"Astagfirullah," guman Vani.
Gerry terus bergerak hingga saat ini posisinya berada di samping Pak Leon. Dia pun lalu menundukkan pandangannya, tak berani menatap Vani dan keluarganya.Keluarga Vani pun nampak syok melihat keadaan Gerry."Perkenalkan, dia Gerry. Anak kandung saya, atau kakak tirinya Wisnu. Tenang saja, mereka tidak sedarah kok. Wisnu itu anak sambung saya, bawaan dari istri kedua saya. Jadi, mereka tak ada hubungan darah. Gerry mengalami kecelakaan 1 tahun lalu yang membuatnya harus menderita kelumpuhan sehingga tidak bisa berjalan dan menggerakan tangannya. Namun, ini sudah ada sedikit perubahan karena sekarang tangan kanannya sudah bisa bergerak," jelas Pak Leon memperkenalkan Gerry. Gerry mengangkat wajahnya sebentar lalu memaksakan diri untuk tersenyum kepada keluarga Vani, setelah itu menunduk kembali."Vani gak mau nikah sama dia!" tolak Vani dengan tegas. Tolakan Vani mampu membuat Gerry mengangkat kembali kepalanya yang tertunduk. Gerry pun mengarahkam pandangannya ke Vani sehingga akhirnya keduanya bertatap. Pancaran permohonan agar diterima terlihat jelas di mata Gerry. Seakan dia memohon agar Vani mau menerima dirinya."Baik. Kalo kamu tidak mau, silahkan bayar hutang WO sebesar 15juta dan hutang koperasi sebesar 20juta. Dan saya, tidak akan membantu kamu sepeserpun untuk membayar hutang tersebut!" tegas Pak Leon menaikkan nada suaranya.Pak Latif yang duduk disamping Vani pun membelai rambut anaknya itu lalu menggenggam tangan sang anak."Terima ya, Nak. Bapak mohon," mohon Pak Latif kepada anaknya itu."Tapi, Pak. Keadaan Mas Gerry ...," ucapan Vani kembali terjeda karena dia takut menyinggung perasaannya."Bapak gak punya uang sebanyak itu, Nak. Uang Bapak cuma ada 15 juta, masih kurang untuk bayar semua hutang itu," jelas Pak Latif sambil terus memegang dan mengelus tangan anaknya itu."Tapi, Pak ... pernikahan ini bukan untuk Vani, tapi untuk Adel. Uang tabungan Vani pun udah abis semua untuk pesta ini. Harusnya, yang bayar ini semua kan Adel dan Wisnu," bela Vani. Pak Latif membenarkan ucapan sang anak, hanya saja dia saat ini merasa bingung. Dia pun sebenarnya tak tega jika harus melihat Vani menikah dengan Gerry. Pasti akan repot dia nantinya, apalagi dengan keadaan Gerry saat itu yang pasti dia tak mungkin punya penghasilan, dan itu artinya, Vani harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua jika menikah nanti."Ibu juga gak punya tabungan, Van. Tabungan emas Ibu gak lebih dari 5juta. Kalo minta Adel ... kamu tau sendiri bagaimana sifatnya dia," ucap Bu Rina kepada Vani. Dia pun merasa bersalah karena harus menumbalkan anak pertamanya itu kepada pria cacat seperti Gerry."Sekarang, semua keputusan ada ditangan kamu, Van. Kamu mau menikah dengan Gerry atau bayar semua hutang Adel dan Wisnu?" tanya Pak Leon dengan tegas.Hening, tak ada yang bersuara. Semua tenggelam dalam pikirannya masing-masing, hanya suara helaan nafas yang terdengar."Vani terima, Pah," kata Vani memutuskan."Bagus. Pernikahan kalian akan dilaksanakan 2 hari lagi. Cukup menikah di KUA saja, tak perlu buat pesta seperti milik Wisnu dan Adel," putus Pak Leon secara sepihak. Vani pun kembali menghela nafas berat.Bayang-bayang pesta pernikahan pun telah hilang kini. Bersusah payah dia mengumpulkan uang untuk sebuah resepsi yang indah tetapi semua nampak sia-sia saja.Setelah keputusan secara sepihak itu, Pak Leon dan keluarga pamit untuk pulang. Pak Latif pun mengantarkan keluarga besannya itu menuju pintu. Setelah Pak Leon keluar gerbang, barulah Pak Latif masuk kedalam rumahnya dan langsung memeluk Vani."Maafin Bapak, Nak. Maafin Bapak. Semoga, kamu bisa bahagia nanti dengan Gerry. Bapak yakin, pasti akan ada kebahagiaan yang menanti kamu disana nantinya," ucap Pak Latif sambil memeluk anaknya itu. Ada setitik air mata yang menggenang di pelupuk mata Pal Latif. Mungkin dia pun ikut merasakan sakit dengan apa yang menimpa Vani.***Dua hari kemudian ...."Saya terima nikah dan kawinnya Vania Putri Latif binti Mario Latif dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,""Sah."Hari ini, akad pun digelar. Sebuah pernikahan sederhana yang hanya bisa digelar di KUA saja tanpa adanya resepsi. Pernikahan sederhana yang bermaharkan satu buah cincin emas seberat satu gram dan uang tunai sebesar 200 ribu rupiah, jauh berbeda dengan yang telah Vani dan Wisnu rencanakan sebelumnya yaitu satu set perhiasan seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar 5 juta rupiah. Bukan, bukan karena tak mampu untuk melakukan resepsi, hanya saja pernikahan mereka pun terpaksa dilakukan agar hutang pesta resepsi Adel dan Wisnu kemarin mau dibayarkan oleh keluarga Wisnu.Kecewa, sedih, marah, dan sakit berkecamuk masih ada didalam hati Vani. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.Setelah ijab kabul selesai, Vani pun mencium tangan Gerry dengan takzim. Meskipun terasa berat, tapi dia tetap melakukannya. Diberikannya senyum terbaiknya meskipun nampak di paksakan. 'Aku harus ikhlas. Aku yakin bisa melewati ini semua,' batin Vani dalam hati.Setelah itu, Gery pun berusaha memakaikan cincin di jari manis Vani. Meskipun nampak kesusahan dengan satu tangan, tetapi dia tetap berusaha. Vani yang mengetahui kesusahan sang suami pun, lalu membantunya untuk memakaikan cincin itu di jari manisnya. Sekilas, cincin itu memang terlihat biasa, namun jika dilihat lebih detail, cincin itu nampak cantik dan elegan, jauh lebih elegan dibanding cincin yang dulu dipesannya. Vani pun tak yakin jika cincin itu hanya seberat satu gram. Vani mencari cincin satunya di kotak cincin tetapi tak ditemukannya."Hanya ada satu, dan itu sudah kamu pakai, Van," kata Gerry saat melihat Vani kebingungan."Akh maaf, Mas," ucap Vani sedikit malu."Tak apa. Terimakasih sudah mau menerima saya menjadi suami kamu. Saya berjanji, saya akan berusaha keras untuk bahagiain kamu meskipun keadaan saya seperti ini. Bersabarlah sebentar ya," ucap Gery sambil menggenggam tangan Vani. Setelah itu dia pun melepas genggamannya dan membelai pipi Vani. Vani nampak paham dengan maksud dari Gerry, dia pun akhirnya menundukkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke pada Gerry. Gerry pun mengecup kening Vani dengan perasaan cinta.Debaran hebat dirasakan keduanya. Entah mengapa, jantung mereka berdua tampak berdegub kencang sehingga membuat mereka tersipu malu."Sudah selesai, yuk pulang," ajak Pak Latif kepada anak dan menantu barunya itu."Iya, Pak," jawab mereka bersamaan.Vani pun lalu bangun dari duduknya dan mendorong kursi roda Gerry menuju parkiran mobil. Sebenarnya, kursi roda Gerry bisa otomatis berjalan, hanya saja Vani tetap ingin membantu suaminya itu."Mobil ku disana, Van," tunjuk Gerry ke sebuah mobil CRV keluaran terbaru. Vani pun mengarahkan pandangannya ke mobil yang di tunjuk oleh Gerry. Deg, 'siapa sebenarnya Mas Gerry?' batin Vani.Vani pun lalu mendorong Gerry kearah mobil itu disusul oleh Pak Latif dan Bu Rina. Sedangkan Pak Leon dan istrinya sudah pergi berlalu duluan."Silakan masuk," kata sang supir sambil membuka pintu mobilnya. Pak Latif dan Bu Rina pun masuk lebih dulu dan duduk di bangku belakang, setelah itu Gerry dengan bantuan supir dan Vani, baru setelah itu Vani. Setelah semua masuk, barulah sang supir masuk."Langsung ke studio Kak Nana ya, Fat," kata Gerry kepada sang supir"Baik, Mas," jawab Fatah sang supir."Kita gak langsung pulang, Mas?" tanya Vani kepada Gerry."Ngga. Kita ke studio dulu ya," jawab Gerry."Studio ... ?" tanya Vani lagi, dan diangguki oleh Gerry.Mobil pun melaju di tengah jalanan ibukota yang mulai padat merayap. Setelah menempuh perjalanan selama 30menit, akhirnya mereka sampai di salah satu pertokoan. Nugea's Group, plang besar terpampang nyata di tengah atas salah satu ruko. Dibawahnya ada 3 plang yang sedikit lebih kecil di masing-masing ruko, setidaknya ada 3 ruko disana, Nugea's Advertising, Nugea's Boutique dan Nugea's Studio. Mobil pun berhenti tepat di depan Nugea`s Studio."Ayo turun," ajak Gerry kepada istri dan mertuanya. Fatah pun lalu membantu membuka pintu mobilnya dan membantu mendudukkan Gerry di kursi rodanya."Mas ...," ucap Vani terjeda sambil menatap ruko yang ada didepannya."Kamu tau ini, Dek?" tanya Gerry dan dia pun mengangguk mengiyakan."Ayo, masuk," ajak Fatah kepada mereka. Fatah berjalan duluan memimpin mereka berempat lalu membuka pintu masuk dan mengucapkan salam."Wa'alaikumsalam, Gerald ..., " panggil seorang wanita dari meja resepsonis lalu menghampiri mereka. Setelah berada tepat didepan Ge
Akhirnya, mereka pun sampai di rumah pukul 18.00, dan sudah masuk waktu magrib. Setelah menurunkan semua penumpangnya, Fatah pun langsung pamit pulang."Gua langsung pulang, Ger," pamit Fatah kepada Gerry."Gak mampir dulu, Mas Fatah? Kita makan malam dulu, kan cape dari tadi nyupir terus, meskipun di kasih cemilan mulu," tanya Pak Latif kepada Fatah."Ngga Pak, terimakasih tawarannya. Tapi, saya ada janji temu dengan seseorang, jadi mau langsung pulang," pamit Fatah kembali."Bilang aja Lu mau ngedate, Fat," ketus Gerry dan Fatah pun lalu tersenyum."Ya udah, saya pamit ya semuanya, Assalamu'alaikum," pamit Fatah akhirnya."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak."Yuk masuk, takut keburu abis waktu magribnya,"ajak Pak Latif kepada semuanya. Pak Latif pun lalu membuka kunci pintu rumahnya dan berjalan kedalam duluan, lalu disusul oleh Bu Rina, Gerry dan Vani."Astagfirullah, Vani belum masak, Pak," ucap Vani sambil menepuk jidatnya setelah mereka sampai diruang tamu."Pesen online aj
"Mas kamu kenapa?" tanya Vani sedikit panik melihat Gerry."Tanganku mati rasa, Dek. Gak papa kok, nanti juga baikan lagi. Anterin Mas ke kamar aja yuk, mau istirahat aja kayanya" pinta Gerry kepada istrinya itu."Makan dulu, Ger. Kamu kan belum makan juga dari tadi. Van, suapin gih suami kamu! Kasian dia," titah Pak Latif kepada anaknya. Vani pun menghembuskan napas kasar menahan sedikit kesal.'Sabar Vani, sabar. Orang sabar badannya lebar' batin Vani didalam hati."Iya Pak. Sini biar Vani yang suapin Mas aja, nanti abis makan baru istirahat ya," ujar Vani kepada sang suami dan diangguki oleh Gerry."Makasih, Dek" jawab Gerry. Nampak sedikit senyum di sudut bibirnya mendengar ucapan Vani tersebut. Akhirnya, Gerry pun makan berdua bersama Vani dan disuapi olehnya.Setelah selesai makan malam dan membereskan sisa makanannya, Vani pun lalu mendorong suaminya menuju ruang keluarga lalu memindahkannya ke karpet bulu yang berada disana agar dia bisa meluruskan kakinya untuk bersantai seje
Vani pun nampak gusar karena Gerry yang tiba-tiba menci*m bibirnya. Karena kesal, akhirnya dia langsung saja pindah menuju pojok tempat tidur dan segera memejamkan matanya.Gerry masih nampak terkekeh melihat kelakuan istrinya itu."Kamu cantik, Dek, kalo lagi ngambek kaya gini. Andai aja aku normal, mungkin kamu gak akan malu nikah sama aku. Sayang aja, kamu dapet aku pas lagi kena sialnya. Duhh ... pingin meluk tapi susah. Takut ngambek pula lagi dia," ucap Gerry sambil memandang wajah istrinya yang sudah terpejam itu lalu membelai rambut panjangnya dan dia pun ikut memejamkan matanya.Perlahan, Vani membuka kembali matanya dan menatap wajah sang suami. Ternyata, dari tadi dia hanya pura-pura tidur dan mendengar semua ocehan suaminya."Kalo di liat-liat, kamu emang lebih cakep dibanding Mas Wisnu si. Semoga aja kamu bener-bener bisa bahagiain aku nantinya Mas," ucap Vani lirih. Dia pun mendekatkan tubuhnya ke suaminya dan langsung memeluk suamin
"Apa?" tanya Vani kepada Adel sang adik. Ternyata dia yang tadi berteriak memanggil namanya."Liat nih baju gua! Kenapa bisa ada disini? Terus inu kenapa robek disini? Ya Ampun Kak! Ini tu baju baru ya!" ucap Adel dengan histeris sambil mengarahkan bajunya kepada sang kakak. Sedangkan Vani, nampak menggedikkan bahu tanda tak paham."Lu gak tau kalo baju ini mahal? Gua beli ini tuh hampir empat ratus ribu ya kak! Dan sekarang malah kek lap gini? Gua gak mau tau, pokoknya lu harus ganti! Kalo gak, gua bilang Mas Wisnu loh," cecar Adel kembali."Hoax banget empat ratus ribu. Paling juga cuma empat puluh ribu, terus belinya di pasar malem," ledek Gerry. Vani yang mendengar itu berusaha menahan tawanya didepan mereka berdua. 'Bisa juga ternyata Mas Gerry ngeledek Adel,' batin Vani dalam hati."Ketawa mah ketawa aja, Dek. Gak usah kek nahan p*p gitu," ledek Gerry kepada sang istri yang berada disebelahnya."Mas ... resek banget dia mah ah," uja
"Wisnu, apa-apaan kamu!" bentak Pak Latif kepada menantunya itu. Dia tak suka dengan sikap Wisnu yang main asal lempar gelas kepada Gerry sehingga membuat luka di kepala Gerry. Darah pun keluar perlahan dari atas keningnya dan bergerak secara perlahan kebawah wajahnya."Maksud Mas apa bilang kaya gitu?! Aku tau Mas nyindir aku kan? Aku siap kok buat nikah, makanya aku berani nikah!" geram Wisnu kepada Gerry sambil mengepalkan tangannya.Suasana ruang makan pun nampak tegang karena perseteruan antara Gerry dan Wisnu. Gerry pun nampak terkekeh sambil mengusap sebelah keningnya tanda bahwa dia saat ini sedang marah. Tak di pedulikannya rasa sakit akibat luka di keningnya itu. Vani nampak panik melihat luka di kepala suaminya tetapi dia bingung apa yang harus dilakukannya."Termasuk siap dengan biaya?" tanya Gerry pelan namun mampu membuat Wisnu terdiam membeku. Ya biaya, pasalnya Wisnu kemaren tidak siap dengan biaya yang akan dikeluarkan olehnya."Bi -- biaya? Si -- siap kok. Kalo gak s
Tubuh Vani mendarat sempurna diatas tubuh Gerry. Gerry pun lalu menc*um bibir Vani dan memeluk tubuh istrinya itu sambil meghirup aroma khas tubuhnya. Vani yang tak siap dengan serangan mendadak itu, hanya bisa pasrah, dia takut jika melawan maka Gerry akan kembali marah."Bentar, Mas, tutup pintu dulu," ucap Vani saat Gerry telah melepaskan ci*mannya. Gerry pun lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan Vani untuk menutup pintunya.Setelah pintu kamar terkunci, Vani lalu kembali ke dekat Gerry dan naik ke tempat tidur untuk ikut rebahan bersama Gerry. Gerry pun mengubah posisi tidurnya menjadi miring dengan bantuan Vani. Kini posisi mereka saling berhadap-hadapan, Vani membelai wajah sang suami dengan sangat lembut, begitupun dengan Gerry yang membelai rambut Vani dan perlahan menuju ke pinggangnya. Tangan kekarnya tetap berada di pinggang Vani, lalu dia pun menci*m kening wanitanya itu."Maaf udah ngebentak kamu, aku refleks tadi," ujar Gerry dengan penuh penyesalan. Vani pun menggel
Udah yuk, Yang, kita pergi aja dari sini. Parah banget emang Kak Vani sekarang," ajak Adel kepada Wisnu. Adel pun berjalan lebih dahulu menuju kamarnya."Van, kenapa Lu berubah?" tanya Wisnu lirih sambil terus menatap pintu kamar Vani. Setelah beberapa saat, barulah dia pergi menyusul Adel menuju kamarnya.***Keesokan harinya, Vani pun telah bersiap untuk pergi bekerja."Cantik banget, Dek," puji Gerry kepada istrinya itu, saat Vani mengoleskan lipstik di bibirnya."Makasih, Mas," kata Vani sambil terus merapihkan make upnya."Jangan cantik-cantik, Dek. Nanti ada yang naksir kamu lagi," kata Gerry kembali. Vani pun kemudian menghentikan aktivitasnya saat mendengar ucapan Gerry tersebut."Gak, Mas," ucap Vani lalu menghampiri Gerry. Dia pun lalu duduk dipangkuan Gerry kemudian menc*um bibirnya.Sebenarnya, Gerry ingin melakukan hal lebih dari sekedar kissing, tapi dia tak berani mel