SBY 08
Mentari pagi menyapa insan yang tengah berada di luar rumah dengan kehangatan yang menyentuh hati. Embusan lembut angin membelai kulit yang terbuka dan menciptakan kesejukan udara yang menyegarkan.Tiga orang anak muda tengah jalan berdampingan di jalan raya utama komplek yang lebar. Alfian jalan di sisi paling kanan sambil merangkul pundak Erie yang berada di tengah. Sementara Lisa yang berada di sisi kiri, menggamit lengan sang kakak sambil memperhatikan sekeliling.Pada kedua sisi jalan itu berderet lapak-lapak pedagang yang menyediakan berbagai makanan untuk makan pagi. Banyak kendaraan roda dua dan empat terparkir di sekitar tempat parkir yang berada di kawasan tersebut."Pada mau makan apa nih?" tanya Erie sembari celingukan."Aku mau kupat sayur," jawab Lisa sambil menunjuk ke lapak di seberang jalan."Aku pengen nasi uduk," timpal Alfian."Ya udah, yang di situ aja. Gerobaknyq deketan." Erie mSBY 09Erie tengah menyisir rambut ketika mendengar suara mobil berhenti di depan rumah. Perempuan itu berdiri dan jalan mendekati jendela, mengintip dan seketika mempercepat gerakan berias. Tak berselang lama Erie sudah lari menuruni tangga. Menyambar sepatu pantofel hitam kesukaan dari rak sepatu yang berada di bawah tangga. Kemudian dia menghampiri sang ibu dan mencium punggung tangan perempuan paruh baya itu sebelum mengambil cangkir dari atas meja dan meneguk tehnya sampai habis. "Kamu itu, ya, pamali minum sambil berdiri!" sungut Wiryani. Dia pusing melihat kelakuan sang putri sulung yang tidak berubah seiring kedewasaan. "Buru-buru, Bu. Mas Harry udah di depan," jawab Erie sembari mengambil dua roti isi dan membungkusnya dengan tisu besar, sebelum memasukkannya ke tas bahu hitam kesukaan. "Oh, ya, Bu. Aku pulang agak malam. Mau kontrol ke dokter dulu," ujarnya sambil mengenakan sepatu. "Kontrol apa?" "Kaki, agak
SBY 10Sepanjang hari itu Harry sering melamun. Hatinya bimbang antara hendak memenuhi permintaan Salman yang sudah dianggapnya sebagai Ayah angkat, atau tetap bertahan di Jakarta. Dia sebetulnya ingin berangkat, tetapi setelah bisa menikahi Erie karena Harry juga ingin membawa Erie ikut dengannya agar perempuan itu bisa melupakan sosok Nick. Hingga sore tiba, akhirnya Harry memutuskan untuk bertindak nekat. Dia akan melakukan berbagai cara agar Erie menyetujui lamarannya, meskipun nanti dia harus menghadapi permusuhan dengan Nick, bahkan mungkin dengan Malvin. Sementara Sam, Harry cukup optimis akan mendapatkan dukungan dari pria gondrong itu, karena sejak dulu dirinya lebih dekat dengan Sam daripada Malvin dan Nick. Harry juga merasa yakin akan mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya dan keluarga Erie."Mas, kelewatan!" desis Erie saat mobil yang dikemudikan oleh Harry melewati gerbang masuk rumah sakit tempat dirinya akan
SBY 11"Sydney?" tanya Hendra dan Wiryani nyaris bersamaan. "Iya, Pak, Bu. Saya diminta bos besar buat menghandle proyek yang di sana selama satu tahun," jelas Harry. "Erie belum cerita, ya?" Dia balas bertanya. "Belum, tadi malam pulang itu langsung tidur. Disuruh mandi aja nggak dikerjain," keluh Wiryani yang membuat Harry mengulum senyum. "Nak Erie kecapean, kasihan," tukas Yunia. "Kamu harus jagain Erie benar-benar, Mas. Jangan dibecandain mulu," omelnya sambil memukul pelan paha sang putra yang duduk.di samping kirinya. "Pasti dijagain, Bu. Digodain itu karena gemes," sahut Harry seraya tersenyum lebar, lupa bila di hadapannya ada orang tua perempuan yang menjadi pujaan hati. Sosok Erie yang muncul seketika menghentikan obrolan. Perempuan yang kali ini mengenakan blus hijau lumut dan rok hitam panjang itu segera menghampiri kedua orang tua Harry dan menyalami mereka dengan takzim. Kemudian dia mendudukkan diri
SBY 12"Erie?" Suara seorang perempuan dari ujung koridor membuat Erie menengadah dan seketika mengeluh karena ternyata di tempat itu juga ada Harry dan Samudra. Ketiga orang tersebut menatap Erie yang memaksakan diri untuk melangkah maju, dan ketika Harry mengalihkan pandangan ke arah lain, hati Erie seketika mencelos. "Hai, apa kabar?" tanya perempuan berparas cantik dan sangat wangi itu sambil mendekap Erie dan mengecup kedua pipinya. "Badanmu anget. Lagi sakit?" tanyanya sambil mengurai pelukan dan memandangi Erie dengan lekat. "Kabarku seperti yang kamu lihat, Rin," jawab Erie. "Ehm, iya, kepalaku pusing dari tadi, mungkin masuk angin," sambungnya sembari memaksakan senyuman untuk menghindari kecurigaan perempuan tersebut. Sabrina, nama perempuan itu yang merupakan adiknya Samudra sekaligus putri bungsu Salman yang selama beberapa tahun terakhir menetap di Sydney untuk menuntut ilmu. Sabrina dan Erie juga berteman tetap
SBY 13Dehaman seseorang dari belakang seketika menghentikan aktivitas Harry dan Erie. Mereka serentak menoleh dan terkesiap ketika melihat sosok orang yang kini tengah memasuki ruangan dan menutup pintu. Sepasang mata beriris hitam itu mengawasi gerak-gerik pasangan yang tertangkap basah tengah berpagutan tersebut sembari melipat tangan di depan dada. Orang yang tak lain adalah Malvin itu menggeleng-geleng, kemudian menyugar rambut, ciri khasnya bila tengah gusar. "Sejak kapan kalian punya hubungan spesial?" tanya Malvin tanpa tedeng aling-aling. "Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, Vin," jawab Harry. "Aku ... baru beberapa hari menyatakan perasaan pada Erie. Sekaligus memintanya untuk menjadi istriku," sambungnya yang membuat Malvin terperangah. "Kamu sadar dengan apa yang kamu omongin, Har? Apa kamu nggak mikirin perasaan Nick?" "Saat ini aku dalam kondisi sadar, demikian juga Erie. Aku mencintainya, tapi dia
SBY 14"Aku nggak nyangka kamu bakal menusuk Nick dari belakang, Har!" geram Malvin. Siang itu, Malvin, Harry dan Samudra berada di ruang kerja sang bos untuk membahas apa yang telah terjadi antara Harry dan Erie. Malvin sangat kesal karena Harry telah mengkhianati Nick, apalagi saat itu Nick tengah membutuhkan dukungan moral dari mereka, ketiga sahabatnya. "Aku ... sudah mencintainya sejak lama, Vin. Mungkin karena sering menjadi sopir antar jemput bila dia akan berkencan dengan Nick," terang Harry. "Setelah Nick pergi, aku makin sulit mengendalikan rasa ini yang sudah telanjur tumpah semua cinta pada Erie," sambungnya sambil memandangi wajah sahabatnya itu yang duduk di kursi seberang. "Tega banget kamu! Aku nggak tau gimana caranya buat ngertiin cintamu pada dia, di saat dia masih menjadi kekasih sahabat kita." "Nggak perlu dimengerti. Karena Erie sudah menolakku. Jadi biarkan saja keadaan tetap kayak gini." Harry terdiam
SBY 15"Erie!" seru Harry sambil mengejar perempuan itu dan berhasil menggapai tangan Erie saat perempuan itu hendak memasuki lift. "Lepasin, Mas!" sergah Erie sembari menghempaskan tangan Harry, tetapi gagal karena pria itu justru mencekal pergelangan tangannya."Aku nggak bakal ngelepasin. Kita harus bicara!" tegas Harry. "Nggak perlu. Semuanya udah jelas." "Apanya yang jelas?" "Mas memang punya hubungan dengan Rina 'kan? Ngaku aja deh!" "Sudah kubilang nggak ada hubungan apa-apa. Dia cuma bertamu." "Udahlah, Mas. Terusin aja kencan dengan dia, aku mau pulang." Erie kembali berusaha untuk melepaskan cekalan, tetapi tetap gagal. "Siapa yang kencan? Udah kubilang kalau dia hanya bertamu dan itu pun untuk membahas pekerjaan kami nanti di Sydney." "Terserah! Aku nggak mau tau dan nggak perlu tau juga." Harry menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Mema
SBY 16Sepanjang jalan menuju kediaman orang tua Erie, bibir Harry tak henti-hentinya membingkai senyuman. Dia benar-benar bahagia karena akhirnya Erie mau menikah dengannya. Harry tahu, jalan mereka masih panjang, terutama karena saat ini hati Erie masih terbagi. Sementara Erie juga melakukan hal serupa. Tersenyum-senyum sendiri, tetapi tidak berani menoleh ke kanan karena takut bila Harry akan melihat pipinya yang merona. Erie merasa yakin bila keputusan itu sudah tepat, karena dia tahu bahwa inilah yang diinginkan orang tuanya. Setibanya mereka di tempat tujuan, Hendra ternyata sudah menunggu di teras. Pria itu sempat bingung kenapa Erie memaksa untuk menemui Harry padahal dirinya tengah kurang sehat. Dia bertambah bingung kala menyaksikan wajah semringah kedua anak muda tersebut yang tengah jalan bergandengan tangan ke arahnya. "Assalamualaikum," sapa Harry dan Erie, sebelum sama-sama merunduk untuk menyalami Hendra secara bergantian. "Waalaikumsalam," jawab Hendra. "Kalian ko