Share

Bab 4 Rekaman di Bandara

Sebuah chat masuk ke akun W******p di gawaiku. Aku yang tengah sibuk memasukkan pakaian ke dalam koper gegas mengambilnya dari atas kasur dan membukanya.

[Mas akan pulang sesuai rencana dan tidak jadi memperpanjang waktu kerja di sini. Demi kamu, Zahira. Tetaplah di rumah dan jangan ke mana- mana. Maafkan mas karna sempat membuatmu marah.]

Aku tersenyum setelah membaca isi chat yang dikirim suamiku dan hanya membalasnya dengan emoticon jempol tanda oke. Sesuai dugaanku, pasti mama yang memintanya untuk tetap pulang tiga hari lagi karna tadi saat aku menaiki tangga, kulihat mama tengah sibuk dengan gawainya. Mungkin ia ingin menghubungi anak kesayangannya agar mencegahku datang ke Padang. Karna bila aku ke sana, semua kebusukan mereka pasti akan terbongkar.

Aku tertawa puas. Baru saja memulai, aku sudah menang. Ini belum apa-apa Mas, masih ada hal tak terduga lainnya yang akan kulakukan!

Tiba-tiba mama masuk ke kamarku setelah mengetuknya dua kali. Wanita paro baya itu langsung menggendong Tabitha yang sedang berbaring di atas ranjang.

“Zahira, kamu gak jadi ‘kan mau nyusul Adnan?” tanya mama yang melihatku sedang memasukkan kembali koper ke dalam lemari.

“Gak, Ma. Aku berubah pikiran, lagipula mas Adnan akan pulang tiga hari lagi. Untuk apa aku nyusul, bikin capek aja,” ucapku santai. Ekspresi mama yang tadinya gusar berubah menjadi tenang.

“Syukurlah, lebih baik di rumah urusin anakmu, mama sebentar lagi akan pulang, tadi sudah pesan taksi,” ujar mama yang tengah menimang putriku.

“Loh, kok, cepat banget, Ma pulangnya? Kan baru aja sampai.” Aku bertanya sambil mengernyitkan dahi.

“Mama capek, mau istirahat. Lagipula mama ke sini Cuma mau ngantar pesananmu sambil lihat cucu mama,” ucapnya lalu membawa Tabitha keluar kamar.

Tak lama berselang, sebuah taksi sudah berhenti di depan pagar. Aku mengambil Tabitha dari dekapan mama, lalu mengantar keduanya menuju kendaraan beroda empat itu. Tak lupa mama dan Lula menciumi anakku berkali-kali sebelum masuk dan menutup pintu taksi.

Aku memandangi kepergian keduanya hingga taksi itu menghilang dari pandangan. Mama masih begitu menyayangi putriku dan ia tetap peduli padaku meski kadang terkesan jutek.

Barusan ia memberiku sebotol jamu untuk pelancar asi sekaligus penyegar badan.

Rumah mama tak begitu jauh dari sini, mereka tinggal di sebuah perumahan di tengah kota. Namun, butuh waktu lebih dari setengah jam ke sana mengingat jalanan kota yang sering macet.

Kini tinggal aku berdua dengan Tabitha. Kembali melewati hari berdua sampai suamiku kembali.

Kupandangi sebuah mobil mewah di garasi, sayangnya hanya mas Adnan sendiri yang bisa mengendarainya. Aku jadi berpikir untuk kursus menyetir nanti dan meminta suamiku untuk membelikanku mobil juga.

***

Hari ini adalah kepulangan mas Adnan, dan ia telah menghubungiku ketika akan naik pesawat.

Aku telah meminta Masli, sahabatku untuk menunggunya di bandara. Menurut jadwal pesawatnya akan tiba jam empat sore nanti.

Masli sudah di rumahku sejak siang, ia adalah sahabat karibku sejak SMA, kami juga berasal dari kampung yang sama. Aku sudah menceritakan tentang pernikahan suamiku di Padang kepada Masli, dan ia siap untuk membantuku. Kami memang sudah seperti saudara. Ia tinggal di Medan karna menikah dengan salah seorang dosen di universitas negeri di kota ini, dan mereka baru menikah tiga bulan lalu.

Sebenarnya aku ingin sekali memergoki mas Adnan dengan mata kepalaku sendiri. Akan tetapi, Tabitha masih terlalu kecil untuk kubawa. Aku tak tega jika membawanya ke tempat keramaian seperti bandara.

“Tega, ya ,suamimu,” ucap Masli saat menggendong Tabitha.

“Ya, begitulah. Aku sebenarnya gak nyangka jika mas Adnan berkhianat. Tapi kenyataannya dia bahkan sudah menikah lagi,” ucapku, menghela nafas panjang, berharap ada beban yang yang lepas seiring nafas yang berhembus.

“Ya, udah. Kamu tenang aja, aku pasti bisa dapatin bukti dan menunjukkan siapa pelakor yang sudah berani mengambil Adnan dari kamu,” ucap Masli, menenangkanku.

Aku yakin mas Adnan pasti akan membawa wanita itu turut bersamanya. Semoga Masli nanti bisa mencari tahu dimana mas Adnan akan menyembunyikan wanita itu dariku. Kupastikan ia tak akan tenang hidup di kota ini. Aku juga meminta Masli mencarikanku tempat kursus mobil yang bagus, karna aku tak ingin terus merepotkannya jika nanti harus terpaksa bertindak sendiri.

“Udah jam setengah empat ni, aku berangkat ya,” ucap Masli seraya melihat jam di tangannya.

“Iya, hati-hati, ya. Pastikan suamiku tidak curiga dan mengenalimu.”

“Beres!” Ia menunjukkan jempolnya ke arahku.

Masli sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin, ia menutup wajahnya dengan kaca mata dan masker agar tak mudah dikenali. Gayanya juga terlihat tomboy karna mengenakan jaket kulit dan celana Levis saja. Masli sampai terbahak-bahak ketika melihat dirinya di cermin. Ia yang biasanya berpakaian modis dan feminim harus rela merubah penampilan seratus delapan puluh derajat demi rencana ini.

Ia masuk ke dalam mobil yang diparkirkan di halaman depan, lalu melaju membelah jalanan menuju bandara yang sudah beroperasi selama delapan tahun belakangan.

Sudah sekitar setengah jam sejak keberangkatan Masli, aku masih belum menerima pesan apapun darinya.

Sementara aku sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kepulangan suamiku nanti. Aku akan bersikap seperti biasa. Menyiapkan menu kesukaannya dan menyambutnya dengan senyuman termanis.

Sesaat kemudian, aku menerima sebuah chat dari Masli. Ia mengirimkan sebuah video yang tentunya berisi rekaman suamiku bersama seorang wanita yang kuduga adalah bernama Renita sedang keluar dari pintu kedatangan bandara. Butuh seribu kekuatan sebelum memutar isi rekaman yang akan membuat hatiku kembali berdarah-darah.

Tampak mereka sedang berjalan beriringan dan wanita itu merangkul lengan suamiku, sementara mas Adnan membawa sebuah koper besar berwarna pink yang kuyakini milik selingkuhannya itu. Wanita berpakaian serba hitam itu tampak tertawa bahagia, sayangnya aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karna ia memakai kacamata berlensa besar. Namun, perkiraanku umurnya tidak jauh berbeda denganku.

[Ikuti mereka, li.]

Aku mengirimkan chat kepada Masli lalu menghapus video tersebut setelah memindahkannya ke folder rahasia di gawaiku. Video ini akan sangat berguna untukku nanti.

Kali ini tak ada lagi air yang keluar dari mataku. Aku tak sedih tapi tak pula cemburu. Rasa kecewa sudah meliputi seluruh hatiku hingga tak dapat membuatku menangis lagi. Hanya ada amarah dan dendam yang harus kutahan agar mampu melanjutkan rencanaku berikutnya.

“Maaf, Ra. Aku kehilangan jejak mereka.” Masli berucap melalui panggilan video whatssApp, menunjukkan keberadaanya di dalam mobil.

“Kok, bisa?” tanyaku. Tampak suasana jalanan yang padat.

“Jalanan macet, Ra.Tadi taksi yang mereka naiki menuju jalan ke rumahmu. Apa mungkin Adnan akan membawa wanita itu tinggal serumah denganmu? Udah ya nanti aku hubungi lagi, aku akan berusaha mencari taksi itu karna aku ingat nomor platnya.”

Masli berucap tanpa dapat kusela, lalu mengakhiri panggilan video tersebut.

Apa benar mas Adnan akan membawa wanita itu ke sini dan memperkenalkannya sebagai maduku? Berani sekali lelaki itu.

Tidak, aku tidak sudi jika harus tinggal satu atap dengan wanita perebut suamiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status