Share

Chapter 2

Bel akhir pelajaran telah berbunyi, Dhilla menghirup napas lega. Bel akhir pelajaran, menyelamatkan dirinya dari cowok aneh yang tidak berpaling menatapnya. Dan tentu saja  hal itu membuat Dhilla kesal setengah mati. Bayangkan saja, Abimanyu bukannya memperhatikan guru di depan kelas, justru malah memperhatikan dirinya sepanjang jam pelajaran berlangsung. Dari pagi sampai siang,  bahkan laki-laki tampan itu ngintilin Dhilla kemanapun ia pergi, kecuali ke toilet.    

Dhilla berjalan menyusuri lorong kelas bersama Sabrina, teman satu kelasnya. Dan ternyata Sabrina itu adalah temannya dulu waktu taman kanak-kanak. Bersyukur Sabrina masih ingat dengannya, dan Sabrina juga baik. Karena memang dulu dirinya dan Sabrina berteman akrab dan bertetangga.

“Kayaknya si Abi masih bucin sama kamu, deh” Ujar Sabrina yang menggandeng lengan Dhilla.

Mendengar itu, Dhilla menghentikan langkahnya. Lalu, menghadap Sabrina, “Abi?” Tanya Dhilla dengan dahi yang mengerut.

Sabrina mengangguk, “Iya, Abimanyu yang sebangku sama kamu.” Ujarnya melepas gandengan ditangan Dhilla, “Yang dulu pas kecil suka ngintilin kamu.” Kata Sabrina terkekeh.

“Hah?” Dhilla bingung, dan mengingat-ingat teman kecilnya dulu. Lebih tepatnya mengingat teman kecilnya yang bernama Abimanyu.

Dhilla tidak begitu ingat tentang apa yang baru diucapkan oleh Sabrina. Maklum usianya waktu itu masih sangat kecil, 6 tahun dan masih duduk di taman kanak-kanak. Tapi, ada beberapa memori yang terekam diotaknya. Ada anak laki-laki yang  suka ngikutin ke mana ia pergi, sampai-sampai ia kesal dan sering mengadu ke Mamanya. Bahkan, anak laki-laki itu tidak malu meminta ke mamanya untuk meminta dirinya.

“Tante, boleh ya Dhilla aku minta.”

Suara lucu anak laki-laki tiba-tiba terngiang dalam ingatan Fadhilla. Tapi, seingatnya Abimanyu teman masa kecilnya itu tubuhnya gempal serta pipinya tembem dan dekil. Namun, Abimanyu yang sekarang, sungguh  berbeda. Abimanyu yang menyebalkan itu, mempunyai sorot mata tajam dan wajah super tampan. Bahkan tidak terlihat dekil sama sekali.

Melihat Dhilla yang diam, Sabrina menelisik wajah ayu itu penuh selidik, “Jangan bilang kamu lupa sama Abi, fans fanatic kamu pas kecil dulu?” Sabrina terkekeh, menyadarkan Dhilla yang mencoba menginggat masa kecilnya dulu.

“Abimanyu yang tinggal di komplek sebelah itu, ya?” Tanya Dhilla memastikan ingatannya akan nama Abimanyu yang diingatnya.

Dan Sabrina mengangguk, “Iya, siapa lagi kalau bukan Abimanyu yang anaknya om Fauzan sama tante Della.” Sabrina menyenggol lengan Dhilla, “Dan, sampai sekarang bucinya si Abi nggak luntur deh sama kamu.” Sambung Sabrina yang hanya dibalas Dhilla dengan mengedikan bahu saja.

 Larut dalam obrolan masa kecil, mereka Dhilla dan Sabrina tidak menyadari bahwa mereka sudah sampai di pintu gerbang. Dhilla mengambil ponselnya di dalam tas, hendak memesan ojek online. Namun, didalam setiap sisi tasnya, Dhilla tidak menemukan ponselnya.

“Brin, ponselku ketinggalan di kelas deh kayaknya.” Ujar Dhilla lemah. Sungguh gadis ayu itu malas untuk kembali ke kelasnya yang di ujung sana, “Aku kembali ke kelas dulu ya.” Pamitnya pada Sabrina.

Setelah dibalas anggukan oleh Sabrina, Dhilla pun berlari kembali ke kelas dengan penuh harap ponselnya ada di sana, di laci mejanya. Dengan napas yang terdengar ngos-ngosan, Dhilla sampai ke dalam kelas yang sudah kosong lalu segera menuju meja paling pojok dimana ia duduk.

Ia mendesah lemah, kala tidak menemukan ponselnya di laci. Lalu, ia mencoba mencari di laci meja milik Liona yang tadi sempat ia duduki. Namun, ponselnya tidak ada disana. Dengan perasaan sedih, Dhilla berjalan dengan gontai menuju pintu hendak keluar kelas. Tapi, saat tepat ia dihadapan  pintu. Tiba-tiba ada seseorang yang masuk dan langsung menutup pintu serta menguncinya.

Dan Dhilla kaget setengah  mati saat melihat siapa yang baru masuk, untuk sekejab matanya membola sempurna, “Ngapain kamu disini?” Serkasnya, memandang sinis Abi.

Abi tidak  menjawab, ia malah melangkah maju dan sepontan membuat Dhilla berjalan mundur, “Sekolah udah bubar.” Kata Dhilla sedikit lembut suaranya. Berharap Abi hanya ingin mengambil barang yang ketinggalan di kelas itu.

“Aku tahu.” Jawab Abi santai, dengan senyum nakal disudut bibirnya. Ia kembali melangkah maju, sementara Dhilla mulai gelisah karena punggungnya sudah menyentuh meja.

“Terus ngapain, kamu disini?” Tanya Dhilla galak, bersikap setenang mungkin menyembunyikan kegugupannya.

Abi mengunci tubuh Dhilla diantara kedua tangannya yang mencengkram sisi meja. Tubuhnya condong ke depan, hingga wajah tampannya hanya berjarak satu jengkal dengan wajah ayu Fadhilla, “Mulai saat ini, kamu jadi pacarku.”

Dhilla menatap Abimanyu sengit, “Udah ya Abimanyu! Nggak lucu!” Kata Dhilla galak.

“Emag aku nggak lagi ngelawak kok, umi.” Abimanyu terkekeh.

Dhilla yang geli mendengar candaan itu, langsung mendorong tubuh Abimanyu yang masih menghimpitnya. Tapi, tentu saja tidak berhasil. Tubuh Dhilla terlalu mungil, bahkan tingginya hanya sebatas pundaknya saja, “Cepat minggir!” Kembali Dhilla mendorong tubuh tinggi itu dengan merengek putus asa.

“Jawab saja iya.” Abimanyu semakin menghimpit tubuh Dhilla semakin lekat.

“Nggak ya, Abi.” Dhilla menggelengkan kepala cepat dengan tangan yang tidak berhenti mendorong Abimanyu.

“Jawab aja iya, atau aku bakal cium kamu sekarang.” Gertak Abimanyu, semakin membuat Dhilla kesal.

“Udah dehh, kamu ming……” Ucapan Dhilla terpotong saat Abi mencium bibirnya.

Abimanyu memangut bibir mungil itu lalu berhenti sejenak melihat tidak adanya perlawanan dari Fadhilla. Abimanyu menyentuh rahang Dhilla memperdalam ciumannya.

Dhilla hanya diam, lalu meremas baju seragam yang di kenakan Abimanyu dan memejamkan matanya. Gadis ayu itu memekik ketika Abimanyu menggigit bibirnya hingga lidah itu menelusup dan menyecap bahkan memilin lidahnya.

Dhilla tidak pernah disentuh oleh laki-laki manapun bahkan sebuah kecupan sekalipun. Ini untuk pertama kalinya ia sedekat dan dicium oleh laki-laki, membuat jantugnya berdebar kencang dengan perasaan yang tidak dapat digambarkan.

Dengan lihai Abimanyu melumat bibir Dhilla atas dan bawah. Ciuman itu semakin bergairah dan intens, membuat detak jantug Dhilla semakin kacau.

Hal yang pertama kali dilakukan Dhilla saat Abimanyu berhenti memangut bibirnya adalah bernapas. Entah sudah berapa lama gadis ayu itu tidak menghirup oksigen. Perlahan Dhilla pun membuka matanya yang entah dari kapan terpejam. Sementara Abimanyu terlihat menjauhkan wajahnya untuk menatap wajah Dhilla yang sudah merona.

Napas mereka saling bersahutan. Dhilla bisa merasakan embusan napas Abimanyu yang panas menerpa wajahnya. Lalu, laki-laki tampan itu kembali mencium bibir Dhilla. Hanya sebuah kecupan sigkat. Sebelum akhirnya mendekap tubuh ramping Dhilla kedalam pelukannya, “Senang bisa kembali bertemu denganmu.” Bisiknya tepat ditelinga Dhilla, “Dan kamu sekarang sah menjadi pacarku.” Ucap Abimanyu dengan nada tegas. Dan tidak mau berdebat, Dhilla pun memilih untuk tidak menjawab.  

Dhilla merasa dirinya telah kehilangan akal. Abimanyu sudah bertindak kurangajar, berani menciumnya. Seharusnya ia memarahi lelaki yang saat ini memeluknya, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Gelenyar aneh itu belum juga hilang. Perasaanya sungguh campur aduk, sedih, senang, dan menyesal.

Bersambung……..

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lucky Strike
punggung menyentuh meja ? itu meja.a setinggi apa ???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status