"Usiamu sudah tiga puluh satu tahun, Aliesha! Sampai kapan Ayah harus menunggumu menikah? Apa saat ayah sudah jadi jenazah?"
Bak sambaran petir di siang hari, Aliesha Zhafira yang baru saja meeting–mendadak dikunjungi sang ayah.
Pria tua itu bahkan menceramahinya di depan beberapa anak buahnya yang masih di ruangan itu.
Mereka sampai buru-buru mohon undur diri, meninggalkan ayah dan anak itu saja di sana.
"Ayah, kumohon … ini di kantor. Bukan di rumah!" lirih Aliesha keberatan dengan tindakan ayahnya menyerang seenaknya tanpa melihat situasi dan kondisi.
"Kapan lagi aku bisa berbicara denganmu? Kamu pagi-pagi sudah berangkat kerja dan pulang selalu larut malam," tuntut sang ayah lagi.
Aliesha sontak menggeleng. "Ayah, aku melakukan ini demi keluarga kita agar bisnis hotel dan kapal pesiar Ayah menjadi nomor satu.”
“Apa Ayah mau dalam keadaan pensiun masih harus memikirkan ini semua?" Aliesha membalas serangan ayahnya, "apalagi, anak tirimu yang cantik jelita itu hanya bisa shopping dan travelling ke luar negeri semaunya sendiri."
Mendengar itu, sang ayah tampak geram.
Meski yang dikatakan Aliesha benar, tapi anak tirinya itu lebih mudah diatur dan pengertian padanya.
"Jangan bawa-bawa Aurelia saat Ayah menasehatimu. Setidaknya, dia sudah berhasil menjalin hubungan dengan Anthony. Jadi, kamu jangan mengalihkan topik pembicaraan.”
"Ayah ini hanya ingin kamu segera menikah dan mempunyai anak yang kelak akan menjadi pewaris perusahaan dan harta keluarga kita."
“Tapi, aku–”
"Ck! Ayah tidak mau mendengar alasan lagi,” potongnya. “Pokoknya, kamu harus turuti permintaan Ayah. Pokoknya, nanti kamu datang ke cafe biasa.”
“Percayalah apa yang Ayah pilihkan untukmu adalah yang terbaik."
BRAK!Pria tua itu langsung menutup kembali pintu ruang meeting dan keluar tanpa pamit.Mood Aliesha pun hilang untuk melakukan apapun. Dia merasa gagal.Apakah prestasinya di perusahaan keluarga mereka masih kurang? Mengapa ayahnya lebih menyukai anak tiri yang bisanya berfoya-foya?
Bahkan, saat di parkiran mobil, Aliesha terus saja merenungi itu.
Dia sampai tak menyadari ada pembatas jalan di depannya.
"Hati-hati, Nona!" ucap sang sopir yang tiba-tiba menangkapnya dengan merangkul pinggang Aliesha.
Jarak yang dekat antara keduanya membuat Aliesha menyadari kalau wajah sopir yang sudah setahun bekerja untuknya itu rupanya mirip artis Hollywood.
Di resume-nya memang disebutkan kalau lelaki yang enam tahun lebih muda darinya itu keturunan Perancis dan Indonesia.
Tapi, selama ini ia tak terlalu memperhatikannya.
Entah mengapa, ada debaran yang tak biasa di jantung wanita single itu. Ada rasa asing yang tiba-tiba saja hadir, seolah membawanya hanyut dalam perasaan lain.
"Nona?"
Tak ada reaksi dari bosnya. Noah pun memanggilnya sekali lagi. "Nona Aliesha?"
Mendengar ucapan Noah, Aliesha pun tersadar dari lamunannya. “Ah, i–ya. Makasih, Noah.”
“Sama-sama, Nona. Mohon hati-hati dalam melangkah.” Pelan-pelan Noah akhirnya melepaskan tangannya dari tubuh bosnya itu.
Aliesha mengangguk. Dia pun teringat pesan sang ayah sebelumnya.
"Oh, iya. Hari ini, antarkan aku ke Sherlock Cafe, ya. Aku mau bertemu dengan seseorang," ucap perempuan itu pada sang sopir.
"Baik, Nona. Silakan masuk."
Dengan hati-hati, Noah membuka pintu mobil untuk mempersilakan lady boss-nya masuk ke dalam.
Sebentar lagi, Aliesha akan bertemu dengan pria baru yang dijodohkan dengannya.Kali ini, ayahnya bercerita kalau lelaki itu adalah “pria mapan” yang usianya terpaut 20 tahun lebih tua dari Aliesha.
Membayangkannya saja sudah membuat sekujur tubuhnya merinding!"Apakah Nona akan bertemu dengan klien nanti?" Di tengah perjalanan, Noah tiba-tiba bertanya. “Atau bertemu dengan seorang teman istimewa?"Senyum manis Noah menunjukkan lesung pipit di kedua pipinya.
Aliesha hanya mendesah dan menarik nafas panjang. "Aku mau menjalankan perintah besar dari Ayahku," ucapnya.Tidak ada rasa bersemangat sama sekali tersirat dari ekspresinya. Ia nampak malas dan berat hati menjalankannya.
"Blind date?" tebak Noah.
Lagi-lagi bosnya harus menjalani hal membosankan itu. Dia tahu kalau Aliesha sudah melakukannya beberapa kali dalam beberapa bulan ini dan semuanya tidak ada yang membuahkan hasil.
"Like always…."Aliesha mengangguk lemah. Dia merasa lebih baik kerja lembur sampai malam di kantor daripada harus bertemu dengan lelaki asing yang jelas akan merusak mood-nya nanti.
Andai saja dia bertemu dengan jodohnya secepatnya, tentu semua hal konyol ini tak akan terjadi.
***
Sekitar dua puluh menit kemudian, mobil pun berhenti. Mereka akhirnya sampai di tempat tujuan."Nona, kita sudah sampai. Nona, bersiap-siaplah sekarang!" ucap Noah menginfokan.
Matanya tertuju pada beberapa spot kosong untuk parkir dan dengan gesit dia memarkirkan kendaraannya di situ.
“Oh ya?” respon Aliesha yang merasa perjalanannya terasa seperti beberapa detik saja.
Menyadari itu, Aliesha menyambar tas kerjanya dan memasukkan kembali ponsel yang sejak tadi dia gunakan.
Tak lupa, Noah membukakan pintu dengan hati-hati dan mengiring Aliesha ke cafe. Dia berjalan di belakang bosnya layaknya seorang ajudan.
Hanya saja, saat sampai di café Sherlock di sana sudah ramai dengan pengunjung. Meja-meja sudah hampir penuh terisi.
Aliesha berhenti sejenak dan sedikit melirik ke arah penampilan Noah hari ini.
Pemuda yang enam tahun lebih muda ini sebenarnya lebih mirip jajaran mas-mas yang jadi model jam tangan branded daripada seorang sopir bayaran.
Tiba-tiba, sebuah ide liar muncul di kepala pemimpin perusahaan terkemuka itu. "Mengapa kamu tidak berpura-pura saja menjadi pacarku, Noah?""Pacar?" Noah keheranan dengan ide Aliesha yang mendadak itu. "Apa saya tidak salah dengar, Nona?"
Aliesha seketika tersadar.Dia tiba-tiba malu sendiri dengan apa yang dia sarankan."Hahaha... aku bercanda saja, Noah," ucapnya."Oh..." Noah tampak lega dengan klarifikasi bossnya.Meski demikian, tak dipungkiri ada sebongkah harapan kecil jika itu adalah sebuah kenyataan.Setelah kecanggungan itu, Aliesha dan Noah sengaja masuk ke Sherlock Cafe bersamaan. Keduanya mencari wajah lelaki yang dikirim oleh Ayah Aliesha sejak siang tadi."Nona, itu orangnya!" Mata Noah yang lebih awas bisa menemukan secepatnya sosok yang mereka cari"Astaga, kamu benar. Itu orangnya." Aliesha sudah mulai gugup sekarang.Di luar bayangannya, lelaki itu lebih gendut daripada di foto yang tadi siang dilihatnya.Wajahnya juga sudah penuh kerutan.“Apakah dia memakai aplikasi atau filter untuk membuat dirinya terlihat lebih muda dan kurus?”Ucapan Aliesha membuat sopir muda di sampingnya, tertawa.Namun, Noah cepat menutup mulutnya karena tak mau mencuri perhatian dari pengunjung lain."Ekhem,” dehamnya men
Tak peduli dresscode yang sudah disiapkan, Aliesha mendatangi acara tahunan keluarga besarnya.Saat ini yang paling penting adalah dia harus menyiapkan kupingnya dan kesabarannya untuk diuji.Keluarganya paling ahli dalam me-roasting seseorang yang masih jomblo atau belum memiliki momongan saat telah lama menikah.Benar saja, begitu tiba di hotel, gerombolan tante dan omnya sudah langsung menyapa, "Ahh, lihatlah siapa yang datang!"Selalu menyerang bersamaan dalam satu waktu, tipikal kelakuan keluarga ayahnya jika melihat mangsa empuk seperti dirinya!"Tante..." Aliesha memasang muka ramah dan senyum yang dia paksakan.Dalam hatinya ia tahu kalau mayoritas keluarga yang di hadapannya ini tak ubahnya sekumpulan ular berbisa dan rubah yang licik."Cantik sekali Aliesha, makin berumur terlihat makin glowing..." sindir salah satu Tantenya menatap setelan baju kerja yang telah Aliesha kenakan sejak pagi.Padahal, semua orang di sini berlomba-lomba untuk berbusana seindah mungkin. Melihat s
"Nona, makanlah..."Sudah beberapa kali, Noah menyuruh Aliesha memakan salad yang dipesannya.Dia tak merasa lapar. Padahal, pagi tadi dia sudah skip sarapan."Apa kamu saja yang makan, Noah?" Aliesha menyodorkan piring saladnya pada Noah.Untungnya, sang sopir menerimanya dengan baik. Kebetulan, dia masih lapar."Masih kepikiran soal Tuan Eros?" Noah berhenti makan di saat satu suapan terakhir masih tersisa."Begitulah." Aliesha hanya bisa jujur pada sopirnya sekarang.Tak ada seorang pun di keluarganya yang peduli bagaimana perasaan yang dialaminya.Yang penting bagi keluarganya, dia harus cepat-cepat melepas masa lajang dan menikah.Untungnya semalam, dia masih bisa kabur dari Eros. Tapi, untuk selanjutnya?Aliesha tidak tahu…."Kalau dipikir-pikir, Tuan Eros itu sangat bersemangat dalam dua hal."Kalimat Noah sontak membuat Aliesha menyimak dengan seksama. "Apa itu memangnya?""Nona masa tidak bisa memahami dia? Dua hal itu adalah..." Tatapan mata Noah tertuju pada bibir Aliesha s
"Lepaskan!” pinta Aliesha. Tangannya kesakitan karena genggaman Eros begitu kuat. Sayangnya, Eros tampak tak peduli. Dia justru menarik gadis itu ke arahnya. Noah hendak membantu Aliesha, tetapi kehadiran Ayah Aliesha membuatnya membatalkan niat. “APA-APAAN INI?" teriak pria tua itu. Dia mencoba untuk melerai. Namun, Eros masih saja mencengkram Aliesha dan menjambak rambutnya. “Arrgh,” erang Aliesha kesakitan. Tak terima, wanita itu pun mulai menggigit tangan pria tambun itu agar dilepaskan. "ALIESHA!" Ayahnya pun berteriak dan menarik tubuh putrinya dari cengkeraman Eros. Aliesha sendiri masih belum terima dengan apa yang dilakukan sang ayah dan tunangan. "Ayah, lepaskan aku! Aku mau membalas memukul Eros dan menjatuhkannya ke lantai bawah. Biar aku tendang dia!" Kalau dilihat-lihat, dia sudah seperti orang yang sedang kesurupan. Dari kubu Eros, ada Papa dan Mamanya yang kini datang dan memegangnya agar tidak melanjutkan perang fisiknya dengan Aliesha. "Sepertinya, acar
Pagi harinya, seperti yang sudah diultimatum oleh sang ayah, akad nikah berlangsung mendadak dan privat. Acara hanya dihadiri beberapa keluarga penting saja, tak ketinggalan para tante julid dan omnya.“Saya terima nikah dan kawinnya Aliesha Zhafira binti Martin Zhafir dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tuunai.”Lantunan ijab qabul yang diucapkan Noah dengan lancar membuat seisi rumah mengucapkan kalimat ‘sah’ secara bersamaan.Bak di adegan film, prosesi diiringi oleh rasa haru dan lega, akhirnya Aliesha melepaskan masa lajang.Aliesha masih belum percaya Noah menikahinya. Apa yang mampu diberikan oleh seseorang yang berprofesi sebagai sopir selain keahliannya menyetir?Noah... bagaimanapun dia tak lebih dari seorang karyawan yang menggantungkan gaji dari keluarganya setiap bulan.Jangankan untuk memberikan hidup mewah bagi Aliesha, untuk hidup sehari-hari saja Noah itu menumpang pada keluarganya.Dia mendiami paviliun kecil di belakang rumah induk Aliesha, makan sehari-
Adegan yang baru saja dilihat oleh mata kepalanya, membuat Noah terkesima.Betapa kompleksnya kehidupan keluarga yang ditumpanginya ini. Noah masih tertegun dan memandangi rekaman video yang sudah aman di ponselnya.Dasar tidak tahu malu! Dua-duanya sama saja mesum!“Noah? Apa yang kamu lakukan di dekat ruang kerja Ayah?” Aliesha rupanya tadi mencari-cari keberadaan sopir yang kini sudah jadi suaminya.Dirinya terkejut karena tak menduga akan bertemu istrinya di sini. “Nona! Aku tadi hanya sedang berjalan-jalan agar tidak tegang.”Untunglah kedua pasangan tadi sudah berhenti membuat ‘suara’ yang memancing perhatian.Aliesha mengernyitkan dahi karena merasa janggal.Gerak-gerik Noah akhir-akhir ini sedikit aneh. Dia lebih sering menerima telpon dan panggilan mendadak.“Tadi, siapa yang hadir menjadi saksi dari pihak kamu?” tanya Aliesha yang masih berada di dekat Noah.“Mereka berdua adalah teman baik keluargaku.” Jawabnya sedikit gugup.Sebenarnya keduanya hanyalah pesuruh di rumah ke
Suasana bandara yang sudah cukup ramai, setidaknya membuat Aliesha merasa tidak spooky saat sepagi ini menunggu pesawat.“Noah, kamu sudah bawa semua barang-barangku, kan?”Setelah ijab qabul, Noah masih sama seperti dulu. Dia diperlakukan tak lebih baik dari seorang sopir atau asisten serba siaga.“Siap! Sudah semuanya, Nona.” Di tangannya sudah ada dua tiket yang siap jika sewaktu-waktu mereka check in. “Kuharap Nona tidak lupa membawa sunblock dan sunscreen. Di sana akan sangat panas sekali cuacanya.”“Kamu tidak usah banyak bicara. Ayo, segera check in!”Keduanya segera bersiap check in dan masuk ke kabin pesawat.Ayahnya sungguh tega saat memberikan tiket kelas ekonomi untuk perjalanan ke Pulau Gura-guri.Membayangkannya saja sudah membuat punggung Aliesha ngilu apalagi tempat duduknya tak seluas di kelas bisnis atau VVIP.“Nona, ayo duduklah. Silakan. Jangan buat penumpang lain macet gara-gara Nona tak segera duduk, mau di sini atau di dekat jendela?”Tanpa banyak bicara lagi, A
Selagi masih ada sinyal dan listrik di pulau Gura-guri, Noah memanfaatkannya untuk berkomunikasi dengan Ben dan keluarganya. “Sudah, nikmati saja dulu honeymoon kalian…” kelakar tawa yang diucapkan Ben sama sekali tidak membuat Noah lega. Dia terus-terusan digodai oleh rekannya itu. “Honeymoon apanya? Aliesha itu bukan wanita manja yang bisa menyenangkan lelaki. Dia itu batu!” rutuk Noah kesal. “Walau bagaimanapun, kamu tidak boleh rugi. Kamu sudah dijadikan mainan oleh mereka. Setidaknya, nikmatilah tubuhnya… hahahahaa…” Gurauan itu membekas di benaknya. Apa iya dia harus melakukan itu? Apa Aliesha akan menuruti apa maunya… itu jelas mustahil. “Noah, sepertinya pemadaman akan dimulai malam nanti.” Sudah hapal dengan tabiat istrinya yang takut gelap, diapun menenangkannya. “Tidak usah takut. Pihak resort sudah memastikan cadangan listrik aman. Lagipula mereka membagikan lilin cukup banyak jika terjadi hal yang tak diinginkan.” “Tapi…” “Sudahlah. Jangan berpikiran buruk. Setia