Story Wa Istriku bag 44.
**
PoV Syahdan.
"Vika, sayang," Boy datang dengan bunga ditangannya. Dia kemudian memberikannya pada Vika namun wanita itu malah membuang muka.
"Vika, ini buat mu sebagai ucapan permintaan maaf ku," seru Boy duduk didekat Vika.
"Kamu yang ngatur ini, Syahdan!" Vika melirikku tak terima. Aku diam sebentar karena air wajah Vika berubah tak senang.
"Boy, kepikiran kamu terus, Vik. Pagi, siang, sore dan malam. Yang ada di hati nya cuma kamu," ucapku membela kekasihnya agar Vika mau memaafkan Boy dan bersama dengannya lagi.
"Udah aku bilang sama kamu, Boy. Kalau aku gak bisa menerima kamu. Kamu masih bocah dan pemuas tante-tante. Aku malu punya pasangan kayak kamu apalagi dijadikan suami. Lebih baik anak ini pergi saja selamanya," ucap Vika ketus, Boy mencebik pada Vika namun dia menghembuskan napas panjang berusaha agar Vika tak emosi.
"Vika, menggugurkan kandungan adalah perbuatan dosa dan melanggar hukum.
Story Wa Istriku bag 50.**PoV Syahdan."Nay, kita diundang di acara pernikahan boy dan Vika. Kita datang ya?" Ucapku pada Naya, dia hanya tersenyum samar."Aku malas, Mas.""Kenapa? Aku tak bisa datang sendiri dan aku mau datang bersama kamu," ucapku dengan lembut ke istriku seperti sebuah permohonan."Nanti dia melihatku tak senang. Dia itu masih menginginkanmu!""Tidak mungkin. Lihatlah bocah suaminya itu. Sangat mencintai Vika dan orang tuanya juga memaksa menikahkan mereka.""Kenapa kita harus datang kesana!" ucapnya ketus. Aku hanya tersenyum melihat wajah cemberutnya."Kita kan diundang, Nay. Jadi sebaiknya lita datang. Kita tunjukkan juga sama Vika kalau kita itu pasangan yang harmonis,""Ya sudah baiklah. Aku ikut!" ujarnya mengalah."Terima kasih, sayang." ucapku. Naya mengulas senyum. Lama kami saling menatap. Tiba-tiba aura saling menginginkan berubah. Ku dekatkan wajahku ke Naya dan dia sepertinya
Story Wa Istriku bag 49.**"Ana diterima, Mi." kudengar suara Ana yang bahagia. Bahagia kenapa?"Ustaz Fikri menerima Ana!" Lanjutnya."Assalamualaikum," aku bersuara. Suamiku melirikku dengan senyuman."Abi, Nenek ...." Ahmad berlari ke arah Mas Syahdan yang berbaring sementara kedua asisten dan Baby sitter menunggu di luar."Sini, sayang!" kata Mas Syahdan menyuruhku duduk dekat dengannya. Aku duduk di dekatnya."Maaf ikutan nimbrung. Siapa yang menerima Ana," kataku penasaran."Ustaz Fikri, Kak Naya. Alhamdulillah dia bersedia menjadi suami Ana," lanjut adik iparku dengan wajah sumringah berseri. Aku tersenyum sembari memberi ucapan selamat."Alhamdulillah, Ana. Selamat semoga acara lancar dan disegerakan pernikahannya," ucapku, walau aku tahu Ana baru saja lulus, mungkin tak ada niat melanjutkan pendidikannya."Terima kasih, Kak Naya.""Hmm .... Ana sudah mantap, K
Story Wa Istriku bag 48.**POV Author.Naya keluar dari ruang privat Syahdan. Membiarkan sang suami beristirahat agar kondisi nya lekas pulih. Rasa bahagia terasa nyata, apalagi Naya memegang pipinya yang memerah akibat ucapan cinta barusan yang dikatakannya. Memalukan, padahal sudah suami istri namun bila mengucapkan kata itu rasanya agak aneh juga."Naya!" suara itu membuat Naya berpaling melihat siapa yang memanggilnya."Mama, Ummi dan Ana!" seru Naya melihat kedatangan orang tuanya. Mama langsung menghambur memeluk Naya, bergantian Ummi dan Ana."Maafkan kami karena sudah membuat Mama, Ummi dan Ana jadi repot menyusul kesini," ucap Naya, pasti mereka lelah belum lagi akan mengalami jetleg."Tak apa, Nay. Bagaimana kabar Syahdan. Ummi mau berjumpa!" seru Ummi."Mas Syahdan sedang istirahat supaya kondisinya cepat pulih. Operasi di perut berjalan lancar. Kita sama-sama berdoa semoga Mas Syahdan lekas pulih, Mi." ucap Naya pada
Story Wa Istriku bag 47.**PoV Naya."Papa!" seruku saat melihat Papa berjalan dengan langkah cepat menghampiriku."Bagaimana Syahdan, Nay?" tanya Papa dengan raut wajah cemas. Aku memeluknya dengan netra yang basah."Sedang di tangani dokter, Pa!" Papa mengelus lenganku memberikan aku kekuatan dengan sentuhannya."Sabar, dear. Kamu banyakin doanya. Semoga Syahdan lekas sembuh,""Dimana Ahmad, Pa?" tanyaku ke Papa sambil mengurai pelukan kami,"Dia di rumah dan aman walau tadi mengamuk minta ikut. Tetapi sebaiknya dia di rumah saja dulu bersama asisten dan perawatnya," ucap Papa."Terima kasih, Pa." Papa mengangguk kan kepalanya, aku mendesah sambil mengelap kasar mataku. Dari tadi yang kulakukan hanya menangis.Cukup lama kami menunggu. Hingga akhirnya dokter keluar. Secara cepat kami mendatangi dokter itu."Wie ist der Zustand meines Kindes, Doktor?"(Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?) Papa berbica
Story Wa Istriku bag 46.**PoV Naya.Mama menghubungi melalui panggilan video, aku tersenyum sekaligus memandang Papa."Mau kah Papa berbicara pada Mama?" tanyaku padanya,"Papa malu, karena meninggalkan mamamu, dia pasti marah sama Papa," lirih Papa menarik napas panjang."Mama gak marah lagi karena Mama merasa ini sudah takdir, Mama menunggu, Pa!" ujarku dengan lembut. Dia akhirnya mengangguk. Ku tekan tombol terhubung."Assalamualaikum," ucap Mama di seberang panggilan."Waalaikum salam,""Naya, sudah ketemu sama Papa, nak?""Alhamdulillah, Ma. Sudah,""Bagaimana kabar Papa, nak?""Mama bicara sendiri ya," kataku, kulihat wajah mamaku pias. Aku tahu, dia sampai detik ini masih mencintai Papa, walau dia bilang tidak cinta lagi namun, Mama gak bisa membohongi aku. Alasan Mama tak mau menikah lagi juga cukup klise, Mama takut dikhianati dan sakit hati lagi sehingga Mama memilih sendiri sampai detik in
Story Wa Istriku bag 45.**PoV Naya."Guten tag." Mas Syahdan memanggil. Kami menunggu di luar rumah sederhana namun berdesain klasik itu. Udara dingin menusuk tulang ku, masih musim gugur namun dinginnya eropa sudah terasa, mungkin akan lebih dingin lagi bila masuk winter. Suamiku membetulkan jaket yang kupakai. Mas Syahdan sekarang berubah jadi suami perhatian dan terkadang genit. Tetapi aku menyukainya. Sudah lama sekali aku ingin dia perhatian padaku.Kami menunggu diluar beberapa saat kemudian keluar pria paruh baya dengan jaket dan topi. Dia menatap kami dengan kerutan di dahinya. Tubuhku bergetar melihat wajah papaku, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir kali aku melihatnya saat usiaku tujuh belas tahun. Mama berpisah dengannya saat aku masih remaja. Bahkan, dia tak datang ke pesta pernikahanku. Alasannya dia sakit dan mendoakan yang terbaik buatku.Aku adalah anak yang tumbuh tanpa Papa saat aku beranjak dewasa. Kasih sayan