Status Sindiran Istriku
Bab 2"Rima!" teriakku menahan emosi. Berani sekali ia mengunggah foto di berbagai akun medsosnya. W******p, F******k, dan I*******m. Karirku sebagai model iklan dan sampul majalah akan hancur karena ulahnya. Beberapa perusahaan televisi swasta menawarkan job untukku sebagai presenter akan kandas."Kamu lelaki tak diuntung. Istri baik dan setia malah kamu sakiti!" maki mama yang berdiri dekatku. "Jangan salahkan Ajit. Aku tak tahu apa-apa.""Gak mungkin tak tahu apa-apa. Buktinya dia membuat status seperti itu." "Ma, tolong jangan sudutkan aku. Aku tak tahu apa-apa. Di mana letak kesalahannya?" "Sudah jelas kamu salah. Papa yakin kamu buat ulah," teriak lelaki yang selalu menemani mama. "Sudah, Ma. Kita pergi. Biarkan dia sendirian. Biar dia kena karma atas perbuatannya." "Iya, Mama juga gak mau lihat wajahnya. Bikin kesel dan emosi. Lebih baik kembali ke restoran." Mereka pergi tanpa menolongku. Terduduk di lantai dengan wajah lembab. Mama dan Papa tak peduli perasaanku. Deru mobil meninggalkan teras rumah. Menelusuri rumah mencari sesuatu. Mungkin, wanita itu meninggalkan pesan. Di pintu kulkas tak ada, meja makan dan dapur juga nihil. Kugaruk kepalaku yang tidak gatal. Kesal dan kecewa. Apa jangan-jangan dia kabur. Bagaimana dengan hartaku yang berada di rumah ini.Aku berlari ke kamar atas. Membuka pintu lemari dan mencari kotak perhiasan serta brankas kecil tempat penyimpanan uang yang selalu ia letakkan di sana. Kuhamburkan baju dia dan milikku. Tak ada kotak besi itu. Menelusuri isi lemari, sebagian pakaiannya sudah tak ada. Berlari ke kamar mandi, perlengkapannya juga tak ada. Ia telah pergi meninggalkan rumah ini. Aku duduk di pinggir ranjang menenangkan diri. Meremas rambut hitamku yang sedikit panjang mengikuti tren masa kini. Menghela napas menahan gemuruh di dada. Pasokan udara telah masuk perlahan ke dalam paru-paru. Kurang ajar, semua uang di brankas dan perhiasan di bawa olehnya. Belum kartu debit milikku. Sial sungguh sial. Berpikir, ke mana wanita itu pergi. Tak ada saudara di kota ini. Hanya satu tempat. Rumah orang tuanya.Aku akan pergi menemui orang tua Rima di kampung. Wanita itu pasti di sana. Ke mana lagi kalau tak ke tempat orang tuanya. Bersiap untuk ke pulau Sumatera menyusul istriku. Istriku berasal dari pulau seberang dengan mengunakan mobil hanya delapan jam waktu tempuh. Lampung Selatan tak jauh dari pelabuhan Bakauheni.Baru saja turun dari tangga, ponselku berdering menampilkan nama managerku-- Shela. Aku menarik napas dalam agar lebih tenang. "Ajit, kamu di mana?" Teriakkannya membuat telingaku sakit. Kujauhkan sedikit memberi ruang di dalam pendengaranku."Aku di rumah, Mba," ucapku dengan suara bergetar. Entah apa yang akan terjadi jika, ia bertindak. Pasti aku akan dimaki lebih sadis."Tunggu di situ, aku sebentar lagi sampai." Ia mengakhiri panggilannya. Tak berapa lama kemudian terdengar suara deru mobil di depan rumah. Perasaanku kembali gelisah. Ia turun dengan tergesa-gesa. Aku berdiri di depan pintu. " Istrimu benar-benar kelewatan. Ia telah menyebar luaskan aibmu," makinya. Shela adalah kakakku dan juga manager kepercayaan. "Lihatlah, postingan terbarunya. Bikin kesal saja." Menyodorkan ponselnya. Segera mengecek ponsel dan mencari akunnya. Ku lihat status istriku di Instragam. Foto aku dan seorang wanita yang sedang berpelukkan serta bercumbu dengan caption "Seseorang yang dikatakan rekan kerja tak mungkin sehangat dan seintim ini". Dari mana ia dapat foto ini. Foto sewaktu aku sedang berada di Bali untuk melakukan pemotretan. Ia juga menyebarkan ke aplikasi F******k karena memang sudah menyatu dari pengaturan ponselnya. Istri yang tak diuntung. Aku sudah memberikan kemewahaan untuknya. Kehidupan yang layak semua ada. Kasih sayang, kelembutan, dan perhatian yang lebih dari cukup.Aku mengeram menahan kesal di dada. Untung saja tak punya riwayat jantung. Tak berapa lama lagi. sebuah notifikasi dari M-banking membuatku terkejut. Rima menarik uang tunai sebesar seratus lima puluh juta. Semua uangku sudah dikuras habis. Tabungan untuk masa depan kami aku percayakan disimpan olehnya. Perhiasan dan brankas berisi surat-surat penting telah dibawa. Selama ini, ia selalu menuruti perintahku. Wanita itu berhati lembut, tapi sekarang ia berubah menjadi iblis. Menghancurkan suaminya hanya dengan memposting status.Aku harus segera bertemu dengannya. Apa maksud dari semua ini."Kamu juga lelaki main kasar sama perempuan. Seharusnya kamu menahan emosinya. Kamu sudah menghancurkan masa depanmu dengan tindakan kekerasan terhadap wanita. Kehidupan cemerlang telah berada di depan mata. Kini telah hilang dan musnah. Berita ini menyebar luas hingga ke perusahaan yang akan mengkontrakmu. Stasiun swasta juga membatalkan kontrak." Shela berbicara tanpa jedah. Bagaikan kaset yang rusak membuat kepalaku pening. "Ja-jadi mereka telah membatalkan kontrak." Tubuhku melemah. Impian sekian lama menjadi seorang bintang terpopuler musnah seketika."Iya, tak ada satu perusahaan pun mempekerjakanmu. Mereka mencari pengantimu dengan cepat. Hancur sudah ketenaran Ajit Ginjay." "Tapi, ini bukan salahku. Aku tak bersalah. Ini semua fitnah," ungkapku. "Fitnah! Rima memiliki bukti yang kuat sedangkan kamu. TIDAK!" Shela meninggalkanku tanpa mengucapkan selamat tinggal. Aku terduduk di sofa. Hancur semua. Aku harus menemukan wanita itu. Mengapa tak bertanya langsung kepadaku. Bertanya lebih baik daripada berkoar di media sosial. Semua orang akan tahu keburukan rumah tangga kami. ****Untuk Bab selanjutnya aku buat panjang. Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa subscribenya dan love. NEXT GAK?Status Sindiran IstrikuPonselku berbunyi berkali-kali.Menatap layar pipih dengan wallpaper bergambar pantai."Halo, ada apa Mbak?" bertanya kepada Mbak Shela yang menghubungiku saat aku berada di cafe"Ajit, pampers dan susu Fakhri habis.""Baik Mbak nanti aku akan belikan.""Terima kasih, Aj
Status Sindiran Istriku"Rima, ini bukan tanda tanganku. Aku bersumpah, tak pernah melakukan hal ini. Percaya padaku kali ini." Memperlihatkan semua bukti tentang papa dan Sofie. Tak menutupi semua yang telah terjadi. Masalahku harus segera terselesaikan.Rima menatapku, mungkin mencari kejujuran di sana. Ia menganggukkan kepala dan berkata," Buktikan kalau kamu tak menanda tangani ini. Karena aku merasa ragu.""Aku akan menghampiri dia. Kamu jaga diri kamu. Aku akan kembali. Aku mencintaimu." Mengecup jari jamarinya. Ia tak menolak sedikitpun. Wajahnya pucat dan suara bergetar. Aku yakin cinta itu masih ada.Aku memeluk Rima dan ia membalas pelukanku. Segera pergi mencari orang tersebut. Ibu mertua memberikan bekal dan minuman di botol untukku. Wanita itu selalu baik dan sayang kepada mantunya.Tubuhku memang lelah, tapi aku harus terus berjalan mencari kebenaran. Masalah pa
Status Sindiran IstrikuKembali Jam menunjukkan pukul sepuluh malam lewat dua puluh menit. Besok pagi aku sudah sampai di Lampung. Aku hanya membawa kopi dalam termos kecil dan makanan kecil yang berada di meja. Setidaknya, bekal ini cukup untuk di jalan. Membuka dompet berisi uang tiga ratus ribu rupiah. Lebih baik membawa motor saja. Ongkos lebih murah dan hemat. Akhirnya, memutuskan mengunakan motor matic milik Rima yang berada di garasi. Surat-surat motor itu sudah ada di dalam jok motor. Tak lupa memakai jaket yang tebal menelusuri jalan ke arah pelabuhan Merak. Kapal datang agak telat. Pelabuhan terlihat ramai oleh mobil truk pengangkut barang. Mereka mengantar barang dari pulau ke pulau lain. Pekerjaan mereka berat, meninggalkan anak istri berhari-hari untuk menyambung hidup. Perjalanan yang cukup melelahkan. Akhirnya, aku sampai di Sidomulyo tempat mertuaku berada. Aku sangat yakin Rima ada di s
Status Sindiran Istriku Kubuka mata perlahan, tangan dan kakiku diikat di ranjang. Papa dan Sofie sedang berbicara. Mereka tak tahu aku sudah sadar. "Apa yang harus kita lakukan kepadanya?" tanya Sofie. Sepertinya, ia ketakutan. "Kita harus mendapatkan semuanya atau kita akhiri hidupnya." Ucapannya membuatku bergidik ngeri tentu tidak, aku ingin menertawakannya."Siram tubuhnya dengan air es. Di tak punya siapa-siapa lagi di sini." "Bagaimana dengan kakaknya?" "Itu urusan gampang. Kita selesaikan lelaki ini. Dia penghalang bagi kita. Shela juga sedang mengandung anakku. Ia tak akan berani bertindak." Mba Shela sedang hamil, aku tak percaya. Jangan-jangan ia pura-pura ingin membalas dendam. Ah, mengapa aku tak tahu. "Pa, kalau Shela hamil dan melahirkan anakmu. Kamu akan melupakanku," ucap Sofie. Nadanya terdengar sedih. "Tentu tidak Sayang. Cuma kamu dan h
Status Sindiran Istriku Panggilan masuk dari salah satu petugas keamanan di ponselku. Menyentuh ikon berwarna hijau. "Ada apa?" tanyaku setelah menjawab salamnya. "Ada pergerakkan darinya. Ia berada dalam ruangan." "Malam-malam begini! Baiklah, terima kasih untuk infonya." Bergegas mengambil laptop di dalam ruang kerja. Membuka CCTV dari restauran.Papa sedang berusaha membuka brankas. Ia terlihat kesal dan memukul lemari besi. Terlihat wajahnya frustasi. Sengaja aku menganti kode brankas itu. Ia memukul dan menendang. Aku hanya bisa menertawakan dari layar. Ia berusaha mencongkel brankas. Sudah seminggu aku tak memberinya uang. Mungkin, uangnya telah habis. Tak lupa memblokir kartu kreditnya. Papa menghubungi seseorang. Mendengar suara papa dengan tajam. Ternyata, ia memanggil tukang las besi. Aku terkekeh. Kita lihat apa yang akan ia lakukan lagi. Dua orang petuga
Status Sindiran Istriku Papa terlihat gusar. Ia melirik brankas di dalam ruangan. Meneguk kopi dengan kasar untuk menyembunyikan perasaannya. "Papa pergi dulu ada urusan sebentar," pamitnya. Wajahnya terlihat pucat. Entah dengan siapa ia akan bertemu. Kuhubungi seseorang yang bisa aku handalkan untuk mengikuti papa."Dia sudah pergi kamu ikuti dia. Lakukan pekerjaanmu dengan baik." Memandang kotak brankas dan menekan kode dengan tanggal lahir mama. Ternyata salah. Apa si tua keladi itu menganti kodenya. Mencoba menekan angka yang sama dengan kode ponsel papa. Nihil, tak bisa. Yang membeli brankas ini adalah mama. Kucoba menekan tanggal kelahiranku. Klik.Menarik kuas brankas secara perlahan. Uang menumpuk dengan tinggi. Ternyata benar dugaanku. Isi brankas sekitar satu miliyar. Kotak brankas hampir penuh. Memasukkan semua uang ke dalam tas yang tergeletak di d