"Sya dari bapak kah itu?,"senggol Airin begitu usai praktikum melihat gelang di tanganku. "Hmm iyalah masa iya aku beli ginian,"ucapku. "Selera bapak bagus ya,"ucap Airin. "Banget, apalagi dia suamiku,"ucapku terkekeh geli. "Cie sudah mengakui,"ledek Airin membuatku tersenyum kecil. "Setelah praktikum kali ini silahkan laporan sementara dikumpulkan paling lambat besok jam 23.59 Wita,"ucap Fatih.
"Baik Pak,"
"Kerja kelompoknya gimana ini?,"tanyaku bersama teman satu kelompok. "Iya nah. Kamu ngga ngekost lagi kan. Atau kita bagi tugas aja,"ucap Kieran. "Iya gin. Aku dasar teori,"ucapku. "Nah sisanya tinggal kami yang kerjain. List aja di grup baru kumpul di wa semuanya paling lambat besok pagi jam 8,"ucap Rafael. "Oke oke. Ya udah duluan ya,"ucap Kieran pergi lebih dulu.
Sementara diri ku tentu saja belok memutar balik sebelum masuk ruang dosen. "Weh mau kemana,"tanya Rafael melihat ku malah berbalik arah. "Biasalah,
"Rafsya,"panggil Fatih membuatku berbalik usai konsultasi dengan Lewis. Padahal sedari tadi sudah enggan mendekatinya malah dengan sengaja pria itu meminta ku berbincang. "Saya pak,"ucapku berdiri di depan nya. "Tunggu temanmu keluar dulu,"ucap Fatih membuat ku duduk dengan wajah bosan."Pak sudah keluar semua. Ngapain lagi saya disini,"ucapku. "Setelah ini ada pemeriksaan bulanan dari instansi. Kemarin sebelum nikah ngga sempet ngurus makanya kartunya baru jadi. Nanti ke sana jam setengah 2 an saja,"ucap Fatih menyerahkan sebuah kartu yang menampilkan wajahku sama seperti di kartu tanda mahasiswa. Nasib nikah masih mahasiswa."Pemeriksaan apa Pak? Saya tidak sedang sakit,"ucapku merasa sehat. "Seharusnya sebelum menikah kemarin perlu vaksin tetanus. Tapi lihat kebijakan dokternya seperti apa ya,"ucap Fatih membuat menatapnya tak percaya. Jarum suntik memang bagi semua orang rasanya tidak seberapa. Tapi bagi ku lebih baik terke
“Ada tamu kah?,”ucapku begitu melihat pintu rumah terbuka lebar. “Ya masuk kalo mau tau,”ucap Fatih memasuki rumah. Baru aja mengikuti langkah Fatih masuk, aku sudah dikagetkan dengan seorang wanita yang memeluk erat dirinya.“Ehh,”ucap Amayra terlonjak sedangkan aku hanya terpaku. Perasaan itu foto bukan pajangan loh ya. Bukan posesif hanya saja baru menyadari dia gadis yang semalam. “Syarifah saya baru pulang,”ucap Fatih membuatnya melepas pelukan nya.Tau kah kalian yang namanya Syarifah itu behh. Sungguh mempesona dan tampak cerdas seperti yang terlihat. “Ini sepupu?,”tanya Syarifah menunjukku. “Dia Rafsya istri ku. Rafsya ini Syarifah teman kuliah ku,”ucap Fatih datar duduk di sofa ruang tamu.“Istri? By kamu ngga salah kan. 7 tahun terus kamu tiba-tiba nikah gitu aja. Ouh pantes semalam kamu ngga mau aku datang ke rumah mu karena ini,&rdquo
“Totalnya Rp 250.000,”ucap mbak mbak jaga kasir. “Aku aja. meskipun bukan apa-apa buat anaknya bos KPC tapi lumayan buat jajan,”ucap Arian membuat ku tertegun. Mahardika memang melihat kemandirian setiap orang tapi juga penghasilan.Ngga salah dia mau anaknya bahagia. Sekalipun begitu, Mahardika ngga pernah menetapkan target. Ya singkat cerita itu juga yang membuat Arian segan dengan ku. “Ngga boleh begitu. Btw ngapain ke sini?Temenin cewek atau istri nih,”tanyaku keluar dari swalayan. “Aku kan masih tunggu engineer nya emas hitam,”ucap Arian membuatku terbungkam. Gimana kalo dia tau kabar pernikahan ku?“Kayaknya lepas aja deh Mas,”ucapku tersenyum kecut. “Maksudnya,”ucap Arian mengerutkan kening nya. Aku mengangkat tangan ku sebelah kanan menunjukkan cincin emas melingkar dengan mata berkaca-kaca.“Hey. Jangan sedih aku
"Nah ini nih yang cewek-cewek kalo sudah jadi istri. Boleh tersenyum boleh berdandan secantik mungkin. Dekati suami nya, jangan suka membuat murka seorang suami. Karena itu hanya membawa pada dosa saja,”ucap Pak Naufal.Ini daritadi sengaja dipojokkan ke bagian istri mulu. “Nah itu didengari Rafsya,”ucap Fatih yang melihat dari balik layar laptop nya. “Kerjaan bapak ini sungguh unik sekali,”ucapku tersenyum kecut membuatku menghela nafas sebal.“Ya Rafsya Anitya coba berikan pendapat,”Mati kenapa pula nama ku disebut di zoom. “Menurut saya Pak kedudukan suami dan istri sama atau sejajar,”ucapku berpikir keras. “Bohong bohong,”ucap Fatih dengan reseknya malah mengganggu ku. “Rafsya dengan siapa di rumah,”tanya Naufal menggoda ku. “Dengan kakak Pak,”ucapku. “Kakak ya? Sejak kapan saya dilahirkan ibu kamu,”ucap Fatih tak mau
Musik dari Spotify terus mengalir dengan pikiran ku yang juga kesana kemari. "Rafsya daripada kamu ngelamun mending tidur,"ucap Fatih membuatku menghela nafas panjang. "Pak. Ananta lucu kan,"ucapku menyebut anak Bima. "Kenapa memangnya?,"tanya Fatih membuatku menoleh sejenak. "Pak boleh tidak kita punya debay lucu gitu juga,"ucapku sontak membuat Fatih mengerem mobil nya mendadak."Kayaknya kita perlu bicara sebentar, "ucap Fatih mengajakku pergi ke sebuah Cafe yang buka sepanjang malam. Entahlah apa aku mulai aneh atau bagaimana. "Dek. Gini gini sebelum kamu minta debay kamu sudah tau belum bagaimana proses persalinan?,"tanya Fatih ku gelengkan pelan. "Liat ini salah satu contoh persalinan secara normal,"ucap Fatih menunjukkan video proses persalinan yang bertaruh nyawa belum lagi dengan robek di bagian intim membuat ku merinding sendiri."Atau caessar,"ucap Fatih menunjukkan video lain berisi operasi caessar proses kelahiran dengan p
Fatih POVSajak lagu Andmesh mengalun sepanjang jalan meskipun gadis disebelah ku matanya setengah terpejam. Entahlah, sepertinya diriku perlahan mulai peduli dengan gadis itu. Seperti ada sesuatu yang mulai membuatku ingin terus berlama-lama menghabiskan waktu bersama. Kalau saja dia tidak sakit kemarin, pasti aku juga tidak tau bagaimana manis wajahnya saat manja.Pepohonan pinus dengan rerumputan hijau yang menghiasi sepanjang jalan tampak memukau mata. Deretan motor beberapa mahasiswa ku juga sudah saling menyesuaikan untuk diparkirkan. Sesuai dengan kesepakatan, memilih menginap untuk semalam. "Permisi Pak. Mau ke resort dulu?,"tawar Rafael bersama beberapa mahasiswa menghampiri ku."Boleh. Dek saya titip Rafsya dulu ya,"ucapku menitipkan pada mahasiswi yang tengah asyik bersantai. "Siap Pak. Rafsya ngga hilang kok Pak,"ucap Kieran ku angguki sejenak. "Ada yang bisa
Hawa dingin semilir angin pesisir membuatku perlahan membuka mata. Ku raba ranjang sebelah yang telah kosong. "Saya di sini loh. Kangen ya,"ucapan itu membuatku hanya mengisyaratkan jari menyilang di depan kening ku. Enggan membuka mata, sembari asyik bergelung selimut sayup-sayup telinga ku mendengar Fatih masih asyik bersenandung.Perlahan mata ku terbuka melihat Fatih menghampiri dengan baju koko dan peci yang masih melekat rapi. "Masih jam setengah 3 Dek. Saya tadi bangunnya terlalu cepat,"ucap Fatih membuatku menggeliat pelan. "Bapak mau tidur lagi?,"tanyaku di anggukinya pelan membuatku bergeser. Baru saja kembali memejamkan mata, ku rasakan sebuah tangan melingkari pinggang."Katanya mau tidur,"tanya Fatih terkekeh geli. Biasanya aku dalam posisi sedekat mungkin dengan Fatih saat malam. Hanya saja untuk posisi seperti ini terasa janggal untuk ku. Mau berbalik pasti semakin dekat wajahnya ku lihat. Sedangkan saat membelakanginya baga
Pemandangan ranjang kotak-kotak hitam dengan rak buku yang bersusun rapi menampilkan betapa bahagianya sebelum menikah. Sebuah laporan sementara tertinggal di atas meja dengan tanda tangan Fatih di sana membuatku terkekeh pelan. Sungguh memalukan sekali rasanya aku pernah berdegup kencang setiap melihat namanya disana.Belum lagi berbagai pernak-pernik yang tertinggal belum ku ambil menggambarkan betapa indahnya masa yang ku jalani. "Inget masa lajang kah Sya?,"tanya Airin membuatku mengangguk pelan. "Dulu sering sekali tidur dini hari, sekarang jam sepuluh sudah di suruh tidur,"ucapku. "Pak Fatih kan butuh teman tidur juga Sya. Mengerti coba,"ucap Airin terkekeh."Memangnya bayi pake teman segala. Di rumah Pak Fatih banyak sekali bukunya. Tapi mukanya ngga kayak kutu buku,"ucapku menyimpan berbagai jenis barang ke dalam koper. "Lah tapi muka apa kalo gitu,"tanya Airin. "Tetap cool gitu,"ucapku tanpa sengaja memandang potret foto yang ku a