Bab 3 panik gak?
"Aku pamit Mas," ujarku sambil melangkah melewati Mas Raka yang berdiri mematung dan melangkah menuju pintu keluar.
Tunggu!
Suara Mas Raka melengking tinggi menghentikan langkahku membuat aku berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya.
"Ada apa lagi Mas, urusan kita sudah selesai tak ingin melihat wajah kalian lagi, aku jijik!" ketusku.
"Sombong amat. Heh! Abangku menyuruh kamu berhenti itu untuk melihat isi tas kamu. Mau lihat jangan- jangan benda berharga kami kamu ambil."
"Aku bukan maling," ketusku.
"Ck, gak yakin Gue," ujar Widya. Tingkah anak ini semakin lama kian menyebalkan, entah bagaimana dulu orang tuanya mendidiknya.
"Hai! Aku memang miskin tapi aku gak punya jiwa maling seperti kamu!"
"Gak ush bac*t, sini tas kamu!"
Tanpa ada sopan santun sama sekali, Widya mendekat dan merebut tasku.
"Maling mana mau ngaku," ujar Widya sambil mengeluarkan semua barang- barangku.
Sungguh ingin rasanya aku cakar- cakar wajah bocah tak ada aklak ini.
Beberapa saat kemudian
"Bagaimana, ada barang- barang kalian yang aku bawa?" ujarku sengit.
"Gak ada sih. Ya sapa tahu kan kamu bingung entar di luaran mau makan apa, jadi kamu ambil barang kami."
Sungguh ingin rasanya ku remas mulut tak ada aklak Widya yang tak bermoral itu.
"Aku memang miskin tapi aku bukan maling," ketusku sambil meraih barang- barangku dan memasukkanya dalam tas. Ku tarik seleting tasku dengan cepat, sungguh aku sudah muak dan jijik melihat wajah mareka.
"Kamu mau kemana?" tanya Mas Raka saat aku akan melangkahkan kakiku.
"Bukan urusanmu!" sengitku.
"Tapi kita masih suami isrtri lo, kan aku belum menceraikan kamu," ujar Mas Raka dan entah kenapa aku merasakan nada suara Mas Reka agak melembut padaku.
"Kalau gitu ceraikan aku sekarang!" ujarku tegas dan mantap, aku tak sudi punya suami yang menjijikkan seperti dia.
"Gak bisa," jawab Mas Raka.
Kubulatkan mataku menatap Mas Raka, apa maksudnya bicara begitu. Kenapa dia begitu labil, padahal tadi barusan dia begitu berapi- api ingin mengusirku?
"Maksudmu apa Mas? Bukanya kamu sendiri yang bilang kalau pernikahan kita hanya kedok untuk menutupi hungungan menjijikkan kalian terus kenapa sekarang kamu berkata seperti ini?" ujarku.
"Ya tapi setelah kupikir- pikir aku mau dua- duanya, Widya dan juga kamu," ujarnya datar tiada beban.
Cih dia pikir aku ini apa, sebucin- bucinnya aku, aku gak akan sudi di madu apalagi sama wanita menjijikkan seperti Widya.
"Aku gak sudi di madu, apalagi maduku, bocah menjijikkan seperti dia!" ujarku penuh penekanan.
"Yang mau madu kamu juga siapa, memang kamu lebah, bisa menghasilkan madu."
"Gak lucu," ujarku. Namun, saat aku akan melangkahkan kakiku, Mas Raka mencengkram tanganku.
"Lepasin," ujarku berusaha menepis tangan Mas Raka.
"Kamu mau kemana Sayang, aku gak bisa hidup tanpa kamu. Kamu kan tahu itu dari dulu" ujar Mas Raka.
Apa- apaan ini, kenapa tiba- tiba sikap Mas Raka berubah lembut begini?
"Selamat anda kena prank," ujar Mas Raka sambil tertawa melihatku.
"Maksudnya apa?" tanyaku tak mengerti.
"Ini adalah rencanaku sama Widya, kamu lupa ini hari apa?"
"Ciye, yang mau minggat, terus jijik lihat kita padahal cuma prank," ujar Widya tersenyum melihat ke arahku.
"Ini maksudnya apa Mas?" ujarku masih bingung.
Mas Raka tersenyum mendekat lalu memegang pundakku," kamu lupa ini hari apa, ini hari aniversari kita Sayang."
Ya Allah kenapa aku bisa lupa kalau hari ini adalah aniversari pernikahanku.
"Terus, apa hubungannya dengan semua ini?"
"Jadi aku sama Widya sengaja merancang ini untuk membuat kejutan, kami sepakat untuk mengeprank kamu."
Ku tatap Mas Raka dan Widya silih berganti.
"Status yang ku buat itu ide gila Bang Raka untuk membuat kejutan untuk kamu," ujar Widya.
Kutatap Mas Raka," benar Mas?"
"Iya dong Sayang, masa iya suamimu yang ganteng ini tega menyakitimu," ujar Mas Raka memelukku.
Aku bersyukur ternyata itu semua hanya prang, biarpun hubunganku dengan Widya kurang baik tapi ternyata bocah itu baik juga.
"Maafin Mbak ya Wid, Mbak sudah tampar kamu tadi," ucapku mendekat ke arah Widya.
"Ok, berhubung kalian sudah akur, aku mau pergi dulu," ujar Widya.
"Kamu mau kemana?" tanya Mas Raka.
"Mau jalan sama teman," jawab Widya sambil berlalu.
"Lelaki apa perempuan?" teriak Mas Raka. Namun tak dijawab oleh Widya.
"Widya!" teriak Mas Raka karena merasa di acuhkan.
"Sudahlah Mas, paling lagi main sama teman- temannya," ujarku lembut menenangkan.
"Tapi aku gak suka dia jalan sama teman- temannya yang gak benar itu," ujar Mas Raka dengan nada kesal.
"Widya itu kan juga sudah dewasa, dia pasti bisa memilih teman mana yang baik dan enggak untuknya," ujarku lembut.
Beberapa saat kemudian
"Memang Mas gak ada kejutan lain ya untuk aniversari kita?" tanyaku. Saat ini kami sudah duduk di sofa, ku letakkan kepalaku di dada bidang Mas Raka dan mataku tak henti- hentinya melihat cincin hadiahnya.
Mas Raka tersenyum," ada dong Sayang."
"Mm apa?" tanyaku. Ku dekatkan wajahku tepat di hadapan wajah Mas Raka hingga kedua mata kami saling bertemu.
"Nanti juga tahu," jawab Mas Raka.
***
Mas Raka mengajakku ke sebuah restaurant yang biasa kami kunjungi dan kami makan malam romantis di sana. Meja yang di hiasi bunga bergambar love dan sebuah tulisan besar selayaknya di tv dengan tulisan 'Happy Universari Sayang' membuat hati ini serasa melayang ke udara.
"Semoga pernikahan ini langgeng sampai ke anak cucu dan Allah SWT, segera memberi kita momongan," ucapku saat Mas Raka memintaku untuk berdoa.
"Amin Sayang," jawab Mas Raka.
Setelah melewati ketegangan tadi siang yang ujung- ujungnya hanya prang yang dibuat oleh suami dan iparku akirnya malam ini aku mendapat kebahagian yang tiada tara. Mas Raka benar- benar bisa membuat hatiku berbunga.
____
Sesampainya di rumah saat di kamar.
"Aku kangen Sayang," ujar Mas Raka menatap penuh makna padaku.
"Ya, aku ke kamar mandi dulu ya Mas," pamitku. Aku tahu jika seperti itu Mas Raka sedang menginginkan haknya.
Kami sama- sama tumbang hingga terlelap setelah mengarungi samudra kenikmatan setalah melakukan ibadah suami istri.
"Kamu dari mana saja, jam segini baru pulang, hah?!"
Suara keras Mas Raka mengagetkan aku sepertinya dari ruang tengah.
"Main sama teman, kan tadi ku bilang," terdengar suara Widya menjawab.
"Lelaki kan, berapa kali aku bilang, aku gak suka kamu jalan sama lelaki manapun!" kata Mas Raka yang sepertinya makin tegang.
"Memang kenapa, kamu aja pengecut kok," jawab Widya yang terdengar datar.
"Sayang, aku gak pengecut, aku cuma cari waktu yang tepat, makanya tadi aku bilang kalau yang terjadi antara kita hanya prang."
Mataku membulat mendengar penuturan Mas Raka barusan.
Jadi Prank tadi hanya bohongan, dan mereka benar- benar menjalin hubungan?
Tunggu kau Mas! Aku tak kan diam saja, akan aku selediki masalah ini sampai tuntas dan akan ku balas kalian!
Sudah baca jangan lupa tap love dan komen ya, akan ada feee koin gratis untuk komen terbaik
Bab 41 Ancaman BaruPov Hani"Is itu laki lo ngapain sih, ganggu aja!" ujar Tary kesal. Bagaimana tidak, sejak pertama datang sampai sekarang Mas Raka tak henti-hentinya meneleponku.Aku tahu dia cemburu melihat Dave yang menggandengku di lif tadi, tambah lagi saat meeting tak henti-hentinya Dave menggoda dan melirikku. Entah bagaimana hati Mas Raka saat ini? Rasakan kau Mas, memang kamu saja yang bisa nyakitin."Entah nelepon, ngirim pesan melulu, aku rasa dia miikir aku sama Dave sekarang, makanya dia sibuk nanya aku kemana," jawabku.Saat ini aku dan Tary sedang berada di sebuah Cafe untuk menunggu Cecil, adik perempuanku. Sudah beberapa hari ini dia menelepon dan menghubungiku dan membuat Mas Raka cemburu dan menuduhku selingkuh. Cih dia pikir aku sampah macam dia apa, yang tak tahu dosa hingga melanggar norma-norma berumah tangga. Aku memang sudah tak cinta lagi sama Mas Raka, aku pertahanin rumah tangga juga hanya untuk balas dendam. Tapi, aku tak akan menjalin hubungan sebe
Bab 40 Diblokir[Buka video ini, biar Lo sadar!] Tanpa pikir panjang aku tekan tanda play pada video tersebut.Begitu video terputar, jantungku serasa berhenti berdetak, darahku membeku seketika.Di video itu aku melihat Widya sedang enak-enak dengan seorang pria yang wajahnya tak aku kenali karena tak begitu jelas bagian wajahnya."Bajin*an! Pelacur! Perek! Jadi ini kelakuannya di belakangku, anj *ng!" seruku penuh emosi. Kalau saja Widya, bocah edan itu sekarang ini ada di hapapanku, sudah tak cabik-cabik wajahnya, kutendang dan kuremas-remas mulutnya yang kalau berucap semanis gula itu.AwwAku berteriak sambil meremas rambutku karena emosi, begitu bodohnya aku terlalu percaya pada mulut manisnya hingga hidupku gini hancur.Istriku yang dulu penyayang dan penurut sekarang berubah, duit tabungan hsbis juga demi dia, sekarang seperti ini kelakuannya padaku."Awas kamu Widya!" Umpatku. Aku berjalan keluar dengan terburu-buru, dadaku seperti meledak-ledak, kepalaku panas dan mau pec
Bab 39 Baru saja aku akan merebahkan tubuhku tiba-tiba ada pesan masuk dari nomor tak aku kemali.[Dasar bodoh! Kamu pikir anak yang dikandung Widya itu anakmu!] Hah! Apa-apaan ini benarkan anak di kandungan Widya bukan anakku, lalu anak siapa?[Kamu siapa?] balasku pada orang yang mengirimkan pesan padaku.[Salah satu pelanggan Widya]jawab orang itu yang hampir membuat dadaku sesak, jantung tak berhenti berdetak dan napasku sesak.Apa-apaan ini, pelanggan apa?[Lo kalau bacot jangan asal ya! Lo pikir adik Gue wanita apaan, perek, pelacur atau cewek yang suka open BO. Hah?!] ujarku penuh emosi dengan dada yang meledak-ledak dan napas yang tersengal seperti orang asma.[Dasar bodoh, pantaslah yang Lo dapat juga sampkah, otak Lo aja macam sampah, pantaslah Hani juga selingkuh, capek ngadepin pria begok ke Lo] Membaca ini benar-benar membuat tensi darahku naik sampai di atas 150. Kepalaku panas dadaku sesak membacanya dan dengan emosi meledak-ledak kutekan tanda calling."Hai, anjjin
"Abang pikirlah sendiri!" Percakapan berhenti sampai di sini karena aku harus buru-buru ke kantor, barusan Pak Hans memberi peringatan kalau aku tak ikut meeting, aku akan dipecat.Enggak, aku gak mau dipecat.________Aku berjalan cepat masuk ke lif, waktu meeting tinggal beberapa menit lagi. Namun, sesampainya di lif."Heh! Lepas! Enak aja main-main pegang, ini istri Saya," kataku emosi saat melihat Dave memegang tangan Hani.Dasar setan, kemana-mana selalu ada."Lah apa urusan kamu!" kata Dave datar membuatku kupingku panas mendengarnya. Butakah dia? Apa dia lupa aku ini siapa, suami mana yang rela tangan istrinya di pegang-pegang begitu."Kamu buta ya, apa kamu lupa aku ini siapa, dasar lelaki murahan. Pebinor,"cibirku.Bukanya menanggapiku, Dave malah tersenyum menatap Hani dan kesalnya Hanipun menanggapinya."Sini kamu!" ujarku menarik tangan Hani. Sakit sekali rasanya melihat mereka saling tatap dan saling melempar senyum begitu."Apaan sih, lepas!" seru Hani jutek sambil me
Bab 40 Diblokir[Buka video ini, biar Lo sadar!] Tanpa pikir panjang aku tekan tanda play pada video tersebut.Begitu video terputar, jantungku serasa berhenti berdetak, darahku membeku seketika.Di video itu aku melihat Widya sedang enak-enak dengan seorang pria yang wajahnya tak aku kenali karena tak begitu jelas bagian wajahnya."Bajin*an! Pelacur! Perek! Jadi ini kelakuannya di belakangku, anj *ng!" seruku penuh emosi. Kalau saja Widya, bocah edan itu sekarang ini ada di hapapanku, sudah tak cabik-cabik wajahnya, kutendang dan kuremas-remas mulutnya yang kalau berucap semanis gula itu.AwwAku berteriak sambil meremas rambutku karena emosi, begitu bodohnya aku terlalu percaya pada mulut manisnya hingga hidupku gini hancur.Istriku yang dulu penyayang dan penurut sekarang berubah, duit tabungan hsbis juga demi dia, sekarang seperti ini kelakuannya padaku."Awas kamu Widya!" Umpatku. Aku berjalan keluar dengan terburu-buru, dadaku seperti meledak-ledak, kepalaku panas dan mau pec
Bab 40 Diblokir[Buka video ini, biar Lo sadar!] Tanpa pikir panjang aku tekan tanda play pada video tersebut.Begitu video terputar, jantungku serasa berhenti berdetak, darahku membeku seketika.Di video itu aku melihat Widya sedang enak-enak dengan seorang pria yang wajahnya tak aku kenali karena tak begitu jelas bagian wajahnya."Bajin*an! Pelacur! Perek! Jadi ini kelakuannya di belakangku, anj *ng!" seruku penuh emosi. Kalau saja Widya, bocah edan itu sekarang ini ada di hapapanku, sudah tak cabik-cabik wajahnya, kutendang dan kuremas-remas mulutnya yang kalau berucap semanis gula itu.AwwAku berteriak sambil meremas rambutku karena emosi, begitu bodohnya aku terlalu percaya pada mulut manisnya hingga hidupku gini hancur.Istriku yang dulu penyayang dan penurut sekarang berubah, duit tabungan hsbis juga demi dia, sekarang seperti ini kelakuannya padaku."Awas kamu Widya!" Umpatku. Aku berjalan keluar dengan terburu-buru, dadaku seperti meledak-ledak, kepalaku panas dan mau pec