Malam semakin larut. Pesta semakin ramai. Setelah melakukan pemberkatan di area lumbung yang disulap menjadi tempat yang begitu indah, halaman rumah Steve juga sudah disulap menjadi area pesta dansa yang indah.
Bunga-bunga ditata sedemikian rupa, lilin-lilin berpadu dengan lampu-lampu kecil, membuat suasana terasa begitu romantis. Belum lagi alunan lagu lembut yang mengiringi pesta dansa membuat siapa saja larut kedalam suasana romantis.
Tak terkecuali kedua mempelai yang kini tengah asyik berdansa bersama. Jessie mengalungkan lengannya pada leher Steve, sedangkan Steve sendiri memeluk pinggang wanita yang kini sudah berstatus sebagai istrinya.
Keduanya berdansa dengan mata yang saling menatap satu sama lain. Ada sebuah kecanggungan, tapi keduanya bersikap senormal mungkin. Seperti mereka memang sering melakukan hal seperti ini.
Dengan sedikit nakal, jemari Steve merayap ke atas, menelusuri sepanjang resleting gaun Jessie yang menempel di tulang belakangn
Steve menghujam lagi dan lagi, tak mempedulikan erangan demi erangan yang keluar dari bibir Jessie. Kenikmatan membungkusnya, ia bahkan tak mempedulikan tubuh mereka yang sudah basah kuyub karena guyuran air dari shower.Jessie tampak sangat bergairah, begitupun dengan dirinya yang seakan tak ingin menghakhiri percintaan panas mereka.“Ohh, Steve… Astaga…” Jessie meracau, sedangkan yang dapat dilakukan Steve hanya kembali menghujam lagi dan lagi.Entah sudah berapa lama mereka melakukan penyatuan dalam posisi berdiri. Tubuh Jessie terhimpit dengan dinding dan juga tubuh kekar Steve. Steve bahkan setengah mengangkat tubuh Jessie agar tinggi mereka sejajar. Sesekali Steve mencumbu habis bibir istrinya itu, melumatnya dengan penuh gairah, mengajaknya untuk menari bersama. Oh, Sial! Jessie benar-benar akan membunuhnya.Beberapa kali Steve akan sampai pada puncak kenikmatan, tapi kemudian Steve memperlambat lajunya, menurunkan ritmeny
Di dalam lift. Jessie dan Steve saling berdiam diri. Jessie masih membiarkan lengan Steve merangkul pinggangnya. Ia merasa nyaman, karena itulah ia membiarkan saja apa yang dilakukan Steve padanya.Sesekali telapak tangan lelaki itu mengusap perutnya. Astaga, Steve benar-benar mampu membungkam kecerewetan Jessie dengan sikap manisnya ini. Jessie tak pernah mendapatkan perhatian hingga seperti ini dari seorang Steve, rasa posesif lelaki itu begitu tampak, dan hal itu membuat Jessie bingung, sebenarnya apa yang dirasakan lelaki itu padanya?PingPintu lift terbuka. Mereka akhirnya sampai di lantai apartmen Jessie. Keduanya keluar dari dalam lift, dan menghentikan langkah mereka secara bersamaan setelah mendapati seseorang yang duduk di sebuah kursi lipat di sebelah pintu apartmen Jessie.Orang itu adalah Henry, yang saat ini sudah bangkit dan melihat kedatangan mereka berdua.“Jess.” Ucap Henry yang dengan spontan sudah mendekat.
Siang itu juga, Steve bertemu dengan Donna, di sebuah kafe tak jauh dari gedung apartmennya. Hank juga ikut, tapi temannya itu memilih duduk di meja lain. Bagaimanapun juga Steve harus menyelesaikan hubungannya secara pribadi, empat mata. Jadi Hank memilih duduk di tempat lain sembari menikmati kopinya.“Jadi, apa yang membuatmu sangat ingin bertemu denganku siang ini juga?” tanya Donna dengan percaya diri. Donna sangat terkejut saat Steve meneleponnya dan memintanya bertemu siang ini juga. Padahal, ia sedang kerja. Untung saja tak lama jam makan siang berdenting hingga Donna memutuskan untuk menghabisakan waktu makan siangnya bersama dengan Steve.Sebenarnya, Donna sudah sangat berharap banyak dengan Steve. Steve sangat keren dan seksi. Lelaki itu mampu membuatnya tertarik seketika sejak pertama kali melihatnya. Meski begitu, Donna menahan diri agar tak terlihat agresif dimata Steve.Natalia, temannya yang merupakan kekasih Hank, pernah berkata bahw
Untuk pertama kalinya setelah pernikahan mereka, Steve tidak ingin menyentuh Jessie. Mereka bahkan tidur saling memunggungi satu sama lain.Setelah puas menangis, Jessie tertidur dalam pelukan Steve. Jessie banyak bercerita tentang apa yang terjadi sepanjang siang ini. Bagaimana cara wanita itu menjelaskan pada Henry, bagaimana reaksi lelaki itu. Dan Steve hanya diam, mendengarkan bagaimana kecewanya Jessie atas apa yang sudah menimpa hubungannya dengan Henry.Jessie sangat kecewa, Jessie sangat sedih. Setidaknya, hal itulah yang bisa ditangkap Steve. Wanita itu tak berhenti menangis, hingga lelah dan tertidur dalam pelukan Steve. setelah itu, Steve menidurkan Jessie kembali ke atas ranjang. Kemudian, Steve memilih tidur di sebelahnya dengan posisi memunggungi Jessie.Ia tidak ingin melihat Jessie saat wanita itu bersedih karena pria lain, ia tidak ingin melihat tangis Jessie yang bersumber dari dirinya. Sial! Steve benar-benar menjadi orang yang sangat berengse
Di Studionya. Steve memijat pelipisnya. Ia merasa pusing. Ia bergairah pada Jessie, seperti biasanya, tapi ia tidak bisa menyalurkannya karena ia tahu bahwa ia sangat berengsek!Steve merasa sudah memanfaatkan Jessie dengan menghamili wanita itu lalu mengikatnya dalam tali pernikahan. Steve merasa menjadi seorang bajingan karena sudah membuat Jessie berpisah dengan kekasih yang begitu wanita itu cintai. Dan hal itu benar-benar membuat Steve muak.Sial! Steve benar-benar tak tahu bahwa Jessie mencintai Henry begitu dalam. Hal itu membuat Steve benar-benar tersakiti. Entah kenapa ia merasa sakit, yang pasti, ia benar-benar tersakiti karena rasa cinta sialan Jessie pada Henry. Hal itulah yang membuat Steve bersikap seperti pengecut, menghindari istriya yang sedang hamil muda dan membutuhkan dirinya.Steve mengusap kasar rambutnya. Ia benar-benar kesal dengan dirinya sendiri, tapi disisi lain, ia juga merasa kesal dengan Jessie. Kenapa Jessie harus begitu mencintai
Lumatan mereka semakin intens, semakin panas, seakan keduanya tak ingin mengakhiri tautan bibir masin-masing. Jessie yang pertama kali sadar dari buaian asmara tersebut, segera ia melepaskan diri, membiarkan tautan bibir mereka terputus, dengan napas yang sama-sama saling terengah.“Steve, aku lapar.” Ucapnya kemudian.Jessie tidak bohong tentang dirinya yang sudah kelaparan, tapi sebenarnya, Jessie sempat melupakan rasa laparnya ketika Steve mencumbunya dengan begitu panas seperti tadi. Ia merasa bahwa malam ini, tak apa ia melewatkan makan malamnya, asalkan ia bisa bercumbu mesra dengan Steve sepanjang malam. Tapi Jessie juga harus memikirkan bayi yang dikandungnya. Bayinya membutuhkan nutrisi, dan ia harus makan untuk memenuhi nutrisi bagi bayinya tersebut.“Aku… Maaf, aku terbawa suasana.” Ucap Steve dengan suara parau.Jessie tentu merasakan bagaimana lelaki di hadapannya ini menegang seutuhnya, ereksinya menempel pada
Menjelang pagi, Jessie bangung. Ia merasakan jemari Steve mengusap-usap perutnya dengan lembut, membuat Jessie dirayapi rasa geli yang bercampur dengan gairah.Astaga, semalaman mereka sudah bercinta dengan panas, tapi Jessie merasa masih kurang. Mungkin karena hormon yang mempengaruhinya. Tapi Steve seakan tahu apa yang diinginkan Jessie.Jessie bahkan sudah merasakan bukti gairah lelaki itu yang tegang menempel pada bagian belakang tubuhnya, membuat Jessie menggeliat dan menolehkan kepalanya ke belakang.“Steve, kau bangun lagi?”Steve tersenyum. “Tidak. Tidur saja. Aku ingin memeluk kalian.”Jessie sangat senang dengan kalimat terakhir Steve. Ia merasa sangat disayangi, bukan hanya fisiknya saja, tapi semuanya. Jessie memposisikan diri untuk tidur lebih nyaman lagi, dan tak lama, kesadarannya mulai menghilang.Pada saat itu, sama-samar Jessie mendengar ucapan Steve yang entah mengapa terdengar begitu manis dan memb
Jessie masih tidak menyangka bahwa Henry akan datang kembali padanya setelah apa yang mereka bahas siang itu di apartmennya. Jessie mengira, bahwa Henry akan membencinya, dan menolak untuk bertemu lagi dengannya. Nyatanya, hati lelaki ini benar-benar seperti malaikat.Tadi Siang, Jessie cukup terkejut dengan kehadiran Donna Simmon, kekasih Steve, dan dan setelah wanita itu pergi, pikiran Jessie tak bisa lepas dari apa yang dikatakan wanita itu sepanjang siang di hadapannya.“Aku benar-benar tidak menyangka jika kau akan menggunakan cara selicik ini untuk mengikatnya, Summer!” Jessie melihat mata Donna yang penuh dengan kemarahan. Hingga detik ini, Jessie tidak tahu apa tujuan Donna datang kepadanya. Meski begitu, Jessie tetap menerima Donna sebagai tamunya dan mengurung diri mereka berdua di dalam ruang kerjanya.“Aku sendiri tidak mengerti apa yang kau maksud.”“Dengar, aku sudah tahu semuanya! Kau memb