. Salah satunya adalah belajar bagaimana memahami, menerima, masalah yang akan kita berikan solusi dan memilih cara yang tepat untuk mengatasinya.Fiko menikmati perjalanan menuju kota Ayahnya Mitha tinggal ia berharap, ia bisa menemukan titik terang, dimana tempat tinggalnya Mitha berada. Mobil terparkir di halaman depan rumah pak Ferdi, Fiko turun dan masuk kedalam rumah.Assalamu'alaikumWa'alaikumsalam"Lho ada nak Fiko ayo silahkan masuk?" pak Ferdi mempersilahkan Fiko masuk ke dalam rumahnya."Iya Pak terima kasih, saya sengaja datang kesini karena mau menanyakan keberadaan Mbak Mitha, berapa bulan yang lalu saat saya sakit, Mbak Mitha pindah
Pernikahan Fiko gagalKadang hidup kita seperti cakrawala dibasahi hujan dan dikeringkan oleh sinar matahari. Tapi apapun yang memberi warna hidup adalah senyum terindahnya, begitulah ungkapan perasaan Mitha pada sang hati yang merindukannya. Mitha berada di rumah barunya dikota yang sangat jauh dari kota surabaya.Orang baru suasana baru, semoga saja Raka juga Rania betah tinggal disini, butik yang dirintisnya satu bulan yang lalu melaju sangat pesat, dengan bantuan saudara rekan kerjanya Ana. Mitha dengan cepat meraih keuntungan bisnisnya.Rumah yang sederhana yang Mitha tempati mungkin akan menjadi tempat yang baru, tempat yang bisa membuatnya bahagia.Raka menghampiri bundanya."Bunda," ucap Raka sambil menghampiri bundanya."Iya sayang, Gimana selama sebulan disini Raka betah tidak nak?"