Share

Part 5.2 - Home Sweet Home

Hari ini adalah hari penting bagi Daxon. Dia sudah siap dengan penampilannya yang bersih dan rapi. Cukup lama ternyata memilih antara kaos dengan kemeja di lemarinya yang hanya itu - itu saja. Akhirnya dia memutuskan untuk memakai kaos putih berlapis blazer hitam pemberian ibunya yang tak pernah dia pakai. Ditambah dengan jeans hitam dan sepatu berwarna putih juga agar terkesan kasual. Tema hari ini adalah black and white. Daxon suka itu.

Bila biasanya dia sangat cuek dengan caranya berpakaian. Namun, kali ini tidak. Dia harus terlihat pantas bila bersanding dengan si seksi Lexy saat berjalan nanti. Wajah tampan saja tidak cukup. Dari kepala hingga kaki harus terlihat sempurna, dan jangan lupakan satu hal lagi. Parfum! 

Ya, benda yang satu itu hampir tak pernah dia pakai selama ini, tapi demi sang dewi amor, Daxon memakainya. Dia bahkan lagi-lagi meringis saat melihat perubahan pada dirinya di depan cermin.

"You're very obsessed, Daxon. Really!" Daxon mengetuk bayangan dirinya di cermin, "dan dari semua perjuangan ini … kau harus mendapatkannya. Harus!" 

Melihat jam pada tangannya, Daxon kemudian buru-buru mengambil mantel, kunci mobil, ponsel dan dompetnya di atas nakas lalu segera keluar dari kamar. Cepat-cepat dia menuruni tangga rumahnya itu, hingga terdengar bunyi yang heboh dalam setiap pijakannya. Memancing orang di bawah melongok melihatnya.

"Lil bro! Kau ingin merobohkan rumah kita?"

Raven, sang kakak menegur Daxon yang sudah sampai di bawah dari kursi malasnya di depan tv ruang santai. Memindai retinanya kepada sang adik dari kepala hingga kaki. Sungguh berbeda dan juga ….

"Bau apa ini?" Raven membaui udara sekitar. "Parfum? Kau memakainya? Astaga!" Raven kemudian terduduk tegak  dan tertawa. Sedangkan Daxon memutar matanya jengah sambil mencebik.

"Aku pergi dulu," pamit Daxon segera. Dia malas menjadi bahan bercandaan saudaranya itu. Sudah pasti Raven akan menggodanya terus-terusan.

"Kemana?" teriak Raven dari kursinya.

"Pergi dengan teman!" seru Daxon sambil mematut kembali penampilannya saat menemukan cermin di ruang tengah. Dia tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Dasar Narsis!

"Teman wanita?" teriak Raven lagi.

Daxon melirik malas sang kakak yang sudah tersenyum nakal padanya. Sungguh saudara yang sangat ingin tahu!

"Rav, pergilah keluar dan bawa satu wanita ke kamarmu. Ibu takkan marah. Percayalah. Kau tak pernah menggandeng seorang wanita selama ini. Mendengar kabar anginnya saja kami juga tak pernah," protes Daxon panjang lebar.

Setelahnya sebuah anak panah karet tepat terbidik ke kening Daxon. Bingo!

"Shit! Rav!"

Raven kembali tertawa dan melanjutkan tontonan saluran olahraganya. Menghiraukan sang adik yang sudah mengeluh atas perbuatannya, karena acara yang dia tunggu sudah mulai.

"Pergilah, Dax. Bau parfummu sangat menyengat."

***

Setelah jauh berkendara dari rumahnya menuju alamat yang dituju. Akhirnya tibalah Daxon tak jauh dari rumah Lexy. Menunggu beberapa rumah dari kediaman putri sang laksamana itu. 

Ya, Daxon sangat memaklumi sekali permintaan wanita idamannya itu saat mengirim pesan agar tak berhenti tepat di depan rumahnya. Itu semua karena sang ayah yang posesif. Daxon juga secara mental tak siap jika harus berhadapan lebih awal dengan atasannya itu. Apalagi meminta putrinya untuk diajak berkencan. Hell no!

Daxon masih menyayangi jantung dan pangkatnya sebagai marinir.

Sekali lagi Daxon merapikan penampilan dan sedikit bercermin di kaca untuk melihat wajah dan rambutnya. Dia bahkan memeriksa bau napasnya dan berulang kali mempraktekkan bagaimana cara menyapa Lexy setelah sekian lama tak bertemu. 

Daxon seakan terkena serangan panik mendadak. Dia sangat cemas dengan dirinya sendiri. Ada yang tak beres dengan perut dan jantungnya, juga pikirannya yang mendadak kacau. Namun, ada perasaan yang lebih mendominasi dari itu semua. Yaitu … rasa rindu.

"Oh, God. Here she comes!" serunya menggumam. 

Daxon dapat melihat jika seorang wanita dengan setelan serba merahnya berlari kecil ke arah mobilnya sambil sesekali melihat ke arah belakang. Itu benar Lexy. Wanita itu tersenyum seraya melambaikan tangannya. 

Dengan cepat Daxon mengambil buket bunga yang sudah disiapkannya di bangku belakang. Sebuah buket mawar putih yang sangat besar. Bukan tanpa alasan Daxon memberikan mawar putih itu pada Lexy. Itu bukti ketulusan hatinya, dan juga … mawar putih itu mengingatkannya pada Lexy. Putih dan bersih, serta wangi. Juga suci? Tidak lagi.

"Oh, not again. Kau telah 'mengambilnya', Dalmore. Remember that! Semoga dia suka bunga ini," harap Daxon lalu segera keluar dari mobilnya.

Daxon tepat berdiri di luar sebelum Lexy tiba. Saat melihat bagaimana sang pujaan hatinya melangkah mendekat. Sosok itu bagaikan malaikat yang datang padanya.

"Hey, gorgeous," sapa Daxon spontan saat melihat Lexy datang dengan setelan coat merah panjangnya juga topi baret merah yang menutupi rambut pirangnya yang tergerai indah. 

"Hai, Dalmore," sapa balik oleh Lexy sambil tersenyum. Dia sedikit terengah-engah setelah habis berlari, lalu tak sengaja kemudian matanya jatuh pada buket bunga yang ada di tangan Daxon. 

"Untukku," tunjuknya dengan lirikan matanya yang cantik.

Daxon tersadar akan keterpanaannya, kemudian dengan segera menyerahkan buket  tersebut untuk Lexy. 

"Milikmu. Kuharap kau suka." Daxon tersenyum kaku sambil memerhatikan bibir semerah ceri itu tersenyum. 

"Oh, thank you." Lexy menerima sebuket mawar itu dengan senang. Dia menciumnya sesaat dan terlihat sangat bahagia. Pipinya bahkan merona. Daxon bisa melihat itu, dan sangat tak tahan untuk tidak mengecupnya.

Namun, bukan Daxon yang maju untuk mengecup pipi tomat itu. Melainkan Lexy yang tak kalah cepatnya— sudah maju dan berjinjit di hadapannya untuk mengecup pipi sang Dalmore. Bahkan bibirnya juga walaupun terhitung singkat.

"I miss you," bisik Lexy dengan suara lembutnya yang seakan menggelitik Daxon. Darahnya berdesir begitu hebat. Membuat tubuhnya panas dingin oleh karenanya.

Sadar akan saat ini mereka dimana. Daxon melirik sekitarnya dan tak menemukan siapa-siapa. Dirinya sedikit khawatir bila itu ayah Lexy. Segera ia membawa Lexy untuk masuk ke kursi penumpang. Tak lupa memakaikan sabuk pengaman pada gadis itu. Sebelum dirinya kembali, Daxon sedikit berbisik di telinga Lexy.

"I miss you too, Nana." Kemudian mengecup bibirnya singkat dan menutup pintu.

Lexy yang ditinggal hanya bisa menahan napasnya sesaat kemudian mengulum senyum. Dia memerhatikan sang Dalmore yang berjalan gagah  mengitari mobil dengan aura yang dianggap Lexy sangat meluluhkan. Bahkan tatapan dirinya tak lepas sedikit pun sampai sosok itu duduk di sampingnya. 

Ketika tangan kokoh itu meremas persneling mobil. Demi Tuhan, Lexy hanya bisa mengembuskan napasnya berat. Hal itu disadari Daxon yang juga mengikuti arah pandang Lexy.

"What's on your mind, gorgeous?" kekeh Daxon yang sambil memerhatikan wajah cantik Lexy. 

Lexy menggelengkan kepalanya cepat.

"Really?" tanya Daxon tak yakin.

"Yes! We can go now." Lexy melirik sekilas pada Daxon dengan hati was -was.

Daxon masih dengan senyuman jahilnya kembali meremas persneling mobil itu kuat hingga urat-urat tangannya terlihat

"Oh Jesus," desis Lexy dengan menahan napasnya.

"Baby, you know what?" Daxon memandang intens Lexy. "I can drive you crazy without a driver's license. You ready?" sambil mengedipkan sebelah mata.

Selanjutnya mobil hitam klasik Daxon pun meluncur dengan sangat cepat. Menuju ke berbagai tempat yang akan mereka jelajahi. Akhirnya mereka bisa berlibur bersama juga. Setelah sekian lama berpisah dan menjalani hubungan jarak jauh.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status