Share

Mengerti Sebab Merasakan

Suara tangisan mengusik tidur Rama. Membuatnya bangun karena risih akan suara tangisan tersebut.  Ia segera turun dari kasurnya dan pergi ke kamar Mawar.

“Kamu terbangun karena Dio? Maaf, dia sedang rewel,” ujar Mawar saat melihat Rama mendekat ke arahnya.

Jelas ia merasa tidak enak karena menganggu waktu tidur Rama. Biasanya hanya waktu tidurnya yang terganggu dengan suara tangis Dio.

“Mau kubantu? Mungkin dia bosan, aku akan ajak dia ke balkon dan melihat pemandangan luar,” ujar Rama.

Mawar mengerutkan keningnya. Ia kira Rama akan marah kepadanya karena terganggu dengan tangisan tersebut.

Rama mendekat dan beralih menggendong Dio. “Kamu istirahatlah! Biar aku yang jaga dia, kamu pasti lelah mengurusnya seharian.”

“Seharusnya kamu saja yang istirahat, tidak perlu direpotkan dengan Dio. Kamu bukan siapa-siapanya, kamu tidak wajib mengurusnya,” ucap Mawar.

“Aku sudah menerima bayaran besar untuk peran sebagai suami dan ayah untuk Dio. Jadi, aku akan memainkan peranku dengan baik, sesuai dengan apa yang sudah aku katakan sejak awal,” jelas Rama.

“Apa kamu menyayanginya dari dalam hatimu?” tanya Mawar.

“Aku suka dengan anak kecil,” jawab Rama yang kini berjalan menuju balkon kamar tersebut.

Rama menggendong Dio dan mengajaknya melihat bintang yang bersinar di langit. Ia dengan telaten mengurus Dio seperti anaknya sendiri.

Rama mencoba mengalihkan perhatian Dio pada bintang-bintang di sana. Ia berusaha berkomunikasi dengan Dio agar Dio mau bekerja sama dengannya dan tidak rewel lagi.

Mendengar tangisan Dio yang mulai mereda. Mawar pun menghampiri mereka berdua di balkon.

“Wah, kamu lebih hebat dari yang kubayangkan. Kamu memainkan peran ayah dengan sempurna,” puji Mawar.

Rama memasang wajah tengilnya, tersenyum sombong untuk menggoda Mawar.

“Dasar anak kecil! Baru aku puji segitu saja kamu sudah terbang,” gumam Mawar.

“Padahal sepertinya usia kita tidak terpaut begitu jauh, hanya saja kamu yang sudah lebih dulu mendewasakan diri,” ujar Rama.

“Kurang lebih usia kita berbeda 5 tahun, bagi seorang perempuan rentang itu terpaut jauh. Kamu yang ada di bawahku, maka aku yang semakin terlihat tua jika bersama denganmu,” jelas Mawar.

“Oh ya? Aku tidak melihat perbedaan yang jauh denganmu, mungkin karena make up mu yang selalu terlihat segar dan menutupi usia aslimu,” sahut Rama.

Mawar yang mendengar hal itu langsung tersenyum malu. Wanita mana yang tidak senang jika ada yang mengatakan seperti itu kepadanya? Sama saja Rama mengatakan bahwa ia masih terlihat awet muda.

“Mengapa perempuan selalu berbunga-bunga jika dipuji seperti itu?” tanya Rama.

“Kenapa laki-laki muda sepertimu selalu berhasil dengan kata-kata romantisnya?” Mawar berbalik bertanya pada Rama.

Rama tertawa kecil, lalu ia kembali bermain dengan Dio.

“Papah, ini papah!” Rama mengajarkan Dio untuk mulai berbicara.

Usia Dio sudah 11 bulan, ia sudah bisa berbicara sedikit demi sedikit, walau ucapan yang keluar dari mulutnya belum begitu jelas.

“Pah!” ucap Dio.

Rama langsung tersenyum senang mendengar hal itu. Baru beberapa kali ia membiasakan sebutan itu untuk Dio, ternyata Dio sudah bisa menggunakannya.

“Kenapa dia sangat mudah mengucapkan panggilan itu. Dulu saja dia sangat lambat memanggilku ‘Mamah’ suster dulu yang membantunya menyebutkan panggilanku,” gumam Mawar.

“Anak kecil ini tidak salah, dia masih polos. Mungkin kamu yang terlalu jarang bersamanya, hingga dia merasa asing denganmu,” sahut Rama.

“Sepertinya kamu banyak mengerti tentang tumbuh kembang anak,” ujar Mawar. “Kamu mempelajarinya?”

“Aku bukan ahli dan aku tidak mempelajarinya, aku hanya mengerti sebab aku merasakannya,” sahut Rama.

Rama kini membawa Dio kembali ke dalam kamar, ia tidak ingin terlalu lama membiarkan Dio terkena angin malam.

“Apa kamu sama dengan Dio?” Mawar mengerjar Rama.

“Ada kesamaan di antara kami, maka aku akan berusaha mengertinya,” jawab Rama. “Sebaiknya kamu sekarang berikan susu untuknya. Aku akan tunggu di balkon.”

Rama segera pergi dari kamar tersebut, ia meninggalkan Mawar yang hendak memberikan ASI untuk Dio.

“Dia tidak seburuk yang aku kira, dia cukup menjaga privasiku,” ujar Mawar saat melihat Rama menutup gorden jendela tersebut.

Rama sengaja keluar ke balkon itu lagi, ia akan susah tidur jika sudah bangun, tetapi ia juga tidak mau merusak privasi Mawar saat memberikan susu kepada Dio.

Ia berdiri di balkon tersebut dan memainkan ponselnya. Di sana ia membuka sebuah situs dari perusahaan informatika terkenal di negaranya.

Ia memperhatikan nama-nama pemimpin perusahaan tersebut yang tertera dalam situs itu.

“Reynald Adipati!”

“Franderen Aliano!”

“Tunggu aku!”

Tidak hanya melihat nama-nama tersebut, Rama pun memperhatikan foto-foto mereka yang ada di sana dengan tatapa penuh kebencian.

Langkahnya sudah dimulai, ia akan segera membuat sesara orang-orang yang pernah menyiksa orang-orang yang ia sayangi.

“Perusahaan apa itu?” Mawar datang dan tidak sengaja melihat sekilas situs yang tertampil di ponsel Rama.

Rama yang terkejut langsung menutup ponsel tersebut dan mentap Mawar dengan tatapan bingung. “Dio sudah tidur?”

“Iya, dia sudah tidur. Sepertinya tadi ada sesuatu yang menganggu tidurnya, maka dia kebangun. Padahal dia sendiri masih mengantuk, jadi dia mudah tertidur lagi,” jelas Mawar. “Kamu sendiri kenapa tidak tidur dan malah membuka situs perusahaan lain? Perusahaan mana itu?”

“Aku tidak mengantuk, aku ingin menikmati suasana malam ini saja di sini,” jawab Rama.

“Kamu menjawab pertanyaanku dengan baik, tetapi kenapa pertanyaan terakhirku tidak kamu jawab?” Mawar menatap Rama dengan tatapan tajam.

Rama menggeleng. “Tidak penting, tidak sengaja juga menekan profil perusahaan itu.”

Mawar hanya mengangguk, percaya saja dengan ucapan Rama. Setelah itu mereka berdua sama-sama menikmati pemandangan malam itu dengan diisi oleh keheningan di antara mereka.

“Terima kasih, ya. Terima kasih karena sudah memberikan kasih sayang kepada Dio,” ujar Mawar memecahkan keheningan.

“Biasa saja. Siapa pun orangnya akan meluluh jika melihat Dio yang memiliki wajah lucu dan menggemaskan seperti itu,” sahut Rama.

“Tapi, dia saja diabaikan oleh ayah kandungnya sendiri. Aku tidak menyangka ada yang bisa menyayanginya, aku kira dia akan selamanya hidup dalam abaian semua orang.” Mawar tersenyum tipis.

Rama menoleh dan memperhatikan senyum manis di wajah Mawar. “Dia yang mengabaikan kamu dan Dio adalah orang yang tidak pantas hidup layak di muka bumi ini. Percayalah bahwa takdir buruk akan berbalik kepadanya.”

“Kamu seperti orang yang penuh akan kebencian, apa aku benar?” tanya Mawar.

“Ya, aku bertahan hidup sampai saat ini karena kebencian dalam hatiku. Tujuan hidupku bukan lagi untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi untuk membalaskan sebuah dendam dari ribuan rasa sakit yang aku rasakan sejak dulu,” jelas Rama. “Apa kamu pun akan membenciku karena kebencian dalam diriku ini?”

“Aku bukan orang sebaik itu yang bisa menjauhi orang lain karena kebencian dalam dirinya. Aku pun tidak sempurna, maka aku tidak menuntut kesempurnaan,” sahut Mawar. “Tenang saja, aku tidak semudah itu menilai orang.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status