Berhubung acara ulang tahun jurusannya malam, Fatih sengaja memintaku berangkat bersama dengannya. Tentu juga dengan banyak sekali drama. Pasalnya aku sudah tampil cantik dengan kemeja malah diminta berganti dengan batik. Dengan catatan baju batik yang ku pakai memiliki motif menyatu dengannya.
"Pak ini mau ke acara jurusan ngga papa pakai baju sama? Saya ganti baju aja ya,"ucapku membuatnya menahan tangan ku terus bertingkah. "Ay coba kasih paham kakak iparmu,"ucap Fatih. "Kak Rafsya pakai baju itu aja ngga papa. Lagian kalo warna batik sama kan bisa jadi karena memang motif dari toko berbeda kan. Jadi ngga usah ragu lah kak. Kapan lagi tampil match bareng,"ucap Amayra satu frekuensi dengan Fatih.
"Ya sudah aku ngalah. Pak saya turun sini saja,"ucapku melihat Airin dan Hilda yang sudah tampak lelah menunggu ku tiba. "Ngga kejauhan?,"tanya Fatih ku gelengkan. Baru saja turun langsung kena ledekan dua makhluk di dep
“Sudah puas jalan sama abdi negara,”tanya Fatih dingin begitu kami masih terkekeh berdua sembari memasuki rumah. “Apaan sih Kak? Daripada kakak yang sudah keburu buta,”ucap Amayra tanpa tedeng aling-aling. “Buta tapi masih tau batasan,”ucap Fatih menatapku tajam membuatku devil sides yang tadinya sudah hampir bersemayam bangkit. “Oh,”ucapku sinis sontak turut membuat Amayra berbalik memandang ku.“Berani melawan Rafsya?,”tanya Fatih menusuk. “Melawan? Cih,”ucapku masih kekeuh. “Ikut saya,”ucap Fatih menarik tangan ku kencang namun tak berhasil membuat ku bergerak. “Aku memang cewek tapi ngga lemah,”ucapku melepaskan genggaman Fatih yang membuat pergelangan ku memerah hingga tulang ku tampak. “Kak Rafsya kayaknya capek deh ini,”ucap Amayra merangkul ku melewati Fatih.“Ngga usah dibawa masuk Ay. Dia lebih suka dengan abdi negara i
Lantunan ayat Al Qur'an yang terlantun dari bibirku memenuhi ruangan seperti biasa saat sepertiga malam ku tunaikan sholat hingga usai sholat Subuh. "Le kamu hari ini ngga ke kampus?,"tanya Asmitha ku gelengkan. "Ke kampus sebentar Bu. Ada yang mau konsultasi"ucapku sembari mencium punggung tangannya."Ibu mau gantian jaga?,"tanyaku di gelengkan membuatku bergegas keluar dari mushola rumah sakit. "Nanti kalo kamu ke kampus aja Ibu ke sini. Sudah makan?,"tanya Asmitha ku gelengkan. "Tadi sudah minum air Bu. Fatih mau puasa aja,"ucapku. "Rafsya tadi malam aman aja kan?,"tanya Asmitha ku angguki. "Tadi Ibu masuk. Tapi bukan Ibu yang dicari. Tapi kamu Le,"ucap Asmitha."Kekecewaan kami cuma satu. Kenapa kamu ngga bisa menahan emosi ke putri kami? Sejauh ini aku selalu tenang. Karena aku tau putriku dengan orang yang baik. Hanya saja emosi dan cemburu itu bukan hal yang baik untuk dikembangbiak kan. Nanti kalau kamu dirumah Ibu, perlahan belaja
Bunyi monitor yang kian stabil membuatku termangu. Semua alat penunjang kehidupan Rafsya sudah terlepas pertanda sebentar lagi dirinya akan segera sadar. Setelah seminggu lebih Rafsya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, akhirnya dia menunjukkan perubahan yang baik. Semua pihak sudah siap menyaksikan akhirnya akan segera terlepas ikatan pernikahan ku dengan Rafsya. Perlahan tangan ku, segera menyentuh keningnya mengusapnya lembut."Kak,"tahan Amayra melihatku berdiri. "Biarkan kakak jadi pria yang bertanggung jawab dengan kata-kata Ay,"ucapku berdiri di dekat kepala Rafsya. Bunga yang biasanya akan ku bawakan tidak turut terbawa masuk. Apalagi tau Rafsya sebentar lagi akan siuman. Usai mencium lembut keningnya bibirku mulai merapalkan kalimat paling sakral dalam hidup yang tak pernah terbayang sebelumnya."Saya. Fatih Abqary Hafla bin Himawan Abdullah Hafla pada hari dan jam ini menjatuhkan talak satu pada Rafsya Anitya Sagara binti
Pagi buta bunyi ketukan teratur terdengar dari pintu langsung disambut Himawan. “Waduh Kapten Arian tepat waktu sekali ya,”ucap Himawan. “Yah kalo ngga tepat waktu ngga mungkin dinaikkan pangkatnya jadi Kapten,”ucapku mengambil hormat pada Arian sebelum menyalami Himawan.“Bisa aja kamu Sya. Pak saya izin undur diri mengantar Dek Rafsya,”ucap Arian menyalami Himawan. “Siap Kapten,”ucap Himawan membuatku terkekeh geli. “Ayo sweet girl. Hari ini karena aku mau ke kampus ngantar kamu dan itu macet kalo bawa mobil makanya aku bawa motor ini aja,”ucap Arian menunjukkan motor apa ya lupa aku namanya.Yang jelas biasanya di pakai naik gunung. “Asik naik motor,”ucapku semangat. “Nah maaf ya Bos KPC. Ngga bisa pakai mobil pasti nanti panas,”ucap Arian melajukan motornya. “Ngga gitu ish,”ucapku sebal. “Oke oke. Berarti sudah sembuh dari mukanya,&rdquo
"Permisi,”ucap seorang laki-laki dengan jaket bertuliskan Akademi militer mengetuk kaca bening klinik kesehatan kampus. “Sok kayak Yoo Si Jin ya Mas,”tanyaku melihatnya memakai topi dan kacamata hitam.“Salah terus Dek. Kamu sakit?,”tanya Arian. “Ngga. Tuh Syarifah,”ucapku menunjuk dengan mata. “Ini nah yang dicari sama komandan. Sudah lama aku cari info kemana dia pergi,”ucap Arian membuatku terlonjak bersama Nadine.“Ngga bercanda please,”ucapku. “Iya nah. Kok bisa dicari komandan mu?,”tanya Nadine. “Bentar aku hubungi Ashley sama komandan ku dulu,”ucapku ngga paham. “Kamu ngga tau Din?,”tanyaku. “Heh mentang-mentang aku temen kuliah nya bukan juga aku tau sampai sekarang.Masih waras aku,”ucap Nadine membuatku tergelak. “Dia ini siapa sih Mas,”tanyaku tak tahan lagi seusai dirinya selesai
Musik dari Spotify yang terputar hanya membuat ku termangu melihat pemandangan indah di balik jendela. Mata ku yang membengkak hanya bertambah parah saja. Bukankah aku seharusnya sudah siap dengan kondisi ini?Kamu memang ngga pantas untuk seorang Fatih yang begitu idaman. Tapi pedihnya andai dari awal nikah aku di cuekin mungkin aku ngga akan sampai yakin hubungan ku berhasil. Harusnya harusnya. Hanya kata itu yang terlintas di benak ku setiap hari. Untuk apa juga dia disini, katanya di rumah Bapak. Dengan begini setiap hari akan selalu di isi dengan Fatih dan Fatih saja."Apa yang kamu sedihkan?,"tanya Fatih saat melihatku membawa sebelah sendok di mata. "Mata panda khas mahasiswa pak,"ucapku jelas berbohong. Siapa yang ngga akan menangis jika saja kalian di beri tau alasan suami kalian masih belum bisa lepas dari masa lalu nya? "Arian menyakiti mu?,"tanya Fatih membuatku tambah muak."Arian saja terus,"ucapku berlalu me
"Saya rasa kami memang ngga punya hak atas masalah internal kalian. Hanya saja kalian juga bagian dari jurusan. Dengan meninggalkan tanpa kalimat lain bisa jadi hanya sebuah miss komunikasi.Makanya kita perlu diskusikan,”ucap Kiran mendudukkan ku tepat di depan Fatih yang menatapku enggan. “Bisa dimulai dari Pak Fatih dulu mungkin,”ucap Nadia. “Bu Nadia saya rasa Anda terlalu memojokkan saya dalam setiap situasi yang menyangkut Rafsya.Baik itu menikahinya maupun hari setelah saya urus perceraian denganya,”ucap Fatih membuatku tercenung. Apa benar dia memang sebenci itu dengan ku?. “Tunggu. Harap jangan ada emosi dulu disini,”ucap Kiran menengahi. “Bu saya boleh bertanya,”tanyaku mengangkat tangan di angguki.“Bapak nikahi saya atas dasar tanggung jawab karena paksaan atau ikhlas,”tanyaku takut-takut begitu tau faktan
Fatih POVBukti yang terdengar nyata terlantun begitu saja dari bibirnya. "Terimakasih Pak Bu. Saya izin undur diri,"ucapku menutup pintu ruangan ku sembari mengusap wajahku kasar. Rasanya lega membuat Rafsya benar-benar membenci ku. Hanya saja semua fakta itu hanya semakin membuatku tidak tau apa gunanya diriku sebagai suami. Bahkan melindungi seorang gadis saja tidak mampu ku lakukan.Catatan sebanyak itu di usia nya yang masih belia tidak bisa ku bayangkan betapa jatuhnya mentalnya dan bodohnya aku malah menambah bukan mengurangi. "Pak,"ucap Lewis mengetuk pintu pelan membuatku mendongak. Tepukan di pundak cukup sebagai apa yang ingin dirinya katakan. "Bagaimana rasanya Pak? Mungkin berat sekali.Tapi apa bapak memang sebelumnya nggak pernah bertanya masa lalu Rafsya?,"tanya Lewis ku gelengkan pelan. "Saya memang terlalu lalai Pak,"ucapku tersenyum lega sekaligus berat. Akhirnya gadis itu akan