Share

Buat Kalian Saja

Ezar memasuki sebuah gedung dengan percaya diri. Baru selangkah masuk, berpasang-pasang  mata wanita menatapnya penuh damba. Namun, lelaki itu terus saja melangkah tanpa mempedulikan siapapun. Bukan Ezar namanya jika ia peduli.

Pesona lelaki tampan bermata elang itu membuat banyak wanita bertekuk lutut tanpa memandang nilai nominal yang digelontorkan Ezar. Bahkan mereka rela menemani lelaki itu meski tanpa bayaran sesenpun.

Namun, pilihan kembali ke pemilik kuasa. Ezar tidak mau sembrono tidur dengan banyak wanita. Ada bodyguard terbaiknya yang siap memberikan informasi tentang gadis-gadis yang akan ia tiduri.

“Hai ganteng! Apa kabar?” sapa seorang wanita dengan segelas wine di tanganya.

“Hai…!” balas Ezar tanpa menyebutkan nama wanita tersebut.

Ezar terus melangkah ke sebuah ruangan dimana kedua sahabatnya sudah menunggunya. Wanita itu tersenyum getir karena sapaannya diacuhkan Ezar. Pria yang terkenal sebagai bintangnya pub tersebut.

“Hei Broo! Gue kira elo gak datang,” sapa Kenzo begitu Ezar masuk.

“Lama banget kayak siput elo sekarang!” ledek Nevan yang sedang memainkan hidung seorang wanita yang ada dipangkuannya dengan tangannya.

“Cerewet lo pada,” Ezar duduk begitu saja di samping Kenzo area aman dari wanita manapun.

Kenzo dan Nevan hanya terkekeh mendengar suara jutek sahabatnya itu.

“Kenapa Loe? Masih mikirin cewek yang dijodohin ama elo?” tanya Kenzo menatap Ezar prihatin.

Sedangkan Nevan mengabaikan kejutekan Ezar, ia sudah asyik dengan wanita di pangkuannya. Kenzo dan Ezar tidak mempedulikan ulah Nevan yang semakin vulgar memperlakukan pasangan bercintanya malam ini.

Keduanya sudah saling tahu kebiasaan masing-masing dan tak akan merecoki aksi Nevan, karena sahabatnya itu pasti akan segera berpindah ke kamar khusus yang tersedia di ruangan tersebut jika sudah diujung gairahnya.

Kenzo paham bagaimana kelabakannya Ezar saat tahu dirinya akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Lebih parahnya ia tidak mengenal gadis tersebut.

Kenzo juga masih ingat bagaimana sahabatnya itu memilih mabuk semalaman dan tidak pulang ke rumahnya hanya karena tidak ingin berdebat dengan kedua orang tuanya.

Ezar baru pulang setelah merasa siap menolak perjodohannya. Itupun setelah Kenzo dan Mamanya memberi wejangan ala kadarnya.

Karena Mama Kenzo sangat memahami bagaimana karakter sahabat putranya itu. Mereka berdua bahkan bertiga dengan Nevan sama saja. Dua belas  dua belas.  Tidak ada bedanya.

“Elo mau yang model gimana nih?” tawar Kenzo mendapati ezar masih mematung seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan dari sang cassanova.

Aura juteknya semakin menakutkan saja. Namun, bagi Kenzo dan Nevan itu adalah hal biasa. Pemilik Aji Company itu akan bersikap semau gue jika menghadapi permasalahan dengan keluarganya.

Sangat berbeda jika perusahan yang bermasalah ia akan bersikap kooperatif dan tegas kepada siapapun tanpa pandang bulu.

“Buat kalian ajalah. Malam ini aku hanya ingin sendiri,” Ezar menuang cairan warna merah dari botol yang tersedia di atas meja.

Perlahan pria itu menyesap minuman yang ia tuang perlahan, seolah ia menikmati cairan haram itu tanpa rasa bersalah.

“Yakin? Ada barang baru tuh!” Kenzo menunjuk ke pintu yang terbuka dan muncul dua makhluk berjenis wanita dengan pakaian serba menggoda.

Yang satu dengan senyum manis melambai dengan genit ke pria yang ada di sofa tersebut. Sedangkan  wanita yang memakai mini dress lengan pendek warna merah jambu hanya tersenyum kaku.

Tanpa permisi wanita bersenyum manis tadi menarik lengan rekannya mendekat ke arah Kenzo.

“Hei, Beb!” sapa wanita itu.

“Hai, Ras!” balas Kenzo dengan ramah.

Dibandingkan Ezar dan Nevan, Kenzo memang paling ramah dan hafal dengan nama wanita yang ia temui di pub tersebut. Keramahan Kenzo menjadikan dirinya menjadu runner upnya pub setelah Ezar, banyak gadis yang juga terpikat dengan pesona Kenzo.

Namun, bagi ia juga jenis lelaki pemilih seperti kedua sahabatnya Ezar dan Nevan. Bedanya Nevan sangat mudah membawa wanita bercinta dimanapun tanpa malu. Sedangkan Kenzo dan ezar mereka menyukai privat room.

Kenzo bergeser memberi akes untun Laras dan temannya untuk duduk. Kedua wanita tersebut duduk diantara Kenzo dan Ezar.

Ezar yang sudah nyaman sedikit melotot ke arah Kenzo karena kedua wanita tersebut duduk di antara mereka. Ada penolakan dalam pelototannya tetapi sengaja diacuhkan Kenzo.

“Bawa siapa, Ras?” tanya Kenzo sambil memainkan jemari lentik gadis tersebut.

“Anggun, baru semalam datang.” Laras tanpa canggung mengecup pipi Kenzo.

Ezar yang sedang bad mood untuk bermain dengan gadis malam di pub tersebut beranjak dengan membawa sebotol angggur ke sofa lain yang tak jauh dari Kenzo, Laras dan Anggun.

Bahkan Nevan sudah membopong gadisnya masuk ke privat room. Tanpa banyak tanya keduanya sudah paham akan diapakan gadis tadi oleh sahabat edannya itu.

Kenzo yang menyaksikan ekspresi Ezar, akhirnya memilih memberi waktu sahabatnya itu untuk menyendiri.

“Kalian berdua temani aku saja malam ini!” putus Kenzo dengan manisnya.

“Sanggup Mas,  dua lawan satu?” celetuk Laras dengan manjanya.

“Siapa takut? Ayo kita buktikan kalo mau?” Kenzo mengedipkan satu matanya pada Anggun yang masih mematung.

Gadis itu seolah bingung dan canggung harus bagaimana menghadapai Kenzo, sedangkan Laras ia sudah sibuk menyerang Kenzo dengan tangannya.

“Tuangkan minumanku, gadis cantik!” titah Kenzo dengan menarik dagu Anggung lembut.

Tanpa bersuara gadis itu menuangkan cairan merah di botol ke dalam gelas kristal berkaki.

Anggun menyerahkan gelas Kristal tersebut kepada Kenzo.

“Kamu dong yang bawa gelasnya ke bibirku!” pinta Kenzo.

Auto Anggun mendekatkan gelas Kristalnya ke bibir Kenzo, tanpa banyak kata lelaki itu menyeret Anggun untuk lebih dekat padanya.

Kenzo membiarkan Laras bergerilya di tubuhnya sedangkan tangannya mendekap pinggang Anggun yang masih canggung. Dengan menyesap cairan dari gelas yang disodorkan Anggun.

Kenzo mengambil alih gelas dari tanga Anggun lalu meletakkannya di meja. Sahabat ezar itu kembali memeluk pinggang Anggun, walaupun tanpa penolakan Kenzo yakin gadis itu masih canggung.

Gadis itu belum seagresif Laras yang bisa mengimbanginya walau tanpa ia balas. Tugasnya malam ini meluluhkan kepolosan Anggun.

***

Di sisi sofa lain, Ezar masih sibuk dengan sesapan di gelasnya. Otaknya seolah berputar ke masa enam belas tahun lalu.

Di halte tepi jalan raya, wajah ezar kecil yang waktu itu berusia dua belas tahun tampak sedih.  Tubuhnya ia sandarkan di tiang halte tersebut. Wajah tampannya menunduk menyembunyikan tetesan air bening yang terus saja keluar tanpa bisa dihentikan.

“Kakak kenapa?” suara gadis cilik membuyarkan kesedihannya yang begitu fokus.

Ezar menatap gadis cilik bermata bening dengan senyum centil khas anak usia lima tahun.

“Kakak pasti sedang sedih.” Gadis cilik itu mengusap air matanya dengan jari-jari mungilnya.

Seketika hati ezar terkesiap dengan perlakuan tersebut.

“Kata Mama, menangis itu boleh kok kalo itu membuat lega. Apa kakak sudah lega perasaannya setelah menangis?” tanya gadis itu masih dengan menghapus sisa-sisa air matanya.

Ezar tercengang dengan ucapan gadis cilik yang tidak ia tahu namanya itu.

“Fay..! ayo pulang!” sebuah suara wanita cantik mengajak gadis cilik itu pulang.

“Iya Ma, sebentar!” jawab gadis itu.

“Oh… ternyata namanya Fay,” gumam Ezar dalam hati.

“Kakak yang kuat ya! Kalo sedih ngadu aja sama Allah. Fay pulang dulu ya. Besok kita ketemu lagi. Dadada… kakak!” pamit gadis bernama Fay itu sambil berlari riang kea rah sang Mama.

***

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status