Home / Romansa / Story WA Istriku / 6. Pura-Pura Bahagia

Share

6. Pura-Pura Bahagia

Author: AirinNash
last update Last Updated: 2021-12-09 20:14:01

Story W* Istriku bag 6

**

PoV Syahdan.

"Abi." Suara puteraku membuatku terkejut. Dia menatapku lama dengan penuh kerinduan. Ah, sudah lama rasanya aku dan Naya tidak jalan berdua. 

Kami jalan berdua hanya sebagai sebuah citra semata. Terakhir dua bulan yang lalu aku dan Naya berjalan bersama putera kami saat opening Resto jepang milik Mama mertuaku. Selebihnya tidak pernah. 

"Ahmad," kataku memeluk puteraku itu, dia sedikit ragu namun aku berusaha mendekatinya. 

"Sini, Nak," ucapku padanya dengan ragu dia mendekat dan aku segera menggendongnya.

Naya dan Lala juga terkaget dengan kedatanganku. Terutama Lala yang sempat memberi saran yang tidak baik membuat wajahnya terasa tak enak.

"Eh, udah lama disana Mas Syahdan," katanya kikuk padaku.

Aku hanya memasang wajah datar sementara Naya melihatku dengan tatapan benci padahal aku suaminya. Seharusnya aku yang benci padanya karena story nya yang mengesalkan itu banyak yang sinis padaku. Apalagi story nya mengarah kalau aku bukan suami yang bertanggung jawab.

Padahal Naya tahu betul kalau aku tak pernah mangkir memberinya uang yang full untuk kebutuhan rumah tangga kami ditambah asisten buat nya serta baby sitter buat Ahmad dan lagi pembantu di rumah untuk mengurus segalanya.

Dia tinggal ongkang-ongkang kaki saja banyak tingkah. Apa lagi yang dia mau dariku jikapun semua sudah kuberikan. Aku mendengkus kesal padanya melihat dia sebagai istri tidak bersyukur. 

"Ahmad, sini Nak," ajak Naya. Dengan gesit Ahmad minta turun dariku. Putera semata wayang ku itu mendekati Naya. 

"Naya, apa-apaan kamu ini. Bukankah dia anakku juga!" kataku kesal padanya, dia berupaya menjauhkan aku dari Ahmad. 

"Ngapain kamu kesini?" sahutnya ketus. 

"Ummi suruh aku menjemputmu disini,  penyakit Abi sudah high risk, bisa saja naik lagi dan tambah parah. Sebaiknya kita sekeluarga kesana buat memberi dukungan padanya. Melihat kita berkumpul akan membuatnya bahagia," ujarku memberitahu maksudku kesini. 

"Maaf aku gak bisa," sahut Naya enteng. Aku merasa meledak mendengar ucapannya. Naya memanggil Asih baby sitter Ahmad. Asih mengajak anakku untuk bermain ketempat lain. Mungkin Naya tak ingin anakku mendengarkan pertengkaran ku dan dirinya.

"Naya, kamu itu istri gak bersyukur sama sekali. Apa yang kamu mau, Ha! Tidak bisakah kamu melakukan hal yang baik buat Abi?!" 

"Hal baik apa maksudmu? apa pernah kamu melakukan hal baik untukku? Untuk Ahmad? Kamu hanya mikirin dirimu sendiri dan kamu seperti anak kecil!" balasnya dengan sengit. Lala merasa tak enak hati disana mendengar pertengkaran kami. 

"Nay, aku balik dulu nanti kita ketemu lagi. Jaga diri ya," ujarnya beranjak pergi. Dia bahkan ragu melihatku. Setelah kepergian Lala wajah Naya semakin ketus saja. 

"Anak kecil? kamu yang kekanakan. Mengapa kamu harus meng-upload sesuatu yang tidak penting? Itu bisa mengganggu reputasi ku!" Aku memandang Naya sengit.

Aku sangat kesal dengan story-story yang dia upload dan dijadikan konsumsi banyak orang. 

"Tidak penting darimana? Mereka semua bertanya mengapa aku sebagai wanita bersuami tetapi aku bagai tak bersuami. Aku merasa miris. Hidupku miris karena aku dan Ahmad bukan prioritas mu. Padahal aku melayani mu dengan baik.

Aku butuh suami, namun suamiku lebih memilih melakukan hal-hal yang tak penting. Sama sekali tak penting. Kamu tahu, hatiku sakit kala aku harus tahu kamu membagi diri dengan wanita lain." Naya berkata menggebu mengungkit lagi kesalahanku.

Selalu dia melihat salahku, apakah dia tak pernah melihat kebaikanku. 

"Naya, mengapa kamu selalu melihat kesalahan dan kekuranganku. Padahal kamu pun juga punya salah dan kurang. Mengapa kau selalu mengungkit masa lalu. Bukankah itu hanya kekhilafan, aku sudah minta maaf. Andai kamu tahu saat itu aku dijebak."

Aku membela diriku dihadapannya. Masalah dulu selalu dijadikannya senjata untuk menyerang ku.

"Aku mau bertanya padamu. Apa salah dan kurang ku padamu sebagai istri dan Ibu dari Ahmad? Apakah jika aku yang melakukan kesalahan fatal padamu kau akan memaafkan ku, Mas. Terlalu banyak sakit yang kau torehkan untuk hatiku." 

Aku mencebik kesal padanya. Namun melihat wajah muramnya sesaat otakku ku ajak berpikir. Apakah salah dan kurang Naya selama ini? Sama sekali tak ada, bahkan dia wanita mandiri walaupun aku memberikan segalanya untuknya. Dia hanya menggunakannya seadanya.

Karena Naya juga bekerja dan dia punya brand hijab sendiri serta brand tas sendiri. Kekurangannya hanya satu, Naya tak memberikan kebebasan padaku, mengungkit masa lalu dan istri tak bersyukur. 

"Kau hanya istri tak bersyukur Naya!" 

"Mas, boleh aku ingatkan padamu perkataanmu padaku saat kamu merayuku agar di malam pertama aku meyerahkan diriku ke kamu. Kamu bilang kamu akan memperlakukan ku bagai ratu, aku akan menjadi satu-satunya wanita mu yang kamu sentuh, kamu akan mengajakku meraih ridha Allah dan kamu akan mengajariku agama.

Kamu akan jadi pemimpin yang baik untukku. Apa kenyataannya. Kamu berdusta padaku, sekarang apa salahnya aku sebut kamu pembohong." Naya kembali mengenang masa lalu yang hampir enam tahun yang lalu dimana aku berkata padanya sebagai pengantinku.

Perkataan yang manis untuk merayunya dan sampai sekarang dia masih mengingatnya. 

"Itu hanya masa lalu, Naya. Dan orang hidup itu berubah-ubah." 

"Aku tak sangka kau lupa dengan janjimu, walau itu masa lalu namun aku anggap itu perkataan manis suami yang sayang ke istrinya. Tetapi semua palsu dan kamu membohongiku. Mas, aku merasa sakit.

Aku akan akhiri ini. Mama juga sudah setuju dengan keputusanku.

Aku akan layangkan ke Pengadilan agama. Berpisah menyakitkan namun harus demi kebaikan." Kata Naya dengan suara bergetar.

Aku tahu dia merasa sesak karena menyimpan batu berukuran besar dalam dirinya dan dia semburkan batu itu padaku saat ini untuk menyerang ku. 

"Cukup omong kosong itu. Aku juga tersiksa selama bertahun-tahun. Aku tersiksa karena sesungguhnya tak ada cinta di hatiku. Aku berusaha terbaik untukmu namun kamu hanya melihat kekuranganku," kataku begitu saja karena aku marah padanya sehingga ku keluarkan isi hatiku. 

"Baik, mari kita akhiri ini, Mas." Naya tampak kecewa padaku.

Ku tatap wajahnya. Dia berusaha keras menahan genangan air di pelupuk mata. Apakah dia mencintaiku, sehingga dia merasa terlalu sakit seperti ini. Walau aku tak tahu rasaku ke dia seperti apa. Namun mengapa hatiku juga sakit kala dia berkata akan mengakhiri? 

"Iya kita akan akhiri ini. Namun tak sekarang, mengertilah keadaan yayasan dan kondisi Abi. Setelah semua berjalan baik kita bisa bicarakan Nay. Aku minta sama kamu jangan ada lagi perdebatan. Ummi sangat ingin kita bersama, mohon mengertilah Nay," kataku dengan suara pelan. Aku berusaha agar Naya tak marah dan menerima. 

"Jadi kita mesti hidup dalam ke pura-pura an. Selama ini semua juga hanya pura-pura," katanya dengan suara bergetar. 

"Maafkan aku, Nay. Aku mohon kita pergi ke rumah sakit bersama Ahmad. Kakeknya merindukan cucunya," ujarku lagi. Naya tak bergeming. 

**

Dengan segala cara akhirnya Naya mau juga datang ke rumah sakit. Sang Mama turut dipanggil Ummi ke rumah sakit buat melihat kondisi Abi yang semakin gawat. Dengan bujukan Mama nya akhirnya Naya mau datang kesana beserta Ahmad putera kami. 

"Naya."

Sampai disana Ummi memeluk Naya, entahlah namun Ummi berusaha keras untuk yayasan dan menjaga marwah ku sebagai pemimpin yang layak menggantikan Abi. Naya tampak datar. 

"Alhamdulillah kamu mau kesini, Nak. Kamu sudah baikan sama Syahdan kan?" tanya Ummi lembut berharap Naya mau mengerti. 

"Bagaimana kondisi Abi sekarang?" tanya Naya dengan helaan napas. Aku tahu dia terpaksa. 

"Masih drop, Nay. Ummi kedalam sebentar."

Ummi berlalu setelah berbasa basi. Naya kemudian memeluk Mama nya, Mama mertuaku. Disana Mama mertua sudah menatap tajam diri ini. 

"Syahdan, Ummi lupa kalau kamu hari ini ada jadwal seminar. Seminar ini penting sekali, kamu didapuk sebagai pemateri. Kamu dan Naya hadir ya."

Ummi keluar dari ruangan dan memberi berita yang membuatku bingung secara tiba-tiba. 

"Saya gak bisa Ummi," ujar Naya dengan wajah datar. 

"Naya, please. Ini penting sayang dan masyarakat lebih bisa mengenal kalian," pinta Ummi dengan memohon. 

"Baiklah, Mi."

Aku akhirnya mengalah karena pasti Abi juga yang menyuruh melalui Ummi. Ku lirik Naya yang masih bagaikan patung disana. Tentu diri ini dilanda kesal. Sejurus kemudian saat aku hendak menarik tangan istriku. Gawaiku bergetar berkali-kali namun ku abaikan karena dari Vika. 

Vika tak hilang akal. Dia mengirimiku pesan yang membuatku netraku membola. 

[Beib, aku mau ke rumah sakit. Aku mau jenguk Abi. Calon mertuaku]

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Story WA Istriku   50. End

    Story Wa Istriku bag 50.**PoV Syahdan."Nay, kita diundang di acara pernikahan boy dan Vika. Kita datang ya?" Ucapku pada Naya, dia hanya tersenyum samar."Aku malas, Mas.""Kenapa? Aku tak bisa datang sendiri dan aku mau datang bersama kamu," ucapku dengan lembut ke istriku seperti sebuah permohonan."Nanti dia melihatku tak senang. Dia itu masih menginginkanmu!""Tidak mungkin. Lihatlah bocah suaminya itu. Sangat mencintai Vika dan orang tuanya juga memaksa menikahkan mereka.""Kenapa kita harus datang kesana!" ucapnya ketus. Aku hanya tersenyum melihat wajah cemberutnya."Kita kan diundang, Nay. Jadi sebaiknya lita datang. Kita tunjukkan juga sama Vika kalau kita itu pasangan yang harmonis,""Ya sudah baiklah. Aku ikut!" ujarnya mengalah."Terima kasih, sayang." ucapku. Naya mengulas senyum. Lama kami saling menatap. Tiba-tiba aura saling menginginkan berubah. Ku dekatkan wajahku ke Naya dan dia sepertinya

  • Story WA Istriku   49. Berpisah Untuk Bertemu

    Story Wa Istriku bag 49.**"Ana diterima, Mi." kudengar suara Ana yang bahagia. Bahagia kenapa?"Ustaz Fikri menerima Ana!" Lanjutnya."Assalamualaikum," aku bersuara. Suamiku melirikku dengan senyuman."Abi, Nenek ...." Ahmad berlari ke arah Mas Syahdan yang berbaring sementara kedua asisten dan Baby sitter menunggu di luar."Sini, sayang!" kata Mas Syahdan menyuruhku duduk dekat dengannya. Aku duduk di dekatnya."Maaf ikutan nimbrung. Siapa yang menerima Ana," kataku penasaran."Ustaz Fikri, Kak Naya. Alhamdulillah dia bersedia menjadi suami Ana," lanjut adik iparku dengan wajah sumringah berseri. Aku tersenyum sembari memberi ucapan selamat."Alhamdulillah, Ana. Selamat semoga acara lancar dan disegerakan pernikahannya," ucapku, walau aku tahu Ana baru saja lulus, mungkin tak ada niat melanjutkan pendidikannya."Terima kasih, Kak Naya.""Hmm .... Ana sudah mantap, K

  • Story WA Istriku   48. Nostalgia

    Story Wa Istriku bag 48.**POV Author.Naya keluar dari ruang privat Syahdan. Membiarkan sang suami beristirahat agar kondisi nya lekas pulih. Rasa bahagia terasa nyata, apalagi Naya memegang pipinya yang memerah akibat ucapan cinta barusan yang dikatakannya. Memalukan, padahal sudah suami istri namun bila mengucapkan kata itu rasanya agak aneh juga."Naya!" suara itu membuat Naya berpaling melihat siapa yang memanggilnya."Mama, Ummi dan Ana!" seru Naya melihat kedatangan orang tuanya. Mama langsung menghambur memeluk Naya, bergantian Ummi dan Ana."Maafkan kami karena sudah membuat Mama, Ummi dan Ana jadi repot menyusul kesini," ucap Naya, pasti mereka lelah belum lagi akan mengalami jetleg."Tak apa, Nay. Bagaimana kabar Syahdan. Ummi mau berjumpa!" seru Ummi."Mas Syahdan sedang istirahat supaya kondisinya cepat pulih. Operasi di perut berjalan lancar. Kita sama-sama berdoa semoga Mas Syahdan lekas pulih, Mi." ucap Naya pada

  • Story WA Istriku   47. Aku Risau

    Story Wa Istriku bag 47.**PoV Naya."Papa!" seruku saat melihat Papa berjalan dengan langkah cepat menghampiriku."Bagaimana Syahdan, Nay?" tanya Papa dengan raut wajah cemas. Aku memeluknya dengan netra yang basah."Sedang di tangani dokter, Pa!" Papa mengelus lenganku memberikan aku kekuatan dengan sentuhannya."Sabar, dear. Kamu banyakin doanya. Semoga Syahdan lekas sembuh,""Dimana Ahmad, Pa?" tanyaku ke Papa sambil mengurai pelukan kami,"Dia di rumah dan aman walau tadi mengamuk minta ikut. Tetapi sebaiknya dia di rumah saja dulu bersama asisten dan perawatnya," ucap Papa."Terima kasih, Pa." Papa mengangguk kan kepalanya, aku mendesah sambil mengelap kasar mataku. Dari tadi yang kulakukan hanya menangis.Cukup lama kami menunggu. Hingga akhirnya dokter keluar. Secara cepat kami mendatangi dokter itu."Wie ist der Zustand meines Kindes, Doktor?"(Bagaimana kondisi anak saya, Dokter?) Papa berbica

  • Story WA Istriku   46. menjelajahi Berlin

    Story Wa Istriku bag 46.**PoV Naya.Mama menghubungi melalui panggilan video, aku tersenyum sekaligus memandang Papa."Mau kah Papa berbicara pada Mama?" tanyaku padanya,"Papa malu, karena meninggalkan mamamu, dia pasti marah sama Papa," lirih Papa menarik napas panjang."Mama gak marah lagi karena Mama merasa ini sudah takdir, Mama menunggu, Pa!" ujarku dengan lembut. Dia akhirnya mengangguk. Ku tekan tombol terhubung."Assalamualaikum," ucap Mama di seberang panggilan."Waalaikum salam,""Naya, sudah ketemu sama Papa, nak?""Alhamdulillah, Ma. Sudah,""Bagaimana kabar Papa, nak?""Mama bicara sendiri ya," kataku, kulihat wajah mamaku pias. Aku tahu, dia sampai detik ini masih mencintai Papa, walau dia bilang tidak cinta lagi namun, Mama gak bisa membohongi aku. Alasan Mama tak mau menikah lagi juga cukup klise, Mama takut dikhianati dan sakit hati lagi sehingga Mama memilih sendiri sampai detik in

  • Story WA Istriku   45. Berjumpa Papa

    Story Wa Istriku bag 45.**PoV Naya."Guten tag." Mas Syahdan memanggil. Kami menunggu di luar rumah sederhana namun berdesain klasik itu. Udara dingin menusuk tulang ku, masih musim gugur namun dinginnya eropa sudah terasa, mungkin akan lebih dingin lagi bila masuk winter. Suamiku membetulkan jaket yang kupakai. Mas Syahdan sekarang berubah jadi suami perhatian dan terkadang genit. Tetapi aku menyukainya. Sudah lama sekali aku ingin dia perhatian padaku.Kami menunggu diluar beberapa saat kemudian keluar pria paruh baya dengan jaket dan topi. Dia menatap kami dengan kerutan di dahinya. Tubuhku bergetar melihat wajah papaku, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. Terakhir kali aku melihatnya saat usiaku tujuh belas tahun. Mama berpisah dengannya saat aku masih remaja. Bahkan, dia tak datang ke pesta pernikahanku. Alasannya dia sakit dan mendoakan yang terbaik buatku.Aku adalah anak yang tumbuh tanpa Papa saat aku beranjak dewasa. Kasih sayan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status