Share

Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan
Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan
Author: NawankWulan

BAB 1 Batal Menikah

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2025-04-29 16:25:53

"Maaf saya nggak bisa melanjutkan acara ini. Pernikahan saya dengan Senja sebaiknya dibatalkan saja," ucap mempelai laki-laki itu dengan tegas. 

Wajahnya tak menampakkan penyesalan, justru terlihat lebih lega dan tenang. Di sudut lain, mempelai wanita dengan gaun putih gadingnya yang elegan tampak menitikkan air mata. Apalagi saat para tamu undangan mulai riuh, bergosip, berbisik bahkan ada yang mulai menyalahkannya. 

"Apa maksudmu bicara seperti itu, Di? Kenapa nggak bilang jauh-jauh hari kalau memang ingin membatalkan pernikahan ini? Kasihan Senja kamu perlakukan seperti ini," ungkap laki-laki yang duduk di kursi roda itu. Anwar, dia adalah bapak kandung mempelai perempuan. 

"Maafkan saya, Om. Saya benar-benar nggak sanggup menikah dengan anak sulung, Om. Tapi Om Anwar tak perlu risau, saya akan tetap menjadi menantu Om jika Om mengizinkan saya menikah dengan Abel." 

Istighfar terdengar nyaris bersamaan di ruangan itu. Anwar pun berkaca-kaca. Ingin rasanya mengamuk dan memaki, tapi putri sulungnya itu seolah tak mengizinkan. Senja menggenggam erat punggung tangan bapaknya yang kini berdebar tak karuan. 

"Saya mencintai Abel, Om. Cinta saya pada Abel jauh lebih besar dibandingkan cinta saya pada Senja. Jadi--

"Jadi, kamu ingin menikah dengan Abel bukan dengan Senja, begitu?" tanya Anwar memastikan. Meski dengan suara bergetar menahan geram dan emosi, tapi sebagai seorang bapak dari kedua anak gadisnya, dia tetap harus menjadi penengah dan pemberi keputusan. 

"Benar, Om. Saya ingin menikahi Abel," balas Adi kembali meyakinkan. 

"Izinkan kami menikah, Pak. Bukan maksudku menikung Mbak Senja, tapi mau bagaimana lagi kalau memang calon suaminya lebih memilihku dibandingkan dia. Namanya cinta kan nggak bisa dipaksa." Kini Abel menimpali. 

Gadis itu sepertinya sudah menyiapkan semuanya, terbukti dia pun berdandan layaknya pengantin dengan kebaya warna salem yang menawan. 

"Kamu sudah tahu rencana Mas Adi, Bel?" lirih Senja di tengah isaknya. 

"Aku juga baru tahu beberapa jam lalu, Mbak. Awalnya dia ragu, tapi setelah kuminta dia berpikir lagi dan lagi akhirnya yakin jika keputusannya ini sudah bulat. Kamu nggak bisa menyalahkan aku ya, Mbak. Ini bukan kali pertama kejadian seperti ini karena dua calonmu sebelumnya pun melakukan hal yang sama. Mereka lebih memilihku dibandingkan kamu. Wajar mereka begitu karena dari sudut manapun sepertinya aku memang lebih cantik. Benar kan?" balas Abel begitu angkuh seolah tak merasa bersalah dan tak berempati sedikitpun pada kakaknya. 

Bulir bening kembali menetes di kedua sudut mata Senja. Dia tak menyangka jika kisah cintanya kali inipun gagal karena adiknya senasabnya itu. 

"Abel! Jaga bicaramu. Seperti apapun kakakmu, dia yang sudah menyekolahkanmu sampai lulus SMA bahkan membiayai kuliahmu sampai sarjana. Kamu nggak akan bisa seperti sekarang tanpa bantuannya," bela Anwar tak terima anak sulungnya disudutkan oleh adiknya sendiri, apalagi di depan banyak orang seperti ini. 

"Ini! Ini yang paling kubenci dari bapak. Bapak selalu membela Mbak Senja. Bapak nggak pernah mengerti perasaanku selama ini. Bapak pilih kasih. Karena itu pula aku semakin merasa nggak bersalah tiap kali menyakiti Mbak Senja. Kalau bapak nggak lumpuh,dia juga nggak mungkin rela jadi tulang punggung keluarga, Pak. Dia nggak mungkin mau membiayai sekolah dan kuliahku," cerocos Abel tanpa jeda, membuat hati Senja semakin terasa sakit seperti teriris sembilu. Perihnya tak terkira. 

Pengorbanan dan perjuangannya selama ini untuk keluarga terutama adiknya seolah tak ada artinya. Dia benar-benar tak menyangka jika adiknya masih menyimpan dendam, padahal selama ini dia sudah cukup banyak berkorban waktu, tenaga dan perasaan. 

Suasana semakin gaduh. Keributan di antara para tamu pun tak terelakan lagi.

"Benar kan dugaanku? Mempelai laki-laki pasti lebih memilih adiknya, secara memang jauh lebih cantik dan menarik. Mana masih muda pula," bisik seorang wanita yang disetujui ibu-ibu lainnya. 

"Mungkin ada alasan lain, Bu. Bukan karena Abel yang lebih cantik."

"Mana mungkin alasan lain. Dua calon sebelumnya pun lebih memilih adiknya, meski akhirnya cinta mereka kandas di tengah jalan."

"Sepertinya kali ini Abel sudah lelah berpacaran, makanya siap menikah dengan laki-laki itu. Semoga saja setelah menikah, kelak dia tak lagi menjadi duri kisah cinta kakaknya." 

Batin Senja semakin terluka mendengar ucapan miring mereka. Ketiga kalinya dia dijodohkan dan nyaris menikah, tapi ketiga kalinya pula calon suami membatalkan perjodohan. Alasannya mungkin memang sama, lebih memilih menjalin hubungan dengan adiknya yang lebih cantik dan seksi. 

"Ya Allah, Adi. Kenapa kamu mempermalukan ibu begini?" lirih Kalina, ibu kandung Adi dengan berurai air mata. 

Wanita paruh baya itu sebenarnya memilih Senja sebagai menantunya. Kalina merasa cocok dan sudah menganggap Senja seperti anaknya sendiri. Tak menyangka jika harapannya luntur seketika saat anak semata wayangnya itu justru memilih Abel sebagai calon istri. 

"Maafkan Adi, Bu. Adi nggak bisa membohongi perasaan ini," balas Adi sembari memeluk ibunya. 

"Kenapa dadakan begini? Kenapa nggak jauh-jauh hari jika ingin membatalkan acara pernikahannya. Kasihan Senja, Nak. Dia pasti akan malu dan menjadi perbincangan banyak orang," ucap Kalina lagi diiringi isaknya yang terdengar lirih. 

"Maaf, Bu. Adi harus menikahi Abel apapun dan bagaimanapun caranya." 

Kalina mendongak. Dia menatap lekat wajah tampan anaknya, mencoba mencari tahu alasan apa yang membuat anak semata wayangnya itu mengkhianati calon menantu kesayangannya.  

"Apa alasanmu membatalkan pernikahan ini, Mas? Tolong jawab pertanyaanku agar aku bisa lebih ikhlas menerima keputusanmu," tanya Senja setelah mencoba menenangkan batinnya yang terluka. 

"Aku nggak bisa mengatakannya, Ja. Aku takut membuatmu semakin terluka. Maaf." 

"Katakan saja yang sejujurnya, Mas. Dengan kejujuranmu, InsyaAllah akan membuatku lebih ikhlas menerima takdirNya."

"Kamu yakin?" Senja mengangguk pasrah dan berusaha menenangkan hatinya. 

"Alasannya sama seperti dua calon lainnya. Abel benar, aku memang lebih menyukainya karena dia cantik. Penampilannya yang menarik dan seksi membuatku tak malu sebagai seorang pacar dan suami nantinya. Kamu terlalu polos, Senja. Tak tahu fashion dan sibuk dengan dunia kerjamu sampai tak memikirkan penampilanmu sendiri. Namanya lelaki pasti lebih menyukai perempuan yang sedap dipandang, sementara kamu-- 

"Stop! Jangan lanjutkan ucapan sampahmu itu!" sentak Anwar begitu emosi. 

Kedua tangannya mengepal, nyaris melayangkan kepalannya ke wajah laki-laki itu andai Senja tak menarik tangannya kuat-kuat. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Siti Khotijah
lagi laki blm siap
goodnovel comment avatar
IWALY PUAN
lanjutkan donk
goodnovel comment avatar
Yanto Surya
laki laki setan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Teror Lain

    Rama menghela napas panjang. Dia menatap Ririn yang masih panik dan gugup melihatnya nyaris baku hantam dengan kakak dan sahabatnya. "Aku nggak mau bikin ribut lagi, Mas. Tolong, jangan ikut campur urusanku. Kita sudah bukan pasangan suami istri lagi." Ririn berujar lirih. Rama mendongak lalu kembali menatap dua lelaki di samping mantan istrinya itu. "Lagipula Mas Awan nggak tahu apa-apa. Jangan mengkambinghitamkan orang lain atas perceraian kita. Alasanku menggugat sudah jelas. Kamu jangan playing victim, Mas. Sekarang, pergi dari sini dan urus hidupmu sendiri. Aku nggak pernah mengusikmu, kuharap kamu juga berhenti mengatur hidupku," balas Ririn tegas. "Kalian nggak apa-apa?" tanya Ririn ke arah dua lelaki di sampingnya. Damar menggeleng pelan, begitu pula dengan Damar. "Tenang, Rin. Kami nggak apa-apa. Belum baku hantam, baru mau mulai sudah kamu cegah." Awan berusaha mencairkan suasana yang mendadak tak nyaman itu. Rama menatap tajam, matanya merah penuh dendam. "Kita meman

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Mengamuk

    Langkah kaki Ririn masih terasa ragu saat memasuki gedung kantor baru milik Damar. Bangunan itu megah dan kokoh, kaca-kaca besar menghiasinya, menandakan keseriusan bisnis properti yang baru saja dibangun kakaknya."Rin, sini!" Damar melambaikan tangan dari balik meja kerjanya yang penuh tumpukan dokumen. Senyum kakaknya itu membuat hati Ririn sedikit tenang."Aku takut ganggu kerjaanmu, Mas," ucap Ririn pelan sambil duduk di kursi tamu."Ngawur. Justru aku sengaja minta kamu datang." Damar meraih sebuah map lalu meletakkannya di meja. "Aku butuh asisten dan aku pengin kamu yang isi posisi itu. Kamu cocok. Lagipula, Opa pasti sangat setuju."Ririn terkejut. "Aku? Mas, aku mana ngerti soal properti, soal bisnis kayak gini. Aku kan cuma--""Cuma apa? Aku butuh seseorang yang bisa dipercaya, Rin. Siapa lagi kalau bukan adikku sendiri. Iya kan?" sahut Damar cepat. Ririn terdiam. Matanya berkaca-kaca, mengingat masa-masa kelam bersama Rama yang menguras hidupnya. Ririn merasa tak pernah

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Dijodohkan

    "Mulai hari ini, kamu bukan orang asing. Kamu adalah cucu Opa, bagian dari keluarga ini. Jangan pernah ragu akan hal itu, Rin. Kalau memang kamu nggak mau tinggal di Jogja dan memilih tinggal di Jakarta bersama ibumu, nggak apa-apa. Opa juga nggak akan memaksa, tapi kamu harus sering-sering jenguk Opa ya? Keponakanmu juga akan bertambah sebab kakak iparmu hamil muda," ujar Opa setelah pulang dari rumah sakit. Mereka kumpul di ruang keluarga dan mendengarkan beberapa wejangan Opa. Nyaris sepuluh hari Ririn di Jogja dan selama itu pula hubungannya dengan keluarga kandungnya semakin erat dan hangat. Ibunya pun diterima dengan tangan terbuka bahkan Opa memberinya tabungan dua ratus juta untuk modal usaha. Iya, Susanti ingin membuka usaha warung sembako di depan rumahnya. "Opa, modal usahanya terlalu banyak. Warung yang akan saya bikin itu cuma kecil-kecilan karena memang sisa tanahnya juga sedikit," ujar Susanti saat menerima transferan segitu banyak ke rekeningnya. "Nggak apa-apa, Bu.

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Penuh Haru dan Bahagia

    Pagi di Jogja terasa tenang dan damai. Burung-burung berkicau, udara lembut masuk melalui jendela kamar tempat Ririn tidur. Sejak pagi dia belum keluar kamar, kecuali saat shalat subuh di musholla rumah itu. Ririn ingin membantu membersihkan rumah, tapi dua asisten di sana melarang. Mereka meminta Ririn untuk santai atau jalan-jalan pagi saja seperti anak Opa lainnya. Tak membantah, Ririn akhirnya memilih kembali ke kamar sementara ibunya duduk di dapur bersama salah satu asisten rumah tangga. Ibunya menolak kembali ke kamar dan memilih ngobrol dengan salah satu asisten sembari membantu mengupas bawang. Sebelum jam enam pagi, suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Ririn beranjak dari kursi rias lalu membuka pintu. Raya tersenyum tipis saat melihat adik iparnya itu. "Bi Sumi sudah bikin sarapan. Kita sarapan sama-sama ya. Setelah itu kamu sama ibu kuajak ke toko baju. Mas Dimas semalam bilang kalau kamu dan ibu bebas pilih baju, sandal, tas atau apapun kebutuhanmu. Terserah yang ma

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kabar Mengejutkan

    Malam semakin larut. Setelah makan malam bersama dan bercengkerama di ruang keluarga, akhirnya mereka beranjak ke kamar masing-masing. Ririn tak bisa langsung memejamkan kedua matanya. Dia masih bolak-balik, membayangkan masa lalunya sampai kembali ke masa kini di mana dia tahu almarhum kedua orang tua kandungnya bukanlah orang sembarangan. Mereka pengusaha terkenal di kota gudeg itu. Ririn benar-benar masih seperti mimpi dan sulit percaya kalau dia keturunan konglomerat. Saat semua terlelap, Ririn justru terjaga. Sembari tiduran di ranjang, Ririn menatap layar ponselnya. Ada pesan masuk dari Senja, sahabat terbaiknya. [Rin, maaf ganggu malammu. Ada kabar penting tentang Mas Rama. Aku dapat info, Mas Rama terlibat kasus korupsi di kantor Mas Langit. Jumlahnya cukup besar. Sepertinya akan segera diusut dan kemungkinan besar dibawa ke ranah hukum]Ririn terdiam, jantungnya berdegup kencang. Dia tak menyangka kabar seperti itu datang malam ini, di saat dia sudah bahagia dengan keluarg

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Keluarga Baru

    Bandara sore ini ramai. Ririn menggenggam erat tangan ibunya. Perasaannya campur aduk, antara tegang dan bahagia. Tepat di sebelah mereka, Dimas tersenyum hangat."Tenang, Rin. Perjalanan nggak lama kok. Satu jam lebih sedikit sudah sampai Jogja. Kakak ipar dan keponakanmu sudah menunggu di sana. Iparmu bahagia banget punya adek perempuan. Maklum, dia juga yatim piatu sejak kecil," ucap Dimas menenangkan.Ririn mengangguk pelan. Dalam hati bersyukur jika kehadirannya memang ditunggu banyak orang. Hal yang ditakutkan Ririn selama ini adalah sikap sinis dan tak bersahabat dari keluarga besar atau kerabat. Jika mereka menyambut dengan tangan terbuka, tentu Ririn jauh lebih bahagia. "Aku memang gugup, Mas. Sudah lama nggak naik pesawat. Ibu sepertinya juga agak gugup."Susanti menghela napas, menatap ke arah landasan. "Iya, dulu ibu naik pesawat cuma sekali waktu masih muda. Setelah itu nggak pernah lagi. Makanya, sekarang agak panas dingin."Dimas tertawa kecil. "Nanti jadi terbiasa,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status