Share

5. Penggemar Berat Lee Min Ho

[Arina POV]

"Ibuuuu, aku pulang."

"Ya, Rin. Bawa apa itu?"

"Ini tadi Bu Bos ngadain acara makan bareng, masih ada sedikit sisa lauk sama sayur, lalu dibagi-bagi dengan teman-teman yang lain" ujarku sambil menyerahkan makanan dari Bu Bos.

Sebelum pulang tadi dia memberi kami sayur dan lauk dari acara makan siang, katanya sayang kalau dibuang, masih banyak pula, dia sendiri tidak mungkin menghabiskannya. Lumayan lah buat dimakan di rumah.

Ibu membuka bungkusan makanan itu. "Wah, ini sih bukan sedikit. Bu Bos kamu memang murah hati. Terus itu apa?"

Ibu melihat tas plastik berisi kemeja milik Andre di tanganku. "Baju, Bu. Kotor. Mesti dicuci."

"Loh, bukan bajumu kan? Kok kamu yang cuci?"

Baiklah, sesi interogasi dari Ibu Jaksa Agung yang terhormat segera dimulai. Aku menghela napas, lantas menjawab," Tadi aku yang bikin kotor, ketumpahan rica sama rendang. Jadi aku harus bertanggung jawab, harus nyuciin bajunya. Mahal katanya."

"Oh begitu. Tapi mukamu kayak nggak ikhlas gitu, Rin. Hehe, baju siapa itu memangnya? Iwan?"

"Bukan. Baju karyawan baru di kantor, namanya Andre."

"Oh, namanya Andre. Ganteng nggak orangnya?"

"Ah, Ibu. Kalau ngomongin cowok yang pertama ditanyain ganteng nggak."

"Ya mana tahu dia kayak yang di drama Korea itu, Lee Min Ho. Hehehe."

Biarpun ibuku sudah tua dia gaul juga. Kalau kebanyakan ibu-ibu nonton sinetron azab, atau sinetron ABG, atau Drama India, ibuku sukanya nonton Drama Korea. Mungkin ibu kadang lihat aku nonton drama Korea terus ikut-ikutan.

"Iih, Ibu tahunya cuma Lee Min Ho," gerutuku, kemudian dengan kalem menambahkan, "Kim Nam Joon, Kim Seok Jin, Jeon Jung Kook dong, Bu."

"Siapa pula itu, Rin?" Aku menyeringai. Ibu tidak tahu kalau aku menyebutkan nama anggota Boyband Korea, bukan aktor drama. Ibu bertanya lagi, "Jadi Andre ganteng nggak?"

Nah inilah ibuku, kalau nanya terus belum dapat jawaban nggak akan kelar. Dikejar terus. "Iya, ganteng. Tapi nyebelin, hobinya ngajak berantem."

"Loh, pegawai baru ya, baru kenal sudah ngajakin anak Ibu ribut. Mana orangnya? Sini biar Ibu jadiin menantu saja."

"Ibu norak banget. Belum apa-apa sudah mau dijadiin menantu, nggak nanya dulu orangnya mau apa nggak," protesku. 

"Kamu mau nggak?"

"Bukan aku, Bu, tapi Andre."

"Ya besok Ibu tanyain Andre mau nggak sama kamu. Tapi kamu sendiri mau nggak sama Andre?" tanya ibu menggodaku.

Memang begitu gaya bercanda ibuku. Antara main-main dan berharap. Dahulu sekali kami pernah ngobrol soal mencari pasangan hidup. Aku pernah beberapa kali dekat dengan cowok, tapi nggak ada yang jadi. Entah apa yang membuat mereka mundur. Mungkin ada hal-hal yang mereka cari tapi tidak ditemukan dalam diriku. Mungkin aku kurang cantik, kurang kaya. Atau aku yang pasif, kurang responsif, kurang menggoda.

Kadang aku tidak paham ketika ada cowok naksir aku karena tidak ada kata suka keluar dari mulutnya, dan karena aku tidak punya rasa apapun kepadanya, aku pasif saja. Akhirnya mereka kabur. Aku memang tidak mau main-main dalam urusan cowok. Kalau ada niat mendekati ya harus serius. Kalau sekadar having fun mending nggak usah; mau having fun ya main ke pantai saja atau ke mall.

Sehubungan dengan hal itu Ibu menasehati aku, 'Rin, cowok yang kayak gitu nggak usah dipikirkan. Kamu anak Ibu yang paling cantik. Kamu pintar, mandiri. Kalau cowok itu nggak mau serius sama kamu, nggak usah dipikirin. Masih banyak yang lain.'

Ibuku ini.... Katanya aku anaknya yang paling cantik. Ya iyalah, anaknya cuma aku.

Atau lebih parah lagi Ibu pernah bilang, 'Rin, kamu cari pacar yang gantengnya kayak Lee Min-ho ya. Jangan kurang dari itu.'

Jadi ketika aku bilang kalau karyawan baru di kantor kami ganteng, Ibu langsung agresif, macam ibu dari Band Wali saja yang nyari jodoh buat anaknya

"Tau ah, Bu. Males sama sikapnya, bikin kesel," jawabku pada akhirnya.

"Tumben nih, anakku ini ditanya soal cowok jawabannya nggak tegas. Biasanya langsung bilang iya atau tidak. Memangnya bagaimana sih anaknya? Ayo dong rumpiin sama Ibu," bujuk ibu sambil senyum-senyum.

Aku memang paling nggak bisa nyimpan rahasia sama ibu. Kami sudah terbiasa terbuka, jika ada masalah atau hal penting yang terjadi pasti kami bicarakan bersama. Jadilah aku menceritakan peristiwa hari ini kepada ibuku. Ibu yang biasanya suka berseloroh sewaktu aku bercerita, kali ini tampak serius mendengarkan.

"Oh jadi begitu ceritanya. Kayaknya Nak Andre tertarik sama kamu, Rin," kata ibu setelah mendengar ceritaku.

"Nggaklah, Bu. Palingan dia cuma bercanda, main-main. Lagian dia berondong, Bu."

Ibu tersenyum, lalu bertanya, "Kamu lupa ya, Bapak dulu kan juga berondong. Hihihi."

"Ya ampun! Iya ya, Bu. Aku baru ingat. Eh, tapi kan Ibu sama Bapak cuma beda dua tahun."

"Memangnya kamu sama Andre beda berapa tahun?"

"Nggak tahu, Bu. Nggak nanya, kayak tukang sensus aja. Tadi sih dia ngomong dia baru lulus kuliah, masih kecil kan."

"Yah, siapa tahu maksudnya mau bilang baru lulus kuliah dua tahun lalu. Hehe," kata Ibu mencoba bercanda. Lalu ia melanjutkan, "Kamu sendiri gimana, Rin? Kamu semangat banget ngomongin Andre. Kamu naksir ya?"

"Entahlah, Bu."

"Kalau naksir juga nggak apa-apa. Kan baru naksir, membuat penilaian, apakah dia baik, apakah dia orang yang tepat buat kamu, juga membuat penilaian terhadap perasaan kamu sendiri, apakah kamu benar-benar tertarik sama dia, atau hanya terpesona sesaat. Dan itu butuh waktu untuk menemukan jawabannya."

"Iya, Bu. Aku tahu."

"Tadi waktu Andre menatap kamu, atau memegang tangan kamu, kamu deg-degan nggak? Ada rasa malu nggak?" Ibu kembali menyelidik.

"Eh, iya, Bu. Habis sikapnya bikin keki," jawabku tersipu-sipu.

"Baguslah! Berarti anak Ibu masih normal, bisa deg-degan waktu didekati cowok. Hehe."

"Ah, Ibu...," aku berkata malu-malu.

"Berarti Andre memang istimewa ya, bisa membuat Arin yang cuek jadi tersipu malu," Ibu menggoda lagi. Kemudia dia berkata, "Yah, kamu jalani saja, Rin. Santai saja, kalian kan baru kenal. Mungkin ada rasa tertarik atau penasaran, tapi perasaan yang sesungguhnya diuji oleh waktu. Yang penting kamu bersikap sewajarnya saja. Kalau ada ketertarikan jangan terlalu ditunjukkan. Jangan cepat-cepat memberikan hatimu. Cewek mesti jual mahal. Tapi di pihak lain jangan terlalu menjaga jarak, tetap profesional sebagai rekan kerja. Jangan membuat suasana kerja jadi tidak nyaman. Arin kan anak Ibu yang baik, pasti bisa. Dan jangan lupa kamu berdoa, meminta petunjuk dari Yang Mahakuasa, biar kamu bisa mendapatkan yang terbaik. Apapun yang terjadi, Ibu hanya ingin kamu bahagia."

"Ibu bikin baper saja," ucapku haru sambil memeluk ibu. Ibu selalu bisa menjadi tempat berkeluh kesah, memberi kesejukan di saat hidup terasa gerah. Mungkin kalau aku harus cerita ke orang lain, aku akan sungkan untuk mengakui bahwa yang terjadi hari ini sudah membuat jantungku dag dig dug. Aku khawatir ditertawakan. Tapi dengan ibu, aku bebas mengutarakan apa saja, termasuk hal yang membuat aku malu.

"Ya sudah. Mandi dulu sana, terus makan."

"Ibu makan saja dulu, aku masih belum lapar. Aku mau mandi sama nyuci baju keponakan bos, biar besok bisa aku kembalikan," kataku.

Aku mengeluarkan kemeja Andre dari tas plastik. Aku lihat noda di baju itu, tidak terlalu parah, cukup diolesi sabun dan dibiarkan sebentar, lalu dikucek, dicuci seperti biasa pasti sudah bersih lagi.

Selain noda dari rica ayam dan rendang sapi, bajunya masih cukup bersih. Kalau biasanya bagian kerah baju cenderung kotor, kemeja ini masih bersih. Dan masih tercium aroma parfum pemiliknya. Ah, jadi ingat kejadian tadi siang. Kalau tadi siang kejadian di ruang makan tadi terasa menyebalkan dan memalukan, sekarang semua jadi terasa lucu. Aku tersenyum sendiri.

"Dilihatin terus, senyum-senyum terus. Lama-lama jatuh cinta beneran loh. Atau kamu lagi mengucapkan mantra biar pemilik bajunya jatuh cinta padamu?" Ibu menggodaku lagi.

Aku memandang ibu sambil memonyongkan bibir. "Memangnya aku ini dukun? Eh, tapi aku punya mantra yang ampuh, Bu."

"Apa mantranya?"

"Perhatikan baik-baik ya. 'Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku....' Hahaha."

Ibu ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala mendengar aku menyanyikan lagu Risalah Hati. "Wah, mesti nyiapin kain pel nih, karena Andre pasti meleleh." Meledak lah tawa kami berdua. Ibu kalau bercanda suka sok muda gitu, garing jadinya.

Yang pasti sesi curhat sama ibu membuat suasana hatiku lebih baik. Aku jadi bisa menentukan sikap, dan tidak perlu malu seandainya aku naksir Andre, walau tetap aku akan simpan hal ini dalam hati. Kan baru naksir, baru menilai. Perkara nanti jadinya bagaimana, kita pikirkan nanti saja.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Novita
Kisah saat arin dirumah, dan dikantor...sama sama menyenangkan...keakraban arin dan ibu nya , menyenangkan ...
goodnovel comment avatar
sisri
Seru seru seruu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status