"Bu ... ," ucap pria penagih hutang itu. Dia nampak sedikit kasihan dengan keadaan Vani.
Dituntunnya Vani untuk berdiri dan dibawanya menuju kursi di salah satu terasnya lalu di dudukkannya."20 juta ... untuk biaya pernikahan? Astagfirullah," ucap Vani kembali sambil beristigfar."Iya, Bu. Jadi bagaimana, Bu?" tanyanya kembali."Saya bisa minta waktunya seminggu lagi gak, Pak? Biar saya tanya Mas Wisnu dulu," mohon Vani."Tapi janji ya, Bu, seminggu harus sudah ada uangnya," ujar si pria menegaskan."Akan saya usahakan, Pak," jawab Vani."Baik, saya permisi dulu, Bu," pamit pria tersebut.Seperginya pria itu, Vani pun kembali beristigfar melihat nota hutang yang diberikan sang pria tadi. Tak lama, Pak Latif dan Bu Rina pun datang sehabis mereka membantu merapikan sisa-sisa dekorasi pesta pernikahan anaknya itu."Assalamu'alaikum Van, siapa tadi yang datang?" tanya Pak Latif sesudah mengucapkan salam. Dia pun lalu duduk di kursi sebrang Vani yang hanya terhalang oleh meja kecil tempat menaruh surat kabar pagi. Ya, Pak Latif masih suka berlangganan surat kabar pagi di tengah gempuran berbagai platform koran online. Baginya, lebih enak membaca dari kertas langsung daripada membaca lewat online."Wa'aaikumsalam, debt collector, Pak," ucap Vani."Debt collector? Astagfirullah Vani, buat apa kamu berhutang?" tanya Pak Latif kembali."Bukan Vani, Pak. Tapi, Mas Wisnu, Vani gak tau untuk apa uangnya, tapi di sini ditulis untuk biaya pernikahan, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi, Pak? Apa Bapak tau sesuatu?" tanya Vani menegaskan, lalu dia menyerahkan nota pinjaman itu ke Bapaknya. Pak Latif dan Bu Rina pun melihat nota itu dan mereka pun tampak syok dengan jumlah uang yang di pinjam oleh Wisnu."Kita kedalam saja yuk, kita obrolin di dalam," ajak Bu Rina. Pak Latif pun mengangguk setuju lalu membantu Vani berdiri karena sepertinya dia masih nampak syok dengan keadaan yang ada.Mereka bertiga pun lalu masuk kedalam rumah dan duduk diruang tamu. Setelah semua duduk, Bu Rina lalu memeluk anaknya itu dan kemudian bersimpuh di pangkuan sang anak."Bu ... , " kata Vani kaget melihat kelakuan sang Ibu."Ma -- maafin ibu, Van. Maaf. Ibu sebenarnya tau tentang rencana pernikahan Adel dan Wisnu. Maaf kalo ibu diem aja, ibu pikir, mereka juga ngeluarin biaya sendiri, tapi ternyata mereka pakai uang kamu," jelas sang ibu. Pak Latif pun tampak kaget mendengar penjelasan sang istri."Astagfirullah Ibu! Ibu kenapa bisa sejahat ini sama Vani?!" geram Pak Latif, nampak dia mengepalkan kedua tanganya menahan amarah. Dia tak menyangka bahwa sang istri ternyata sebenarnya mengetahui semua rencana ini."Bu ...," ucap Vani tertahan, air matanya tiba-tiba meluncur begitu saja."Maafin Ibu, Van. Ibu tau Ibu salah, tapi Ibu malah diem aja," ucap Bu Rina, dia pun sama terisaknya dengan Vani."Tolong, jelasin apa yang sebenarnya terjadi, Bu!" tegas Pak Latif.Bu Rina pun akhirnya menceritakan semua yang ia ketahui tentang hubungan Adel dan Wisnu. Sebenarnya, mereka berdua memang sepasang kekasih dan akan segera menikah, hanya saja pasti Pak Latif akan melarang pernikahan mereka karena Vani belum menikah dan tak boleh dilangkahi, karena itu dia minta Wisnu untuk pura-pura menyukai Vani dan merencakan pernikahan. Setelah semua rencana pernikahan Vani dan Wisnu tersusun rapi, Adel pun lalu mengubah dan menyusupnya. Berkas pernikahan di KUA pun diganti nama mempelai wanitanya, lalu dia diam-diam melalukan poto prawedding juga dengan Wisnu. Namun, dia tak tau dari mana uangnya. Jika melihat nama penjamin di nota tadi, itu jelas adalah tanda tangan milik Adel."Astagfirullah, astagfirullah, tega banget Ibu kaya gini sama aku," isak Vani kembali tergugu."Maafin Ibu, Van. Maaf," kata sang Ibu kembali, dia pun lalu memeluk anaknya itu.Pak Latif nampak memijat keningnya karena dia tak tau harus bagaimana. Uang 20 juta bukan lah uang yang sedikit, apalagi dia juga baru kelar mengadakan pesta, dan uang yang kembali hanya ada 15 juta saja.Ditengah kekalutan yang ada, tiba-tiba terdengar teriakan dari luar rumah."Vani, Vani, calon mantu kurang ajar emang kamu ya!" teriak Bu Wiwik dari luar rumah. Dia pun lalu menerobos masuk begitu saja."Ada apa besan?" tanya Pak Latif kepada Bu Wiwik. Nampak kemarahan di muka Bu Wiwik."Bisa-bisanya lu nunggak pembayaran WO! Lu mau bikin malu keluarga Gua hah?" geram Bu Wiwik sambil mengacungkan jarinya menunjuk muka Vani."Nunggak pembayaran? Jelas-jelas kemaren sudah Vani lunasin, Mah," jawab Vani heran dengan ucapan Bu Wiwik. Bu Wiwik pun nampak kaget lalu menutup mulutnya."Pokoknya, saya gak mau tau! Kamu harus lunasin biaya WO itu sebesar 15 juta!" bentak Bu Wiwik lalu dia berlalu keluar dari rumah."Ya Allah, cobaan apalagi ini," ucap Vani.Mereka bertiga pun nampak kalut, tak tau harus berbuat apa. Tak ada yang bersuara, hanya ada suara desahan napas dan isakan dari Bu Rina.Pak Latif pun, akhirnya mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi seseorang. Namun tak jua diangkatnya."Sial! Nomornya pake segala gak aktif lagi!" geram Pak Latif lalu melempar ponselnya kesembarang arah. Ternyata, dia menelpon Wisnu dan Adel, namun keduanya tak ada yang bisa dihubungi sama sekali.***Dua hari berlalu setelah kejadian itu, Vani nampak sering mengurung dirinya di dalam kamar. Saat ini, dia masih dalam masa cuti menikah sehingga dia tidak bekerja.Malam harinya, Pak Leon dan Bu Wiwik pun bertandang ke rumah Vani. Pak Latif pun menyambut hangat kedatangan besannya itu meskipun nampak sedikit malas.Setelah mempersilakan tamunya masuk, tak lupa mereka menjamunya dengan menyiapkan cemilan dan juga minuman. Hening melanda beberapa saat, sampai akhirnya Pak Leon memecah keheningan itu."Bagaimana ini Pak Latif? Siapa yang akan membayar pelunasan WO ini?" tanya Pak Leon memulai pembicaraannya."Kata Vani, WO sudah dia bayar lunas. Jadi saya pun gak tau itu WO untuk siapa," jawab Pak Latif."Kalo udah dibayar lunas, ya, gak mungkin lah dia masih nagih!" sela Bu Wiwik."Apa perlu saya kasih bukti pelunasan WOnya? Jika memang belum lunas, berarti itu adalah WO punya Adel dan Wisnu. Bukannya pernikahan mereka pun telah direncakanan?" tanya Vani kepada Bu Wiwik. Bu Wiwik terkesiap mendengar penuturan Vani."Kamu kan cuma ngasih uang 10 juta aja. Sedangkan WO itu harganya 30 juta, emang kamu pikir siapa yang harus bayar sisanya?" tanya Bu Wiwik geram."10 juta?! Saya sudah ngasih uang 20 juta ke Mas Wisnu untuk biaya WO, dan harga WO saya pun cuma 13 juta dan itu sudah lunas kemarin. Jika seperti itu, berarti memang punya Adel dan Wisnu. Jadi, silahkan ibu tagih ke anak ibu dan juga Adel. Begitu pun dengan hutang mereka di koperasi sebesar 20 juta harus mereka berdua yang bayar! Saya gak mau ya, harus bayar biaya yang jelas-jelas bukan untuk saya!" bentak Vani.Vani pun nampak kesal dan geram dengan sikap Ibu Wiwik yang terasa memojokkannya, padahal jelas-jelas dia tau bahwa yang menikah bukanlah Vani. Suasana makin panas karena Bu Wiwik terus memaksa Vani untuk membayar, sedangkan Vani tetap menolak."Sudah cukup! Saya yang akan bayar semua tagihan itu, tapi dengan syarat Vani harus menikah dengan anak kandung saya atau kakak tiri Wisnu!" tegas Pak Leon dengan nada sedikit membentak."Gery, masuk lah!" perintah Pak Leon kepada seseorang di luar pintu.Semua mata pun akhirnya tertuju ke arah pintu masuk. Saat orang itu masuk, Vani langsung mengucapkan istigfar dan menutup mulutnya, begitupun dengan Bu Rina dan Pak Latif."Dia ...," ucapan Vani pun terjeda."Astagfirullah," guman Vani.Gerry terus bergerak hingga saat ini posisinya berada di samping Pak Leon. Dia pun lalu menundukkan pandangannya, tak berani menatap Vani dan keluarganya.Keluarga Vani pun nampak syok melihat keadaan Gerry."Perkenalkan, dia Gerry. Anak kandung saya, atau kakak tirinya Wisnu. Tenang saja, mereka tidak sedarah kok. Wisnu itu anak sambung saya, bawaan dari istri kedua saya. Jadi, mereka tak ada hubungan darah. Gerry mengalami kecelakaan 1 tahun lalu yang membuatnya harus menderita kelumpuhan sehingga tidak bisa berjalan dan menggerakan tangannya. Namun, ini sudah ada sedikit perubahan karena sekarang tangan kanannya sudah bisa bergerak," jelas Pak Leon memperkenalkan Gerry. Gerry mengangkat wajahnya sebentar lalu memaksakan diri untuk tersenyum kepada keluarga Vani, setelah itu menunduk kembali."Vani gak mau nikah sama dia!" tolak Vani dengan tegas. Tolakan Vani mampu membuat Gerry mengangkat kembali kepalanya yang tertunduk. Gerry pun mengarahkam pandanga
Mobil pun melaju di tengah jalanan ibukota yang mulai padat merayap. Setelah menempuh perjalanan selama 30menit, akhirnya mereka sampai di salah satu pertokoan. Nugea's Group, plang besar terpampang nyata di tengah atas salah satu ruko. Dibawahnya ada 3 plang yang sedikit lebih kecil di masing-masing ruko, setidaknya ada 3 ruko disana, Nugea's Advertising, Nugea's Boutique dan Nugea's Studio. Mobil pun berhenti tepat di depan Nugea`s Studio."Ayo turun," ajak Gerry kepada istri dan mertuanya. Fatah pun lalu membantu membuka pintu mobilnya dan membantu mendudukkan Gerry di kursi rodanya."Mas ...," ucap Vani terjeda sambil menatap ruko yang ada didepannya."Kamu tau ini, Dek?" tanya Gerry dan dia pun mengangguk mengiyakan."Ayo, masuk," ajak Fatah kepada mereka. Fatah berjalan duluan memimpin mereka berempat lalu membuka pintu masuk dan mengucapkan salam."Wa'alaikumsalam, Gerald ..., " panggil seorang wanita dari meja resepsonis lalu menghampiri mereka. Setelah berada tepat didepan Ge
Akhirnya, mereka pun sampai di rumah pukul 18.00, dan sudah masuk waktu magrib. Setelah menurunkan semua penumpangnya, Fatah pun langsung pamit pulang."Gua langsung pulang, Ger," pamit Fatah kepada Gerry."Gak mampir dulu, Mas Fatah? Kita makan malam dulu, kan cape dari tadi nyupir terus, meskipun di kasih cemilan mulu," tanya Pak Latif kepada Fatah."Ngga Pak, terimakasih tawarannya. Tapi, saya ada janji temu dengan seseorang, jadi mau langsung pulang," pamit Fatah kembali."Bilang aja Lu mau ngedate, Fat," ketus Gerry dan Fatah pun lalu tersenyum."Ya udah, saya pamit ya semuanya, Assalamu'alaikum," pamit Fatah akhirnya."Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak."Yuk masuk, takut keburu abis waktu magribnya,"ajak Pak Latif kepada semuanya. Pak Latif pun lalu membuka kunci pintu rumahnya dan berjalan kedalam duluan, lalu disusul oleh Bu Rina, Gerry dan Vani."Astagfirullah, Vani belum masak, Pak," ucap Vani sambil menepuk jidatnya setelah mereka sampai diruang tamu."Pesen online aj
"Mas kamu kenapa?" tanya Vani sedikit panik melihat Gerry."Tanganku mati rasa, Dek. Gak papa kok, nanti juga baikan lagi. Anterin Mas ke kamar aja yuk, mau istirahat aja kayanya" pinta Gerry kepada istrinya itu."Makan dulu, Ger. Kamu kan belum makan juga dari tadi. Van, suapin gih suami kamu! Kasian dia," titah Pak Latif kepada anaknya. Vani pun menghembuskan napas kasar menahan sedikit kesal.'Sabar Vani, sabar. Orang sabar badannya lebar' batin Vani didalam hati."Iya Pak. Sini biar Vani yang suapin Mas aja, nanti abis makan baru istirahat ya," ujar Vani kepada sang suami dan diangguki oleh Gerry."Makasih, Dek" jawab Gerry. Nampak sedikit senyum di sudut bibirnya mendengar ucapan Vani tersebut. Akhirnya, Gerry pun makan berdua bersama Vani dan disuapi olehnya.Setelah selesai makan malam dan membereskan sisa makanannya, Vani pun lalu mendorong suaminya menuju ruang keluarga lalu memindahkannya ke karpet bulu yang berada disana agar dia bisa meluruskan kakinya untuk bersantai seje
Vani pun nampak gusar karena Gerry yang tiba-tiba menci*m bibirnya. Karena kesal, akhirnya dia langsung saja pindah menuju pojok tempat tidur dan segera memejamkan matanya.Gerry masih nampak terkekeh melihat kelakuan istrinya itu."Kamu cantik, Dek, kalo lagi ngambek kaya gini. Andai aja aku normal, mungkin kamu gak akan malu nikah sama aku. Sayang aja, kamu dapet aku pas lagi kena sialnya. Duhh ... pingin meluk tapi susah. Takut ngambek pula lagi dia," ucap Gerry sambil memandang wajah istrinya yang sudah terpejam itu lalu membelai rambut panjangnya dan dia pun ikut memejamkan matanya.Perlahan, Vani membuka kembali matanya dan menatap wajah sang suami. Ternyata, dari tadi dia hanya pura-pura tidur dan mendengar semua ocehan suaminya."Kalo di liat-liat, kamu emang lebih cakep dibanding Mas Wisnu si. Semoga aja kamu bener-bener bisa bahagiain aku nantinya Mas," ucap Vani lirih. Dia pun mendekatkan tubuhnya ke suaminya dan langsung memeluk suamin
"Apa?" tanya Vani kepada Adel sang adik. Ternyata dia yang tadi berteriak memanggil namanya."Liat nih baju gua! Kenapa bisa ada disini? Terus inu kenapa robek disini? Ya Ampun Kak! Ini tu baju baru ya!" ucap Adel dengan histeris sambil mengarahkan bajunya kepada sang kakak. Sedangkan Vani, nampak menggedikkan bahu tanda tak paham."Lu gak tau kalo baju ini mahal? Gua beli ini tuh hampir empat ratus ribu ya kak! Dan sekarang malah kek lap gini? Gua gak mau tau, pokoknya lu harus ganti! Kalo gak, gua bilang Mas Wisnu loh," cecar Adel kembali."Hoax banget empat ratus ribu. Paling juga cuma empat puluh ribu, terus belinya di pasar malem," ledek Gerry. Vani yang mendengar itu berusaha menahan tawanya didepan mereka berdua. 'Bisa juga ternyata Mas Gerry ngeledek Adel,' batin Vani dalam hati."Ketawa mah ketawa aja, Dek. Gak usah kek nahan p*p gitu," ledek Gerry kepada sang istri yang berada disebelahnya."Mas ... resek banget dia mah ah," uja
"Wisnu, apa-apaan kamu!" bentak Pak Latif kepada menantunya itu. Dia tak suka dengan sikap Wisnu yang main asal lempar gelas kepada Gerry sehingga membuat luka di kepala Gerry. Darah pun keluar perlahan dari atas keningnya dan bergerak secara perlahan kebawah wajahnya."Maksud Mas apa bilang kaya gitu?! Aku tau Mas nyindir aku kan? Aku siap kok buat nikah, makanya aku berani nikah!" geram Wisnu kepada Gerry sambil mengepalkan tangannya.Suasana ruang makan pun nampak tegang karena perseteruan antara Gerry dan Wisnu. Gerry pun nampak terkekeh sambil mengusap sebelah keningnya tanda bahwa dia saat ini sedang marah. Tak di pedulikannya rasa sakit akibat luka di keningnya itu. Vani nampak panik melihat luka di kepala suaminya tetapi dia bingung apa yang harus dilakukannya."Termasuk siap dengan biaya?" tanya Gerry pelan namun mampu membuat Wisnu terdiam membeku. Ya biaya, pasalnya Wisnu kemaren tidak siap dengan biaya yang akan dikeluarkan olehnya."Bi -- biaya? Si -- siap kok. Kalo gak s
Tubuh Vani mendarat sempurna diatas tubuh Gerry. Gerry pun lalu menc*um bibir Vani dan memeluk tubuh istrinya itu sambil meghirup aroma khas tubuhnya. Vani yang tak siap dengan serangan mendadak itu, hanya bisa pasrah, dia takut jika melawan maka Gerry akan kembali marah."Bentar, Mas, tutup pintu dulu," ucap Vani saat Gerry telah melepaskan ci*mannya. Gerry pun lalu melepaskan pelukannya dan membiarkan Vani untuk menutup pintunya.Setelah pintu kamar terkunci, Vani lalu kembali ke dekat Gerry dan naik ke tempat tidur untuk ikut rebahan bersama Gerry. Gerry pun mengubah posisi tidurnya menjadi miring dengan bantuan Vani. Kini posisi mereka saling berhadap-hadapan, Vani membelai wajah sang suami dengan sangat lembut, begitupun dengan Gerry yang membelai rambut Vani dan perlahan menuju ke pinggangnya. Tangan kekarnya tetap berada di pinggang Vani, lalu dia pun menci*m kening wanitanya itu."Maaf udah ngebentak kamu, aku refleks tadi," ujar Gerry dengan penuh penyesalan. Vani pun menggel