Share

Bab 6 : Ngampus bareng

“Larutan NaCl 0.02M terlebih dahulu dilakukan standarisasi,”ucapku bolak-balik sepanjang kamar, sementara Fatih sibuk dengan laptop nya. “Bukan 0,02 Sya. 0,002 M. Tidurlah saya ngga menerima telat bangun,”ucap Fatih mengemasi bukunya. “Tapi kalo saya ngga bisa dikeluarkan. Gimana sih Pak,”ucapku berdecak mendapat tatapan aneh nya. “Sudah cukup. Cepat tidur,”ucap Fatih membuat ku ikut bergegas ke atas ranjang setelah tak lama kemudian lampu dimatikan.

“Erlenmeyer, buret, corong pisah, labu ukur,”ucapku bergumam sembari menatap ke langit-langit kamar yang dihiasi temaram lampu. “Rafsya Anitya. Mau tidur sendiri atau saya tidurkan,”gumam Fatih menatapku lekat. “Rafsya tidur,”ucapku memundurkan diri malah ditarik mendekat. “Mau jatuh dari ranjang? Ayolah Rafsya kamu bukan anak kecil yang susah disuruh tidur kan. Sekali lagi kamu bergumam atau bertingkah lagi, saya pastikan kamu akan sangat menyesal,”ucap Fatih membuat ku menenggelamkan seluruh kepala ku ke dalam selimut.

Di saat mata ku mulai tertutup baru ku sadari sesuatu. Rafsya Anitya sebagai seorang gadis baik hati dan tidak sombong bagaimana kau bisa tampak biasa saja sedangkan kamu berada satu ranjang dengan pria normal. Right pria normal bukan yang berani mengambil first kiss nya. “IBU, RAFSYA TAKUTTT,”ucapku berteriak sembari terlonjak dari selimut membuat ku jatuh ke lantai bersama dengan Fatih yang juga terlilit dalam selimut yang sama.

“Rafsya Anitya jangan salahkan saya kali ini,”ucap Fatih dengan rahang mengeras membuat ku dengan cepat berlari ke kamar tamu. “Amayra,”panggilku was-was sembari mengetuk keras pintu kamar nya. “Hey hey mau kemana di tengah malam begini Rafsya. Ayo kembali tidur,”ajak Fatih ku gelengkan. “Rafsya besok praktikum. Ayo kemarilah,”ucap Fatih mengangsurkan tangan nya.

“Tapi Pak. Itu,”ucapku menggeleng keras. “Saya ngga akan ambil apa yang kamu maksud sekarang. Cukup?,”tanya Fatih ku angguki. Perlahan ku taruh tangan ku di atas uluran tangan nya dan di tuntun kembali ke kamar. "Sini guling nya ku taruh di tengah,"ucap Fatih membuat ku mengangguk. "Sekarang naik,"ucap Fatih membuat ku patuh sementara lampu kembali di matikan. "Kamu masih mau pakai hijab?

Sedangkan saya aja sudah liat kamu dengan berbagai model hari ini?,"tanya Fatih membuat ku menarik pelan hijab ku dan kembali berbaring. "Sekarang tidur,"ucap Fatih ku angguki. “Pak,”ucapku saat suasana mulai tenang. “Panggilan macam apa itu. Saya bukan bapak kamu kecuali kamu mau jadi ibu dari anak anak saya,”ucap Fatih dengan mata terpejam menggenggam tangan ku membuat ku merona.

Asem di godain lagi. “Bapak kan dosen saya jadi lebih baik panggil nya pak,”ucapku.

“Terserah,”ucap Fatih. “Pak saya berdosa

kan kalo ngga kasih hak mu kan. Aku juga ngga pernah bener jadi istri. Dodol kali kau Sya,”ucapku mengetuk jidat ku. Bukannya menjawab, Fatih malah lebih memilih menjadikan ku guling sembari memindahkan guling dari posisi nya. “Dengan begini kamu sudah menyicil hak mu kan. Sekarang tidur. Jangan ngomong lagi,”ucap Fatih mendekap ku membuat nafas ku tercekat.

ومهما كان مهما صار انت حبيبتى انت

Di usapnya kepala sembari bibir nya bergumam nasyid sama seperti kemarin dia mengusap kepala ku pelan. Apa lelaki ku hanya akan romantis saat malam hari saja? "Pak ngga takut saya baper,"tanya ku mendongak. "Ngga. Saya justru yang takut saat kamu terbawa rasa tapi saya masih ragu dengan semua itu,"ucap Fatih. "Ya bapak mah aku di gantung kalo gitu mah,"ucapku ngga terima.

"Memangnya kamu yakin kasih hati kamu untuk pria tua seperti saya,"tanya Fatih. "Biar tua tetap saja suami mau gimana pun saya tetap milih bapak. Jujur saya baper kalo bapak mau tau. Cuma saya takut semua itu bertepuk sebelah tangan,"ucapku jujur. "Saya belum bisa Rafsya,"ucap Fatih.

Ku lingkarkan tangan mendekati nya tanpa ragu. "Saya tau bapak masih memikirkan gadis lain dan saya ngga masalah. Asalkan bapak selalu makan apa yang saya masak kan untuk Anda. Jangan pernah menolak semua pelayanan yang saya lakukan meskipun banyak salah.

Dengan begitu aku setidaknya punya harapan meskipun palsu,"ucapku menitik air mata. Aku tau, ngga mungkin laki-laki se perfect Fatih ngga punya wanita idaman. Dengan bertanggung jawab, dia ingin berusaha melupakan orang yang selalu di impikan demi diri ku. Aku ngga berhak sebenarnya tapi kehidupan menyeret ku kemari.

Ku rasakan tubuh ku semakin di dekap. "Maafkan saya,"ucap Fatih menambah lelehan air mata ku semakin menguat. "Saya ngga bermasalah. Its okey hanya satu aja. Setidaknya bapak menerima semua yang saya lakukan untuk Anda. Sudah menepati kebahagiaan yang di maksud saat prosesi akad,"ucapku membenamkan kepala ku di dada bidang nya.

"Sekali lagi maafkan saya. Belum bisa tanggung jawab dengan benar,"ucap Fatih mengecup kening ku. "Belum lebaran Pak,"ucapku cengengesan membuatnya mencubit hidungku pelan. "Kebiasaan Sya,"ucap Fatih terkekeh geli. Baru dua hari menikah jelas berbeda rasa insom sendiri dengan ditemani.

"Bapak tidur aja gin. Saya insomnia, nanti tidur dengan sendirinya,"ucapku. "Besok kamu praktikum Rafsya. Nanti kesiangan, mending sekarang tidur ya,"ucap Fatih sabar seolah tengah menidurkan seorang anak kecil usia 6 tahun. Dengan tubuh yang sudah kayak cicak mati menempel di tubuhnya, Fatih mengusap kepala ku lembut kali ini bibirnya tak henti melantunkan nasyid yang sama hingga mataku terpejam.

-&-

Udara yang semakin dingin membuat kedua mataku terbuka. Hangat..

Ehh sepanjang malam aku di peluk Fatih? Ku tatap lama wajahnya yang nyaman dalam tidurnya seksama. "Mas suami ganteng banget kalo lagi diem,"ucapku sebelum beranjak turun untuk bersiap menyiapkan sarapan. "Rafsya jangan sibuk buat sarapan,"gumam Fatih membuatku urung dan kembali melihatnya tertidur pulas.

"Masih malam Rafsya. Kembali tidur,"ucap Fatih bergumam. Iya sih masih jam setengah 2. Mau ngga mau aku kembali masuk ke dalam pelukan hangat nya. Gila deh kayaknya otak ku. Kenapa aku malah nyaman di pelukan nya Fatih coba. Astagfirullah sungguh memalukan aja kamu Sya.

Secara Fatih pria dewasa dan kamu hanya remaja tahap akhir. Anggap usia Fatih beda beberapa tahun dengan Bapakmu. Bayangin kenapa juga aku bisa nyaman berada di sana. "Over thinking?,"tanya Fatih menatapku. "Ngga cuma. Masa iya aku dipeluk dengan orang yang beda beberapa tahun dari orang tua ku,"ucapku.

"Karena saya suami kamu Rafsya. Kenapa badan kamu kecil sekali Rafsya,"tanya Fatih membuat ku mencebik. "Bapak mah bahas kecil lagi, ucapku. "Bukan. Pas di peluk cuma agak repot kalo mau cium kening mu dalam kondisi berdiri,"ucap Fatih. "Sama aja itu. Pak semalam sebelum tidur, Bunda mau kita ikut datang di acara aqiqah Bulik Yani.

Bisa ndak,"tanyaku. "Bisa. Tapi kamu pulang dari sana jangan over thinking sama ucapan yang ada selama di acara. Momongan memang perlu dalam hubungan tapi adakalanya kita mendekatkan diri pada Allah dan satu sama lain. Training jadi orang tau gitu,"ucap Fatih.

"Kalo itu mah saya bodo amat,"ucapku cuek merasa agak kurang nyaman dengan bahasan. "Ya sudah. Tidur nanti saya bangunin kalo sudah mau adzan Subuh,"ucap Fatih kembali mengusap kepala ku membuat cepat melompat ke alam mimpi.

-&-

“Pak kalo kita satu mobil begini ngga ketahuan?,”tanyaku. “Makanya saya parkir disini,”ucap Fatih. “Iya juga. Oke makasih Pak,”ucapku menyalami nya. “Semoga lancar,”ucap Fatih begitu mencium kening ku.

“Pagi Bu Fatih,”

Asem siapa lagi yang mergokin aku turun dari mobil Fatih. “Pagi Bu Liona,”ucapku salah tingkah kan. “Santai loh Dek ini bukan di jam mata kuliah saya. Pak Fatih sengaja parkir nya muepet paling pojok nih,”goda Liona.

‘Auh suami ku kalo baru turun begitu pesona nya ngga nahan. Ngga salah aku di siram asam sulfat,’benakku mulai meracau gila melihat Fatih keluar dengan jas lab di lengan dan tas ransel di punggung nya.

“Aduh kalo saya parkir di tengah bisa heboh mahasiswanya Bu. Dek kotak lab nya,”ucap Fatih. “Hah iya maaf maaf lupa,”ucapku mesem kecil. “Pengantin baru masih malu-malu,”ucap Liona terkekeh. “Pak Bu. Saya izin mendahului,”ucapku bergegas menjauh. Bisa kena netizen kampus kalo tau aku bareng dosen ganteng nya jurusan. “Bu Fatih kok buru-buru mau kemana,”ucap Rafael menyapa ku.

“Bu Fatih mbah mu. Sembarangan kamu El,”ucapku tenang. “Ngga usah ngelak gitu nah. Kemarin lusa, aku datang ke rumah Pak Fatih ngantar tugas. Sudah ada itu foto pernikahan. Trus pak Fatih bilang jangan cerita ke mahasiswa lain,”ucap Rafael. “Hust udah ngga usah dibahas please,”ucapku. “Tapi aku cerita ke Airin sama Hilda,”ucap Rafael membuat ku terpaku. “El kamu tau sendiri kan. Aku nikah juga bukan kemauan ku. Kamu tau aku dibawa ke rumah tanpa tau disana orang tua sudah siap.

Tinggal menunggu setuju,”ucapku menepi dari keramaian. “Tapi mereka temen mu,”ucap Rafael. “Justru itu aku ngga berani cerita,”ucapku. “Percuma juga aku ngga ngasih tau. Cepat atau lambat mereka juga tau,”ucap Rafael membuat ku menekuk wajah dan berjalan menuju lab tanpa semangat. Pantesan semalam ku chat ngga ada di balas sama sekali. Tapi aku juga ngga bisa terus terang perihal hubungan ku dengan Fatih. “Rafsya,”Panggil Airin santai seolah tidak ada yang salah.

“Maaf ya aku ngga bisa cerita langsung waktu itu,”ucapku menunduk dalam. “Weh kita awalnya  mau marah. Cuma ya kalo kita jadi kamu pasti juga sama. Its okey,”ucap Hilda. “Kalian ngga malu temenan sama aku?,”tanyaku. “Why?,”tanya Airin bingung. “Iya kan secara aku nikah dadakan. Kalian ngga takut malu temenan sama orang yang nikah dadakan kayak aku,”tanyaku. “Namanya juga takdir ngga bisa dikira-kira,”ucap Hilda.

“Kita siap tunggu kamu cerita kok,”ucap Airin memeluk ku hangat. “Kurang asem Rafael. Untung ngga dikasih ke orang lain,”ucapku. “Tenang Rafael bisa ku urus,’ucap Hilda membuat ku mengernyitkan sebelah alisku. “Ngomong-ngomong aku sudah jadian hehe,”ucap Hilda cengengesan. “Hilih dulu katanya gila leh Rafael, sekarang malah jadian,”ucapku mencibirnya. “Ehh Bu Fatih ngomongin pretest, sama asdos ngga begitu susah kata kelas sebelah,”ucap Airin. “Bu Fatih gigi mu. Baguslah. Aku semalam belajar ngga fokus sama sekali,”ucapku. “Kenapa? Oiya pasti mau romance dulu lah Rin. Manten anyar,”ucap Hilda.

“Manten anyar? Bukan woy itu karena aku kan harus jalan kesana kemari kalo belajar. Nah dia tuh fokus diam terus anteng.  Ish baru tuh hilang sudah fokus ku liat gantengnya belajar,”ucapku menutup perbincangan karena analis sudah berdiri di depan kami juga dengan beberapa asdos.  Hmm kira-kira Fatih ada asdos nya ngga ya. Ehh kocak, ini kan praktikum Pak Fatih ya jelas semuanya asisten dosen nya lah. “Rafsya Anitya Sagara,”panggil salah satu asdos. “Saya Kak,”ucapku mengangkat tangan.

“Rafsya menghadap Pak Fatih nanti beliau yang kasih pretest mu,”ucapnya membuat ku melongo. Mau ngga mau kalo sudah dibilang begitu aku harus menghadap my husband. Baru juga masuk ke ruangan dosen sudah kena hawa hawa ngga enak.

“Bu Fatih mau cari bapak ya,”ucap Nadia. “Iyalah Bu. Masa iya cari saya kan repot jadinya,”ucap Lewis. Tuh kan apa ku bilang. “Diminta asdos menghadap Pak Fatih Bu,”ucapku membuat seisi ruangan riweh.

Sembari melewati godaan para makhluk Allah berprofesi sebagai  dosen, aku akhirnya sampai ke meja nya juga. “Saya sudah denger kamu semalam jadi nilai kamu sudah masuk,”ucap Fatih. “Lah trus saya ngapain ke sini Pak,”tanyaku. “Masih ada 15 menit. Ikut saya,"ajak Fatih membuat ku manut.

"Sarapan dulu ya. Saya tadi cuma sempet buat bubur ayam saja,"ucap Fatih menunjukkan bubur ayam yang di taruh dalam sebuah tempat. "Bapak pintar masak ternyata,"ucapku. "Sudah lah. Saya lupa bawa sendok lebih. Karena kebiasaan sarapan di kampus, saya cuma punya satu sendok,"ucap Fatih.

Jadi maksudnya? Aku dan dia makan satu piring sama satu sendok?

"Buka mulut kamu Rafsya,"ucap Fatih membuat ku ragu. Aku semakin kesini semakin baper bertemu dengan manis nya perlakuan Fatih ya meskipun kami berdua juga hanya sekedar tau nama.

Tok tok

"Permisi Pak pretest sudah selesai,"ucap asdos di luar membuat ku panik. "Nanti saya temui kalian lagi,"ucap Fatih santai padahal aku jauh lebih takut 100%. "Bapak tadi sepupu bapak sudah kami minta bertemu dengan Anda. Apa sudah?,"tanya asdos.  "Sudah kok. Silahkan tinggalkan tempat 5 menit lagi saya kesana,"ucap Fatih. "Baik Pak,"ucapnya sebelum bunyi derap kaki menjauh.

"Sepupu?,"ucapku cengo. "Saya perlu menjaga identitas mu Rafsya. Sebelum nya saya sudah bilang pernah mengakui kamu sebelumnya,"ucap Fatih. "Yang di rumah sakit,"tanyaku.  "Benar dan kemana kamu yang ngga peduli saya melepas kemeja mu melihat kulit putih menawan,"ucap Fatih. "Stop pak stop. Malu saya,"ucapku bersemu.

"Saya hanya menjelaskan pernah mengakui status kamu,"ucap Fatih. "Baik Pak. Cukup cukup,"ucapku membalik tubuh sementara wajahku sudah merona. Swear kalo kalian jadi aku sudah fly over kayaknya. "Maju kan tangan mu,"ucap Fatih membuat ku mengangsurkan tangan kanan ku. Sebuah gelang dengan nama ku di tengah nya tersemat indah di tangan ku.

"Terimakasih Pak,"ucapku tersenyum lebar.  "Ku kira ngga pas. Tapi ternyata pas di tangan mu,"ucap Fatih. "Saya suka Pak. Tapi jujur saya ngga pernah terbiasa pakai perhiasan. Tapi ini saya pakai kok,"ucapku meyakinkan. "Kalo kamu ngga nyaman jangan dipaksa. Kamu menerima nya saja saya sudah senang,"ucap Fatih.

"Ngga lah Pak. Beda pemberian orang lain dengan Bapak,"ucapku. Pepet terus Sya sampai baper. "Apa bedanya?,"ucap Fatih. "Karena bapak suami saya,"ucap ku beranjak mendekati nya dan mencium singkat pipi nya. "Pak itu saya duluan,"ucap ku salah tingkah sendiri. Tingkah tingkah siapa malah salah tingkah sendiri. Memalukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status