Home / Romansa / Sketsa Cinta Arina / 50. Pengkhianatan

Share

50. Pengkhianatan

Author: Teha
last update Last Updated: 2021-08-19 20:58:57
[POV Andre]

"Weekend ini kita libur dua hari, pada mau ngapain? Kita bikin acara apa ya enaknya?" tanya Arin.

"Main aja, yuk. Jalan-jalan gitu, rame-rame, kan seru," usul Santi.

Saat ini kami, para lajang Famili Adv. lengkap dengan Mas Iwan dan Cici, berkumpul di Kafe Magnolia. Arin berkeras mengajak mereka datang ke tempat ini, karena selama ini kami belum pernah mengajak mereka. Untungnya Mas Iwan dan Cici menikmati kunjungan mereka ke kafe ini, terutama Mas Iwan yang mesam-mesem waktu Arin mengenalkannya kepada Vina.

Kami menghabiskan waktu di sini, mengobrol dan menikmati camilan serta mendengarkan musik pastinya. Topik pembicaraannya macam-macam, mulai dari pekerjaan, binatang peliharaan, orang tua yang suka ngomel, hingga rencana liburan dua hari selama akhir pekan ini.

"Pergi ke pantai kalau gitu," usul Santi.

"Kebun binatang saja gimana?" celetuk Arin.

"Mau membandingkan wajah ya, Rin?" ledek Cici.

"Bukan, Ci, mau makeup-in Mongki biar makin manis. Mana tahu dia bisa jadi model
Teha

Mulai bab ini Arina&Andre akan menghadapi konflik-konflik yg menguji cinta mereka. Namun jangan khawatir, mereka masih akan tetap membawa kisah manis dan lucu utk pembaca.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Sketsa Cinta Arina   Extra Part - The Wedding

    [POV Andre]"Dengan ini saya nyatakan kalian sebagai suami istri. Sekarang mempelai pria bisa mencium mempelai wanita."Dan terjadilah ciuman pertama kami, diiringi tepuk tangan meriah para tamu undangan. Selepas ciuman itu kami tersenyum dan bertatapan mesra."Istriku....""Suamiku...."Sekali lagi kami berciuman.Tapi....Itu semua hanya ada dalam khayalanku.Hah!Calon istriku menolak keras acara ciuman di depan umum, walaupun itu dilakukan di saat kami sudah resmi menjadi pasangan suami istri."Nggak mau," tolaknya tegas."Kenapa sih nggak mau? Itu kan sudah biasa di acara nikahan, masih dalam batas kesopanan.""Iya, aku tahu. Tapi aku nggak mau. Momen ciuman pertamaku cuma boleh terjadi antara aku dan suamiku, nggak boleh ada orang lain yang lihat."Payah ni cewek! Aku tahu prinsip dia, tapi kalau kami sudah menikah kan nggak masalah. Toh kami bukan mau mesra-mesraan, itu formalitas saja. Tapi dia tetap kekeuh dengan pendiriannya.Manyun deh saya!"Senyum dong, Mas Andre. Nanti ga

  • Sketsa Cinta Arina   79. Bab Terakhir - Dream Boy Comes True

    [Satu bulan kemudian] "Lari, Arina... Larii.... Ayo katakan lari... lari... lari." "Hahahaha." Aku tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan Andre menirukan gaya Dora the Explorer. Kami berlarian di tepi pantai, pantai cinta kami. Kemarin Santi telah mengakhiri masa lajangnya, dengan menikahi Bang Firman. Setelah sekian lama dia dipanggil 'Ucok' untuk kali pertama, istrinya memanggilnya dengan nama aslinya 'Firman'. Emang lebih cocok Firman sih, orang ganteng gitu masa dipanggil Ucok? Tapi buat aku dia tetaplah Bang Ucok, si profesor linglung. Resepsinya berlangsung lancar dan meriah. Santi dan Bang Ucok maunya acara mereka sederhana saja, tapi orang tua Santi berpikiran lain. Papanya mengundang kolega-koleganya, jadi akhirnya mereka menggelar acara resepsi yang cukup besar. Mereka menyewa gedung serba guna yang terletak tidak

  • Sketsa Cinta Arina   78. Lamaran

    Sepanjang pekan ini kami punya double kesibukan. Selain urusan pekerjaan, kami mempersiapkan acara lamaran Bang Ucok dan Santi. Akhir pekan ini mereka lamaran, bulan depan menikah. Nggak mau lama-lama katanya, maklum Pak Profesor memang sudah ingin meminang Santi dan menjadikannya pendamping hidup. Kalau ku bilang sih Pak Profesor sudah tua. Hehe. "Jangan repot-repot dong, kami kan baru mau tunangan, belum nikah," Santi mencoba mencegah kami bertindak berlebihan. "Nggak bisa, mau lamaran kek, mau nikah kek, ini hajatan pertama kantor kita, jadi semua mesti ikut mendukung dan memeriahkan," titah Mas Fajar yang jadi ketua panitia. "Nikmati saja, San, sekali seumur hidup," timpalku mendukung Mas Fajar. "Wah, Arin. Harusnya kamu yang pertama dapat acara kayak gini, malah kalah dari si bontot," kata Mbak Rere. Ia sebenarnya berharap aku bisa menikah se

  • Sketsa Cinta Arina   77. Calon Ipar

    Cuti seminggu rasanya seperti nggak cuti. Selain urusan 'perdetektifan', aku memang nggak ngapa-ngapain. Tapi tetap saja aku nggak ada kesempatan untuk mengistirahatkan pikiran. Setidaknya sekarang semua masalah itu sudah selesai, dan aku kembali lagi ke kantor dengan semangat baru. Aku sangat merindukan pekerjaanku dan teman-temanku di kantor, termasuk si itu. Hehe. Walaupun selama tiga hari kemarin kami bersama, tetap saja masih ingin ketemu. Namanya juga cinta. Betul begitu? Suasana ramai terasa di kantor, tidak seperti biasanya. Sedikit heboh kali ini. "Nah, ini dia artis kita," seru Mbak Rere yang langsung menarik tanganku dan menyuruhku duduk di sofa di ruang resepsionis. Sudah ada Andre juga di sana, dan tampaknya sudah mulai 'dibulli' oleh para wartawan gosip. Dia cengar-cengir tidak jelas. Kami disandingkan berdua. Aku memandang Andre pen

  • Sketsa Cinta Arina   76. Pelukan Papa

    Rencana kepulangan kami harus diwarnai drama. Chelsea merengek-rengek meminta aku tidak pergi. Udah gitu, emaknya ikutan mellow. Kacau deh!Aku jadi bingung sendiri. Untung Om Handoko turun tangan dan menenangkan Chelsea."Semalam kan Chelsea sudah pinky promise sama Kak Arina, jadi nggak boleh gitu. Kak Arina harus kerja, juga ketemu ibunya. Lain waktu kalau Kak Arina libur, pasti Kak Arina ke sini lagi. Betul kan, Kak?" Om Handoko memeluk dan mengusap-usap punggung anak perempuannya yang manja itu."Betul. Kak Arina pasti ke sini lagi kok. Kalau kita sama-sama libur, kita bisa main sampai puas. Oke?" tandasku.Syukurlah bocah itu bisa diyakinkan dan merelakan kami pergi."Baru dua hari kenal mereka, tapi rasanya kayak udah bertahun-tahun, dan udah sayang banget," kataku saat aku dan Andre sudah berada di mobil untuk pulang."Apalagi sama aku yang sudah berb

  • Sketsa Cinta Arina   75. Senja yang Menyatukan Kita

    [POV Arina]Udara sore yang mulai sejuk mengiringi perjalanan pulang kami. Andre tersenyum lebar dan bernyanyi riang di atas motor.Rasanya menyenangkan sekali, namun sungguh ada satu hal yang harus segera aku tuntaskan. Aku tidak mungkin melakukannya di atas sepeda motor ini.Saat kami melewati area persawahan yang cukup luas, aku meminta Andre untuk menghentikan kendaraannya."Mau apa, Sayang?" tanya Andre.Tanpa menjawab pertanyaan itu aku berjalan menuju tepi sawah. Kebetulan ada tanah berumput yang cukup nyaman untuk duduk.Aku duduk di situ dengan kedua kaki aku tekuk di depan tubuhku. Aku letakkan wajahku pada siku tangan di atas lututku, dan mulai menangis.Awalnya Andre diam saja. Mungkin dia tahu sejak tadi aku sudah menahan gejolak perasaan. Aku menumpahkan semua air mata yang bisa aku hasilkan, meluapkan semua perasaan yang bercampur aduk di dalam kalbu.Andre mulai gelisah saat orang-orang yang lewat memperhatikan kami."Sayang, masih lama nggak nangisnya? Orang-orang pada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status