Share

Skandal dengan Bos
Skandal dengan Bos
Penulis: Alia Sandra

Bab 1 Gagal Nikah

"Aku masih mau di kamar. Aku capek. Ngantuk. Besok saja makannya," sahut Hana dengan suara pelan disela isak tangisnya yang tertahan.

Hana tidak tahu siapa yang berada di balik pintu kamarnya saat ini. Dia masih berada di hotel. Hotel yang seharusnya menjadi tempat dia menghabiskan malam pertamanya dengan suaminya.

Suami! Hah! Dia bilang dia belum pernah menikah! Dia bilang dia mencintaiku! Satu-satunya perempuan yang pernah ada dalam hidupnya! umpat Hana masih tersengal-sengal.

Wajahnya sembab, karena terlalu lama menangis.

"Hana, ini saya." Suara berat seorang lelaki terdengar hingga telinga Hana.

Hana buru-buru mengelap air mata yang masih memenuhi wajahnya dengan kasar. Dia mengipasi wajahnya.

Ngapain laki-laki itu ke sini! geram Hana pada dirinya sendiri.

"Saya mau di kamar dulu, Pak. Maaf, tapi Bapak pulang saja duluan. Saya tidur di sini malam ini," sahut Hana terbata. 

Romeo Bagaskara. Lelaki itu adalah atasan Hana di kantor. Hana tidak pernah menyukai atasannya yang satu ini. Sok ganteng, bagi Hana. Sialnya, Romeo adalah sahabat kakaknya Hana.

"Tapi, saya sudah bawain makanan buat kamu. Masa saya harus balik lagi ke bawah, bawa-bawa nampan seperti ini," protes Romeo.

Nggak bisa ya, kasih 'me time' buat gue! rutuk Hana dalam hati.

Hana mendengus. Dia mengelap wajahnya sekali lagi dengan tisu. Menarik cairan yang sedari tadi keluar dari hidungnya. Setelah tidak ada lagi cairan di wajahnya, baru dia bangkit dari tempat tidurnya, dan berjalan menuju pintu.

"Halo, Han," sapa Romeo, laki-laki tegap berusia tiga puluh dua tahun. Wajahnya tampan, seperti gambaran dewa-dewa Yunani. 

Senyum di wajah lelaki itu mengembang.

Tumben, batin Hana. 

Lelaki itu tampak seperti sehari-hari Hana menemuinya di kantor. Hanya rambutnya saja yang kini sudah tidak terkena gel rambut. Biasanya lelaki yang menjabat sebagai Direktur Marketing itu tidak pernah lupa dengan rambut klimisnya.

"Halo, Pak." 

"Boleh masuk?" tanya Romeo. Tangannya membawa nampan berisi makanan.

Hana memiringkan tubuhnya, dan berkata, "Silakan," kemudian menutup pintu kamar hotel kembali.

"Kakak kamu khawatir sama kamu. Dia minta saya untuk bawain makanan ini buat kamu. Saya nggak boleh pergi sebelum kamu makan malam," Romeo berseloroh. Dia duduk di sofa dekat meja setelah nampan itu dia letakkan di atas nakas.

"Saya nggak selera makan," bantah Hana. Menolak sama sekali makanan untuk masuk ke dalam perutnya.

"Walaupun kamu nggak selera, tapi kamu tetep harus makan. Nggak boleh nggak."

Entah mengapa perintah Romeo membuat air mata Hana menetes kembali. Tanpa sadar, Hana duduk di tepi ranjang dan mulai sesenggukan.

Romeo meneguk ludahnya. Dia bingung. Apa yang harus saya lakukan? pikirnya dalam hati.

Suara tangis itu makin lama makin kencang. Romeo mendekati Hana dengan langkah lebar. Duduk di samping gadis itu. 

"Kenapa dia bohong!" pekik Hana tidak lagi dapat menahan sesak di dalam dada.

Romeo membelai rambut indah Hana yang menjuntai hingga ke punggung. Dia membawa kepala gadis itu ke dadanya. Memeluk gadis itu. Membiarkan gadis itu terus menangis.

"Sabar, Han. Sabar. Laki-laki kebanyakan memang seperti itu."

"Tapi dia beda, Pak. Saya kenal dia. Saya kenal dia sudah lama. Dia nggak pernah bohong sama saya. Dia bilang dia nggak pernah punya pacar atau apa pun juga." 

"Ternyata dia punya istri," celetuk Romeo yang membuat isak Hana semakin kuat.

"Sudah. Sudah." Tangan Romeo terus mengelus kepala Hana. Tubuh mereka saling bersentuhan membuat sengatan listrik yang belum pernah Romeo rasakan sebelumnya dari adik sahabatnya itu.

"Pak, memang saya nggak cantik, ya?" tanya Hana melepas pelukannya dari tubuh Romeo. Kepalanya mendongak menatap wajah Romeo lekat-lekat.

Untuk sesaat Hana merasa aneh. Mengapa dia menanyakan ini kepada sosok yang selalu dia anggap menyebalkan? Sejak kapan mereka berdua menjadi akrab seperti sekarang? Hana pernah menyukai Romeo. Tapi itu dulu. Setelah Romeo memiliki pacar yang berprofesi artis itu, Hana menjadi membencinya. 

"Kamu cantik, kok," ucap Romeo sembari menyelipkan helaian rambut yang jatuh di wajah Hana. "Kamu itu cantik."

Senyum Hana seketika terbit di wajah. Hatinya merasa lebih baik.

"Kalau cantik, kenapa saya selalu gagal untuk mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa mencintai saya?" tanya Hana dengan wajah sendu.

"Kamu belum bertemu sama laki-laki yang tepat saja, Han."

"Apa Bapak yakin saya bisa ketemu sama laki-laki yang tepat?" 

Romeo mengangguk. 

"Kenapa Bapak juga nggak mencintai saya?" tuntut Hana dengan wajah berharap. Dia ingin sekali merasakan malam pertama. Penantiannya selama ini kandas di hari pernikahannya. 

"Saya?" tanya Romeo mengerjapkan matanya.

"Iya. Kenapa waktu Bapak tahu saya suka sama Bapak, Bapak malah pacaran sama artis itu?" desak Hana. Romeo menggeser posisi duduknya, menjauhi Hana.

"Saya sudah putus sama Shera."

"Kalau begitu Bapak bisa mencintai saya sekarang."

Romeo menggeleng. "Saya sahabat kakak kamu. Saya nggak bisa jatuh cinta ke kamu."

"Kenapa?" Hana mulai membuka kancing baju tidurnya yang paling atas.

"Hana kamu ngapain?" Romeo terkejut. Hana sedang menggodanya.

"Benar, kan, nggak ada yang mau sama saya." 

"Bukan begitu, caranya nggak seperti ini," sergah Romeo buru-buru.

Hana semakin mempercepat membuka baju tidurnya. Kemudian membuang baju itu ke lantai setelah seluruh kancingnya terlepas.

"Tolong cintai saya, Pak," pinta Hana putus asa. Hatinya terluka. Dia hanya ingin merasakan cinta. 

Romeo terkejut di tempat. Dia meneguk ludahnya. "Hana, kamu nggak boleh begini."

Namun Hana mengabaikannya. Dia membuka kaitan bra miliknya.

"Hana. Jangan main api sama saya."

Tubuh Hana bagian atas sudah polos.

"Saya mau." Hana membuka celananya. Membiarkan tubuhnya polos seluruhnya.

"Lebih baik kamu segera tidur, Han."

"Bapak nolak saya karena Bapak suka sama istri kakak saya, kan," tuduh Hana terang-terangan. Dia menatap Romeo, berusaha memprovokasi lelaki itu dengan kata-katanya.

Seperti dugaan Hana, Romeo gugup. Namun lima detik kemudian, lelaki itu segera membalikkan keadaan. "Kamu jangan mikir yang aneh-aneh. Saya nggak ada perasaan apa-apa sama istri kakak kamu."

"Yang benar?"

Romeo gelisah di tempat. Matanya sulit untuk tidak melihat lekukan tubuh Hana yang indah. Provokasi dari Hana rupanya membuahkan hasil. Entah karena apa, kemudian Romeo tidak dapat lagi menahan nafsunya.

"Kamu jangan menyesal," kata Romeo lirih.

"Nggak. Saya nggak menyesal."


Romeo segera menjatuhkan Hana di tengah ranjang. Membuka celananya, dan menurunkannya. Melumat bibir Hana habis-habisan dengan kenikmatan yang paling liar.

Tangannya turun menikmati tubuh Hana. Begitu cepat, tidak terkendali. Hana berteriak. Romeo membungkamnya dengan bibirnya. Setelah Hana siap. Barulah dia memasukkan miliknya ke dalam tubuh perempuan itu. Menghujam tubuh Hana, hingga perempuan itu mengerang. Rasa sakit yang nikmat yang kini dirasakan Hana.

Romeo memainkannya dengan sangat cepat, dan melepaskan benihnya ke dalam tubuh Hana.

Romeo ambruk di atas tubuh Hana. Keduanya berpeluh keringat.

"Maaf, sakit, ya?" tanya Romeo dan matanya menemukan darah di bagian bawah kewanitaan Hana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status