Status Sindiran Istriku
Bab 3"MANUSIA HANYA MENCELA DAN MENYAKITKAN SAJA. HANYA TANGAN YANG BERBICARA APA ITU DISEBUT LAKI-LAKI""KETENARAN MEMBUATNYA BERUBAH MENJADI SEORANG PENYIKSA JIWA DAN RAGA"Aku merasa ragu untuk ke rumah mertuaku. Mereka pasti murka melihat anaknya telah aku lukai. Rima adalah anak perempuan satu-satunya. Ia memiliki dua orang kakak laki-laki yang berprofesi sama denganku. Status itu masih kusimpan di galeri. Suara notifikasi masuk menandakan pesan masuk lewat aplikasi hijau. Sebuah gambar dari salah satu temanku membuatku terkejut. Rima berada di kantor tempat aku bekerja. Tanpa menunggu waktu lagi, aku menuju kantor pusat modeling. Aku tak menyangka wanita itu datang ke sana. Entah apa rencananya lagi. Aku akan membawanya pulang dan memberi pelajaran. Istriku sedang duduk di sebuah ruangan untuk para model. Ia memainkan ponsel pintarnya. Rahangku mengeras, mataku membulat sempurna. Wanita yang telah menghancurkan masa depanku. "Rima!" Ia mendongakkan kepala dan tak terkejut melihatku. Tatapannya datar tak ada kehangatan yang biasa ia ciptakan. "Kita perlu bicara!" ajakku. Menarik paksa tangannya untuk keluar. Ia menolaknya dengan kasar. "Tidak, aku tidak mau. Kalau kamu mau bicara. Bicarakan saja di sini." Ia melipat tangannya. Luka yang kuciptakan tetutup oleh polesan make up. Wajahnya terlihat lebih cantik. "Apa maksud status sindiranmu itu? Mengapa kamu lakukan itu?" "Oh, itu. Agar kamu sadar atas semuanya." "Tapi, tak seharusnya kamu lakukan itu. Statusmu menghancurkan karirku." "Benarkah?" Ia tersenyum sinis. Terlihat wajahnya tak peduli. "Ayo kita pulang! Kita selesaikan semuanya di rumah." Aku menarik tangannya keluar ruangan."Lepaskan! Aku tak mau lagi kembali ke rumah itu. Aku tak mau hidup di penjara. Aku tak mau diperlakukan kasar!" Semua orang yang berada di ruangan itu menatap kami. "Kita bicarakan baik-baik. Aku minta maaf telah khilaf melukai hatimu. Mari kita selesaikan dengan kepala dingin," ucapku lembut, tak mau semua teman-teman menilai buruk. "Kamu bukan saja melukai hatiku tapi juga ragaku." Matanya mulai mengembun, ia menahan air matanya agar tak jatuh ke pipi. Sesakit itukah dia, sehingga melakukan semua ini."Rima, aku minta maaf. Kita mulai lagi dari awal. Aku janji gak akan melukaimu lagi, Sayang," rayuku. Ia adalah wanita yang lembut hatinya. Mudah dirayu dan dibujuk. "Maaf, aku gak bisa membuka hatiku untukmu lagi," ucapnya tegas. Hatiku terasa remuk dan kecewa. Ingin meraih tubuhnya dan mendekap erat. Ia memundurkan langkahnya tak mau disentuh. "Rima Sayang ...." Suara barito di belakangku memotong pembicaraan kami." Rima, dipanggil bos," ucapnya lantang. Rima meninggalkanku tanpa berucap. Untuk apa Rima menemui Bos apa dia akan mengadu tentangku. Ini tak boleh terjadi, bisa ditendang dari tempat ini. Aku mengejar Rima namun, seseorang memanggil namaku. "Mba Shela, ada apa?" "Gawat!" ucapnya berbisik. Ia menarikku ke sebuah lorong belakang gedung. "Lihatlah!" Ia menyodorkan ponselnya memperlihatkan situs berita online selebritis. Namaku terpapar di sana. Foto mesraku dengan berbagai wanita terposting. Para netizen mencaci-makiku. Ada beberapa pengemarku membela dan tak terima dengan tuduhan itu. Berita itu menuliskan "Ajit Ginjay melakukan KDRT dan berselingkuh dengan beberapa wanita".Foto yang sama yang aku temui di atas lemari. Ini pasti ulah Rima, wanita yang kucintai telah merusak hidupku. "Bagaimana ini Mba. Para wartawan pasti mengejarku?" "Sebaiknya kita segera pergi." Aku menganggukkan kepala dan berjalan lebih cepat.Segerombolan wartawan menghampiri kami di parkiran mobil. Aku dan mba Shela tak bisa menahan mereka. Berbagai pertanyaan keluar dari mulut para wartawan. Entah mana yang aku jawab. Mba Shela menarik tanganku menghindari mereka. "Maaf, kami harus segera pergi," ucap managerku. Para wartawan tak berhenti bertanya." Bisa Anda jelaskan status istri Anda di Sosmed? "Apa Anda melakukan kekerasan rumah tangga?""Apa yang terjadi dengan rumah tangga Anda yang terlihat baik-baik saja?" Aku tak menjawab pertanyaan mereka. Menatap mereka satu persatu. Sebanyak ini para wartawan mengikuti berita rumah tanggaku. Tak berapa lama kemudian, mereka berlari meninggalkanku dan menghampiri wanita yang memakai kacamata hitam. Ia berjalan dengan tenang dan senyum terlihat manis dan memesona. Di temani beberapa pengawal di setiap sisi. Pandangan kami sesaat bertemu. Aku sadar dengan diri ini, bukanlah model memiliki nama melainkan istriku model terkenal yang aku nikahi. Ia mengabdikan dirinya untuk hidup bersama. Rima bersedia meninggalkan karir yang sedang naik daun untuk menikah denganku. Ia memilih cinta dibanding impiannya karena aku lelaki pencemburu. Rima masuk ke dalam mobil hitamnya setelah menjawab pertanyaan para wartawan dengan simple dan datar. No comen ucapnya dengan senyum merekah. Aku menundukkan kepala di dalam mobil. Menyesal telah melakukan semuanya dengan emosi. Kekerasan tak bisa memecahkan masalah. "Mba, aku ingin berbicara dengan Rima. Di mana ia tinggal?" tanyaku frustasi. "Buat apa? Kamu salah telah memperlakukannya seperti itu." Shela terdengar kesal. Bagaimanapun juga ia adalah wanita. "Aku ingin bicara dengannya," ucapku memohon. "Oke, dia tinggal di rumah Maya. Itu yang aku denger-denger." Mba Shela berbicara dengan tatapan ke depan mobil, mengendarainya dengan hati-hati."Lalu, dia mau apa datang ke GM(Gedung Model)." "Mana aku tahu. Tapi ... katanya ia mau kembali ke sana. Gak tahu juga aku." Ucapannya membuatku terkejut. Aku yakin, ia akan menambah masalah jika, itu terjadi. "Mba antar aku ke rumah Maya." Shela terlihat membuang napas. "Aku tak tahu di mana rumahnya. Nanti aku infoin kalau sudah mendapatkan alamatnya. Tapi, aku merasa ada yang janggal." "Maksud Mba, janggal apanya?" "Aneh aja, secepat itu mereka mendapatkan penganti."Kamu tahu penggantimu?" Aku mengeleng cepat." Dia adalah Ridho." "Ridho! Lelaki itu!" Mendengar namanya saja aku sudah mu*k. Lelaki itu adalah masalah untukku. Dia sudah kembali lagi. ****Status Sindiran IstrikuPonselku berbunyi berkali-kali.Menatap layar pipih dengan wallpaper bergambar pantai."Halo, ada apa Mbak?" bertanya kepada Mbak Shela yang menghubungiku saat aku berada di cafe"Ajit, pampers dan susu Fakhri habis.""Baik Mbak nanti aku akan belikan.""Terima kasih, Aj
Status Sindiran Istriku"Rima, ini bukan tanda tanganku. Aku bersumpah, tak pernah melakukan hal ini. Percaya padaku kali ini." Memperlihatkan semua bukti tentang papa dan Sofie. Tak menutupi semua yang telah terjadi. Masalahku harus segera terselesaikan.Rima menatapku, mungkin mencari kejujuran di sana. Ia menganggukkan kepala dan berkata," Buktikan kalau kamu tak menanda tangani ini. Karena aku merasa ragu.""Aku akan menghampiri dia. Kamu jaga diri kamu. Aku akan kembali. Aku mencintaimu." Mengecup jari jamarinya. Ia tak menolak sedikitpun. Wajahnya pucat dan suara bergetar. Aku yakin cinta itu masih ada.Aku memeluk Rima dan ia membalas pelukanku. Segera pergi mencari orang tersebut. Ibu mertua memberikan bekal dan minuman di botol untukku. Wanita itu selalu baik dan sayang kepada mantunya.Tubuhku memang lelah, tapi aku harus terus berjalan mencari kebenaran. Masalah pa
Status Sindiran IstrikuKembali Jam menunjukkan pukul sepuluh malam lewat dua puluh menit. Besok pagi aku sudah sampai di Lampung. Aku hanya membawa kopi dalam termos kecil dan makanan kecil yang berada di meja. Setidaknya, bekal ini cukup untuk di jalan. Membuka dompet berisi uang tiga ratus ribu rupiah. Lebih baik membawa motor saja. Ongkos lebih murah dan hemat. Akhirnya, memutuskan mengunakan motor matic milik Rima yang berada di garasi. Surat-surat motor itu sudah ada di dalam jok motor. Tak lupa memakai jaket yang tebal menelusuri jalan ke arah pelabuhan Merak. Kapal datang agak telat. Pelabuhan terlihat ramai oleh mobil truk pengangkut barang. Mereka mengantar barang dari pulau ke pulau lain. Pekerjaan mereka berat, meninggalkan anak istri berhari-hari untuk menyambung hidup. Perjalanan yang cukup melelahkan. Akhirnya, aku sampai di Sidomulyo tempat mertuaku berada. Aku sangat yakin Rima ada di s
Status Sindiran Istriku Kubuka mata perlahan, tangan dan kakiku diikat di ranjang. Papa dan Sofie sedang berbicara. Mereka tak tahu aku sudah sadar. "Apa yang harus kita lakukan kepadanya?" tanya Sofie. Sepertinya, ia ketakutan. "Kita harus mendapatkan semuanya atau kita akhiri hidupnya." Ucapannya membuatku bergidik ngeri tentu tidak, aku ingin menertawakannya."Siram tubuhnya dengan air es. Di tak punya siapa-siapa lagi di sini." "Bagaimana dengan kakaknya?" "Itu urusan gampang. Kita selesaikan lelaki ini. Dia penghalang bagi kita. Shela juga sedang mengandung anakku. Ia tak akan berani bertindak." Mba Shela sedang hamil, aku tak percaya. Jangan-jangan ia pura-pura ingin membalas dendam. Ah, mengapa aku tak tahu. "Pa, kalau Shela hamil dan melahirkan anakmu. Kamu akan melupakanku," ucap Sofie. Nadanya terdengar sedih. "Tentu tidak Sayang. Cuma kamu dan h
Status Sindiran Istriku Panggilan masuk dari salah satu petugas keamanan di ponselku. Menyentuh ikon berwarna hijau. "Ada apa?" tanyaku setelah menjawab salamnya. "Ada pergerakkan darinya. Ia berada dalam ruangan." "Malam-malam begini! Baiklah, terima kasih untuk infonya." Bergegas mengambil laptop di dalam ruang kerja. Membuka CCTV dari restauran.Papa sedang berusaha membuka brankas. Ia terlihat kesal dan memukul lemari besi. Terlihat wajahnya frustasi. Sengaja aku menganti kode brankas itu. Ia memukul dan menendang. Aku hanya bisa menertawakan dari layar. Ia berusaha mencongkel brankas. Sudah seminggu aku tak memberinya uang. Mungkin, uangnya telah habis. Tak lupa memblokir kartu kreditnya. Papa menghubungi seseorang. Mendengar suara papa dengan tajam. Ternyata, ia memanggil tukang las besi. Aku terkekeh. Kita lihat apa yang akan ia lakukan lagi. Dua orang petuga
Status Sindiran Istriku Papa terlihat gusar. Ia melirik brankas di dalam ruangan. Meneguk kopi dengan kasar untuk menyembunyikan perasaannya. "Papa pergi dulu ada urusan sebentar," pamitnya. Wajahnya terlihat pucat. Entah dengan siapa ia akan bertemu. Kuhubungi seseorang yang bisa aku handalkan untuk mengikuti papa."Dia sudah pergi kamu ikuti dia. Lakukan pekerjaanmu dengan baik." Memandang kotak brankas dan menekan kode dengan tanggal lahir mama. Ternyata salah. Apa si tua keladi itu menganti kodenya. Mencoba menekan angka yang sama dengan kode ponsel papa. Nihil, tak bisa. Yang membeli brankas ini adalah mama. Kucoba menekan tanggal kelahiranku. Klik.Menarik kuas brankas secara perlahan. Uang menumpuk dengan tinggi. Ternyata benar dugaanku. Isi brankas sekitar satu miliyar. Kotak brankas hampir penuh. Memasukkan semua uang ke dalam tas yang tergeletak di d