PART 1
Dengan langkah berat, Dhilla mengikuti Mamanya berjalan menyusuri halaman SMA paling unggul di Kota Surabaya itu. Mamanya akan memperoses kepindahannya, dan hari ini juga akan menjadi hari pertama bagi dirinya untuk mulai belajar menyesuaikan diri dengan sekolah barunya.
Setelah kepergian sang Mama yang baru saja mengurus kepindahannya, ia pun diminta mengikuti kepala sekolah yang akan mengantarkan ke dalam ruang kelas. Suara gaduh dari dalam kelas-kelas terdengar jelas sepanjang lorong ia mengikuti pak Harno nama kelapa sekolah barunya.
Derap langkah diiringi ketukan alas sepatu milik pak Harno, seketika menghentikan kegaduhan di dalam kelas 12 IPS 1. Dhilla yang mengikuti kepala sekolah masuk ke dalam kelas itu, sontak menjadi pusat perhatian dari seisi kelas.
Seisi kelas mulai berbisik-bisik riuh, terlebih siswa laki-laki, “Gilla, bening banget.” Celetuk seorang siswa yang bisa didengar oleh Dhilla yang ada di depan kelas.
“Manis banget, pengen cium tuh pipi mulusnya.” Kata siswa laki-laki lainnya.
“Cantik sih, mulus, tapi bodynya B aja.” Tambah siswa laki-laki lain.
Dan masih banyak lagi bisik-bisik lainnya, dan tentu Dhilla pun hanya memutar bola mata malas kala mendengar itu.
“Selamat pagi, anak-anak.” Sapa pak Harno kemudian, “Bapak di sini untuk memperkenalkan teman baru kalian.” Kata pak Harno mempersilakan Dhilla yang semula dibelakangnya, untuk maju hingga berdiri di samping pak Harno, “Dhilla, silakan perkenalkan diri kamu.” Ucap pak Harno mempersilakan.
Dhilla mengangguk lalu tersenyum, “Hai, nama saya Tsabitha Fadhilla Karima.” Ujar Dhilla memperkenalkan diri, “Kalian bisa panggil saya Dhilla.” Tambahnya.
Senyum manis di bibir Dhilla lenyap kala kaum adam di kelas itu mendadak riuh menyanjug-nyanjungnya, “Sumpah manis banget senyumnya.”
“Cantik, suaranya lembut kayak sutra.” Pujian dari siwa laki-laki tidak hentinya higga membuat Dhilla tidak melanjutkan perkenalannya.
Ketika para siswa laki-laki terlihat mengagumi paras cantik alami Dhilla, berbeda dengan siswa perempuan yang sebagian terlihat iri melihat Dhilla yang berdiri di depan kelas menjadi pusat perhatian.
Memang Fadhilla tergolong gadis aristokrat Jawa yang cantik, karena kedua orang tuanya memang orang Jawa asli. Matanya besar dengan bentuk dahi yang sangat kuat, yang mencerminkan keteguhan hati. Serta, lama tinggal di Kota Solo, membuat Dhilla tumbuh menjadi gadis yang terbiasa bertutur kata lembut.
Setelah memperkenalkan diri seadanya, untuk sejenak Dhilla menelisik seisi kelas. Ia berharap teman-teman barunya menyambut dirinya dengan baik, “ Sudah cukup, Fadhilla?” Pertanyaan kepala sekolah menghentikan gerakan mata Dhilla yang sedang menelisik seisi kelas itu.
Dhilla beralih memandang pak Harno lalu mengangguk, “Sudah pak. Terimakasih.” Ucapnya sopan.
Pak Harno balas mengangguk dan tersenyum, “Kalau begitu silakan duduk di bangku yang kosong. Dan selamat bergabung di kelas ini, ya.” Ujar Pak Harno.
Dhilla pun berjalan menuju bangku yang kosong yang berada di barisan tengah, “Dan anak-anak, bapak mohon kalian bisa bekerja sama dan membantu Fadhilla untuk menyesuaikan diri di sini.” Pesan pak Harno.
“Iya pak.” Jawab semua siswa kompak.
Pak Harno kembali mengangguk, “Baiklah, silakan kembali belajar. Selamat pagi.” Ujar pak Harno sebelum meninggalkan kelas.
“Selamat pagi, pak.” Jawab satu kelas serempak.
Suasana kelas kembali riuh setelah kepergian pak Harno. Beberapa siswa laki-laki ataupu perempuan mengerumuni Dhilla hendak berkenalan. Bertepatan dengan itu, seorang siswa laki-laki masuk ke dalam kelas memandang heran kerumunan di sebuah meja yang berada di tengah. Siswa laki-laki itu duduk di bangkunya, pandanganya tidak lepas dari kerumunan, “Ada apa?” Ia bertanya pada teman sebangkunya.
“Biasa, anak baru.” Jawab temanya, siswa laki-laki tampan itu pun mengangguk paham lalu mengambil ponsel di saku celananya.
Namun, perhatiannya seketika terambil saat ia ingin memainkan game karena suara bisik-bisik dari teman-temannya, “Wah, mampus tuh murid baru.”
“Iya, itu kan tempat duduknya Liona and the gank.” Ujar siswa lainya.
Ia pun beralih melihat ke meja yang sebelumnya teman-temanya berkerumun, namun sekarang teman-temanya tadi sudah kembali ke meja masing-masing dan hanya Liona si primadona sekolah dan genknya yang berdiri mengitari anak baru.
“Siapa yang suruh buat duduk di sini.” Bentak salah satu anggota genk Liona.
“Tap……”
Belum Fadhilla membuka suara, mejannya sudah digebrak, “Pindah..” Bentak Liona.
“Tuh, kursi di sebelah Budi kosong.” Tunjuk salah satu teman Liona kearah meja yang berada di paling pojok belakang.
Fadhilla pun menoleh dan melihat kursi kosong di sebelah siswa laki-laki berkacamata degan stile rambut yang terlihat culun. Karena tidak ingin berdebat, Fadhilla si murid baru itu pun langsung berdiri dan berjalan menuju bangku kosong di sebelah laki-laki culun itu. Fadhilla menghiraukan tawa Liona and the gang dan sorakan beberapa siwa lainnya.
Bersamaan dengan itu, siswa laki-laki yang perhatiannya tersita oleh kelakuan Liona and the genk pun seketika menyipitkan mata saat melihat wajah Dhilla yang tidak asing diingatannya, “Fadhilla..” Gumamnya lirih diikuti senyum simpul di sudut bibirnya.
Ia memasukan ponselnya ke saku celana, lalu berdiri dan membawa tasnya, “Eh Abi, kamu mau kemana?” Tanya teman sebangku siswa tampan yang tidak lain dan tidak bukan adalah Abimanyu itu. Abimanyu tidak menggubris panggilan temannya dan berjalan mendekati meja yang berada di pojok belakang.
Dan Abimanyu sontak menjadi pusat perhatian seisi kelas, terkecuali Dhilla yang lebih memilih menyiapkan buku untuk pelajaran. Dhilla pun memilih mengabaikan suara bisik-bisik dari seisi kelas, “Bud, boleh aku duduk di sini?” Tanya Abimanyu yang sudah berdiri di belakan Budi.
Suara merdu khas seorang cowok mengalun di telinga Dhilla, membuat gadis yang sedang kesal itu menoleh ke belakang dan mendapati sesosok yang sempurna. Cowok yang terlihat cemerlang dan belum pernah ia melihat cowok setampan itu. Bahkan cowok paling tampan di SMAnya di Solo, tidak ada yang bersinar dan tampan seperti yang ia lihat saat ini.
“Nggak boleh, Abi.” Bukan Budi yang menjawab, melainkan Liona yang berteriak hingga membuat Dhilla yang semula menatap Abimanyu kagum kini kembali membaca bukunya.
Sementara Abimanyu yang tidak menggubris teriakan Liona pun tetap berdiri di belakang Budi, menunggu jawaban dari cowok culun yang tengah gugup itu, “Bagaimana, Bud?” Tanya Abimanyu saat Budi hanya diam saja.
Budi mengangguk sembari membetulkan letak kacamata yang dipakainya, “Bo..bo..boleh, kok.” Jawab Budi gugup. Bagaimana tidak gugup, jika diajak bicara cowok terkenal seantero sekolah. Terlebih, Abimanyu tipe orang yang irit bicara dan hanya berbicara dengan orang-orang tertentu.
Budi pindah ke kursi yang sebelumnya di tempati Abimanyu, bersamaan dengan itu Liona yang merasa di abaikan oleh cowok yang disukai merasa kesal dan mendumel tidak jelas. Abimanyu pun tidak peduli dengan itu, ia lantas duduk di sebelah Dhilla dengan santainya. Sedangkan Dhilla mendengus kesal saat seisi kelas berbisik tentang dirinya, ia sangat kesal saat Liona beberapa kali mengumpat dan mengatai dirinya. Tentu saja Dhilla cuek dan tetap membaca buku yang ada di hadapannya.
“Hai, aku Abimanyu, Abimanyu Dika Daryatma.” Abi mengulurkan tangan kearah Dhilla.
Dhilla mengeryitkan dahi, merasa tidak asing dengan nama itu. Dhilla menoleh ke samping lalu memandang sekejab wajah Abimanyu, “Fadhilla.” Lalu Dhilla menjabat tangan Abimanyu yang terasa halus.
Meskipun suasana hati Dhilla sedang kesal, tapi gadis yang masih memandang lekat wajah Abimanyu itu, tetap menjunjung sopan santun dan tidak ada alasan untuk menolak berkenalan.
Suasana riuh seisi kelas yang terdengar saat tangan Dhilla berjabat tangan dengan Abimanyu, sontak membuat Dhilla segera melepas jabatan tangan itu. Raungan iri dari perempuan seisi kelas terdengar jelas di telinga Dhilla.
Namun, suara riuh itu berhenti seketika saat Bu Ucik guru Sosiologi masuk ke dalam kelas hendak mengisi pelajaran.
Dhilla beringsut sketika menjauh menggeser kursinya ke tepi meja, ia melirik Abimanyu sekilas, dan mendapati laki-laki itu tidak berpaling menatapnya sejak tadi. Tentu saja, itu membuat Dhilla tidak nyaman, “Kamu ngapain, sih?” Tanya Dhilla sdikit kesal.
Sementara Abimanyu menatap Dhilla dengan ekspresi wajah tanpa dosa, “Kamu tambah cantik.” Kata Abimanyu masih memandang wajah ayu Fadhilla.
Dhilla memutar matanya jengah, “Ngapain dari tadi liatin aku terus?” Tanya Dhilla.
Abimanyu menggeleng, “Nggak, kok.” Jawabnya, “Kepalaku memang menghadap ke kamu, tapi pandanganku kearah lain.” Jelas Abimanyu yang tidak berpaling menatap Dhilla, sedangkan Dhilla, ia tidak melirik Abimanyu sedikitpun.
Dhilla memutar tubuhnya menghadap Aditya yang duduk di meja seberangnya, “Adit, tukeran tempat duduk, ya.” Pinta Dhilla.
Aditya mengangguk tidak merasa keberatan, “Boleh.” Jawab Aditya memasukan buku ke dalam tasnya.
“Aku bakal iku kemanapun kamu pindah.” Suara tidak tahu malu itu membuat Dhilla menghentikan tangannya memasukan buku-bukunya.
Dhilla beralih menatap Abimanyu tajam, “Mau kamu apa sih?” Kesal Dhilla
Abimanyu tersenyum manis, senyum yang membuat Dhilla semakin kesal, “Aku mau kamu.” Kata Abimanyu yang semakin melebarkan senyum saat melihat wajah kesal Dhilla.
Bersambung……..
"Betapa indahnya menunggu jika hasil akhirnya adalah kamu."*****Warna putih tampak mendominasi dekorasi ballroom hotel bintang 5 milik Abimanyu. Dekorasi megah yang sudah terpasang megah menghiasi seisi ballroom yang luas itu. Tepat hari ini, hanya berselang 5 hari setelah pertemuan Dhilla dengan kedua orang tuanya yang memang sudah direncanakan Abimanyu sekaligus melamar perempuan pujaannya kemarin, akad nikah antara Abimanyu dan Dhilla akan diselenggarakan. Abimanyu sendiri tidak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang sebelum mereka sah menjadi suami istri. Kejadian dimana dirinya dan Dhilla yang hampir tidak bisa menahan nafsu. Beruntung panggialan video dari kedua anaknya menghentikan aksi mereka.Akad nikah diputuskan untuk diadakan di hotel milik Abimanyu sendiri, memudahkan kerabat dari kedua keluarga yang hendak menginap yang tentu saja memang sengaja di sediakan pria itu. Dan saat ini, keluarga tampak sudah berkumpul di ballroom, dengan pakaian yang serba putih s
Hidup adalah tentang sesederhana pilihan yang harus kamu ambil agar bisa melanjutkan kehidupanmu. Semua orang seolah dituntut untuk mengambil keputusan di dalam hidup mereka. Dari sebuah hal yang sepele atau yang penting sekalipun. Saat memandang ke depan kamu seolah dihadapkan dengan berbagai pilihan yang menyebar, siap untuk kamu pilih. Pilihan-pilihan itu seolah memberikan waktu tenggang dan memaksamu segera menentukan apa yang kamu inginkan. Di bawah semua tekanan itu, kita akhirnya tidak bisa banyak berpikir saat memilih berbagai pilihan yang ada. Hal yang wajar bila karenanya kamu hampir tidak menyadari bila kehidupan terus berjalan. Keputusan penting atau sepele yang kamu ambil mampu mengubah kehidupanmu. Pilihan-pilihan yang membuatmu berdiri di titik sekarang, tempat dimana kamu melihat hidupmu berubah pesat karena pilihan yang dulu kamu ambil.Dhilla mendongak untuk menatap wajah menawan Abimanyu karena perbedaan tinggi badan mereka. Tatapan Abimanyu begitu intens sampai-sam
“Nafsu hanya bertahan sementara, karena ia pembosan dan tidak pernah puas, tapi keindahan hati seorang wanita adalah pendamai yang mengokohkan jiwa laki-laki.”*****Tiga orang di meja makan itu mendadak terbengong karena ucapan tiba-tiba Abimanyu. Sepertinya bukan hanya tiga orang saja, karena Akbar yang semula bermain ponsel pun ikut ternganga tidak percaya, tidak kalah ternganganya dari sang Kakak Dhilla. Dan Dhilla sendiri tahu bahwa Abimanyu akan menikahinya, tapi tidak secepat ini. Sementara kedua orang tua Dhilla justru saling tatap beberapa saat, lalu tersenyum penuh arti. Ternyata Abimanyu Dika Daryatma menepati janjinya delapan tahun lalu. Sepertinya mereka tidak akan salah menerima laki-laki itu sebagai suami untuk putri sulungnya.“Kamu..... masih waras, Bi?” tanya Dhilla akhirnya.“Lebih dari waras, Dhilla!” balas Abimanyu cepat dengan tangan yang semakin erat menggenggam tangan perempuan disampingnya. “Kamu...., sakit?” tanya Dhilla kembali.Laki-laki itu mendeng
“Kesempatan selalu datang, ketika kita tidak menyadarinya. Sebuah kebetulan konyol, berubah menjadi takdir yang terlalu dibesar-besarkan, seolah memang itulah kehidupan yang ingin kamu percayai. Jika ada beberapa takdir yang tidak bisa kamu hindari dan harus kamu jalani sebagai sebuah kewajiban. Pada akhirnya, kamu terjebak di dalam kebetulan yang menggiringmu pada apa yang kamu miliki hari ini. Kebetulan yang berakhir menjadi takdirmu,”*****Pukul 7 malam, Dhilla dan kedua anaknya sudah terlihat rapi pun begitu juga dengan Abimanyu. Mereka sudah bersiap untuk pergi makan malam. Ya, Abimanyu mengajak Dhilla beserta kedua anaknya untuk makan malam bersama di sebuah restoran mewah di pusat Kota Surabaya.Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di restoran yang di tuju, kini mereka sudah tiba di depan restoran dengan bangunan yang sangat mewah. Saking mewahnya, Abit dan Nasywa yang belum pernah melihat rumah makan semewah itu sangat terpukau.“ Wahhhh keren banget,” ujar Abit ya
“ Cinta tidak selalu bersifat seumur hidup, tidak juga semua kisah cinta bisa menjadi abadi. Ada begitu banyak alasan pasangan berpisah, dari hal yang tidak masuk akal, hingga alasan klasik, namun setiap perpisahan akan meninggalkan luka yang begitu dalam. Ada yang melanjutkan hidup dan ada yang memutuskan bertindak implusif. Tidak ada yang pantas disalahkan dari sebuah perpisahan. Andai situasinya begitu sederhana, hingga tinggal mencari siapa yang salah dan semua bisa diselesaikan. Namun sayang, berpisah dan mengakhiri kisah cinta tidak hanya sekedar mencari pihak yang bersalah, masalah tervesarnya adalah apa kita bisa melupakan?”*****Berkali-kali Dhilla harus menghela napas panjang, jantungnya berdebar tidak menentu. Sesuai janji Abimanyu, hari ini laki-laki itu memboyong dirinya beserta kedua anak-anaknya menuju Surabaya. Laki-laki itu ingin mencari keberadaan orang tuanya, yang Abimanyu yakini masih berada di Surabaya.Tidak banyak bertanya serta tidak banyak bicara, Dhilla du
“Setiap pilihan selalu memiliki konsekuensi, kamu tidak mungkin bisa berharap bila pilihan yang kamu ambil selalu benar dan tidak memberikan rasa sakit maupun penyesalan bagi dirimu sendiri. Namun pada akhirnya kamu sadar, bila ada beberapa hal yang tidak mungkin bisa kamu dapatkan kembali ataupun diulang lagi. Yang telah usai tidak selamanya bisa kamu ubah,”*******Dua minggu setelah Nasywa pulang dari rumah sakit, Abimanyu kini pergi ke taman bermain. Tentu saja bersama dengan Dhilla dan kedua anaknya. Sesuai janji, setelah Nasywa keluar dari rumah sakit, mereka akan mengajak Nasywa dan Abit pergi ke taman bermain, sesuai keinginan gadis kecil itu sedari dulu.Khusus anak-anaknya, Abimanyu sengaja menyisikan waktu di akhir pekan yang seharusnya ia gunakan untuk beristirahat setelah enam hari penuh berkutat dengan pekerjaan. Begitupun dengan Dhilla, perempuan itu masih bekerja di Bima Persada Group sepagai staf legal, dan juga meluangkan waktu diakhir pekan.“Kak Abit, lihat deh!”