Share

Bab 5 - Tanpa Pengaman

Pagi sialan yang sangat canggung.

Sebenarnya, Jessie ingin sekali pergi dari meninggalkan kamar Steve saat lelaki itu masih tidur pulas. Tapi nyatanya, lelaki itu seakan tak membiarkan dirinya pergi karena ketika Jessie bergerak, Steve seakan mengeratkan pelukannya pada tubuh telanjang Jessie.

Kini, Jessie merasa terjebak dalam suasana sialan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa sangat canggung saat berhadapan dengan Steve. Bayang-bayang panas kejadian semalam membuatnya tak dapat berkutik. Tapi kenapa Steve seakan tak canggung sedikitpun?

Saat ini, Steve sedang sibuk membuat sesuatu di dapurnya. Lelaki itu bahkan tak malu bertelanjang dada di hadapannya.

Malu? Ayolah Jess, bukankah kau tahu bahwa temanmu itu memang tak punya malu? Kau saja yang terlalu terbawa suasana.

Jessie sempat berpamitan pulang tadi, tapi Steve memaksa dirinya untuk sarapan bersama sebelum pergi. Karena Steve begitu santai, maka Jessie tak bisa menolak dan bersikap sesantai mungkin meski sebenarnya dalam dirinya terjadi bergulatan batin tentang apa yang ia rasakan saat ini terhadap sosok Steve.

Saat Jessie sibuk dengan pikirannya sendiri, saat itulah Steve datang menghampirinya dan menyuguhkan dua potong roti isi bacon panggang, keju dan juga selada.

“Aku hanya memiliki itu di dalam lemari pendingin.” Ucap Steve yang saat ini sudah duduk tepat di hadapan Jessie. “Kuharap kau mau memakannya.”

“Oh Steve, kau tak perlu repot-repot. Aku bisa makan di tempat kerjaku nanti.”

“Tidak segampang itu, Jess. Ada banyak hal yang harus kita bahas.”

Jessie menghela napas panjang. “Apa lagi?”

Steve sedikit tersenyum. “Kau, tampak tak nyaman, Jess. Kenapa? Karena aku sudah ‘membaptismu’ semalam?”

“Ayolah! Berhenti menggodaku. Sekarang katakan, apa yang ingin kau bahas denganku.” Jessie memberengut kesal.

Dengan santai, Steve menyantap roti miliknya. “Yang pertama, kau sungguh luar biasa. Kau tak perlu merasa tak percaya diri lagi saat akan melakukannya dengan Henry nanti. Oke?”

Dan setelah aku tidur denganmu, aku bahkan melupakan tentang Henry. Pikir Jessie dalam hati.

“Tubuhmu, payudaramu, semuanya…”

“Cukup!” Jessie memotong kalimat Steve. “Kau mau memancingku, ya? Jangan bahas apapun tentang bagian tubuhku!” sungguh, Jessie merasa kesal dengan Steve saat temannya itu secara terang-terangan menyebutkan bagian tubuhnya. Jika Steve menceritakan tentang bagian tubuh teman kencannya, Jessie tak akan peduli. Masalahnya, yang dibahas Steve saat ini adalah payudaranya. Hal itu membuat Jessie malu, sangat malu.

Steve mengangkat kedua tangannya. “Oke, oke. Aku hanya ingin mengatakan kalau semuanya asli. Dan pria manapun akan mengagumimu.”

“Memangnya kau pikir aku perempuan yang gemar mengkoleksi implan di tubuhku? Yang benar saja.” Jessie memutar bola matanya jengah. Ia meraih kopinya kemudian meminumnya sedikit.

Steve tak dapat menahan tawanya. “Tapi ada hal serius lagi yang harus kita bahas, Jess.”

“Apa lagi? Kau tidak berharap aku akan melakukan hubungan itu denganmu lagi, bukan?”

Steve tersenyum. “Sejujurnya, aku masih ingin. Kau tahu sendiri bukan, bagaimana gilanya kita semalam. Meski sudah berkali-kali, tapi aku masih ingin.”

“Jangan bermimpi! Aku tidak akan tidur denganmu lagi.” Jessie menjawab dengan ketus.

Steve tertawa lebar. “Ingat, kau yang mengajakku.”

“Sepertinya lebih baik aku pulang.” Jessie sudah berdiri tapi Steve segera menghentikan pergerakan Jessie dengan menyambar pergelangan tangan temannya itu.

“Oke, aku akan bersikap baik dan membahas hal ini dengan serius.”

“Ya. Dan cepat.” Lanjut Jessie. “Demi Tuhan! Aku harus segera kerja, Steve.”

Steve menganggukkan kepalanya. Ia meminum kopinya sebelum mulai membuka suaranya kembali. “Kuharap, kau sudah memasang sesuatu di dalam tubuhmu, atau mungkin meminum pil.” Ucapnya dengan serius.

“Apa maksudmu?” tanya Jessie tak mengerti.

Well, karena terbawa suasana, dan terlalu menikmati, aku tidak menggunakan pengaman.”

“Kau apa?” Jessie terperanjat dengan ucapan Steve.

“Dan, berkali-kali.” Lanjut Steve dengan cengiran sialannya.

Jessie berdiri seketika. “Kau gila? Kau adalah playboy cap kakap, Steve! Bagaimana mungkin kau melupakan hal seserius itu?” tentu saja Jessie terkejut. Semalam ia tak memikirkan apapun saat Steve meledak di dalam dirinya. Karena ia terlalu menikmati rasa yang baru saja ia rasakan.

“Aku terlalu menikmatinya, Jess. Dan kupikir kau sudah menyiapkan diri. Mengingat kau akan melakukannya dengan kekasih Gaymu itu.”

“Aku tak mempersiapkan apapun, oke?!” seru Jessie dengan marah sembari mengusap wajahnya dengan frustasi.

Steve ikut berdiri. “Maksudmu, kau membiarkan dirimu tidur dengannya tanpa pengaman dan berharap jika kau akan memiliki bayi bersamanya.”

“Kau terlalu jauh, Steve. Lagi pula, aku tidak tidur dengannya, tapi denganmu!”

“Tapi kau berharap tidur dengannya tadi malam, Jess!” entah kenapa Steve merasa sangat marah. Kenyataan bahwa Jessie tidak mengamankan dirinya sendiri saat sudah merencanakan akan tidur dengan seseorang membuat Steve sangat marah.

Jessie menatap Steve penuh tanya. “Jadi ini adalah salahku?”

“Ya. Kau yang salah karena kau tidak meminum pil-pil sialan itu saat kau sudah merencanakan untuk tidur dengan kekasihmu!” Steve tak bisa menahan emosinya.

Jessie menatap Steve dengan tatapan tak percayanya. Sungguh, ia tak menyangka jika Steve akan seberengsek ini padanya. Tanpa banyak bicara lagi, Jessie memilih membalikkan tubuhnya kemudian meninggalkan Steve begitu saja.

Yang bisa dilakukan Steve hanya berdiri ternganga. Ia bahkan tak mengejar Jessie. Rasa frustasi menyergapnya begitu saja. Dengan spontan, Steve menendang salah satu kursinya karena emosi. Berengsek! Apa yang sudah kau lakukan? Steve mengumpati dirinya sendiri dalam hati.

-TBC-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status