Share

BAB 2 Pengantin Pengganti

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2025-04-29 16:27:29

"Kamu benar-benar keterlaluan, Adi. Teganya memperlakukan Senja seperti ini. Apa kamu tak tahu bagaimana posisinya sebagai tulang punggung keluarga? Bagaimana mungkin kamu bisa membandingkan dia dengan Abel hanya karena masalah cantik dan modis. Meski mereka sama-sama anak bapak, jelas tanggungjawab mereka berbeda. Abel hanya sibuk kuliah dan kehidupannya sebagai anak muda, sementara Senja sibuk kerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Nyaris lima bulan kalian dijodohkan bersama, seharusnya kamu tahu bagaimana kehidupan kami sebenarnya. Tak pantas kamu memperlakukan anakku seperti ini!" pungkas Anwar begitu geram. Wajahnya merah padam, emosinya meledak seketika. 

"Maafkan saya, Om. Ini hanya ungkapan perasaan saya yang sebenarnya dan saya hanya berusaha jujur seperti permintaan Senja. Maaf jika kata-kata saya melukai hati Om ataupun Senja." 

"Cukup, Adi. Ibu juga nggak mau mendengarnya," lirih Kalina yang merasa begitu bersalah pada Senja dan keluarganya. 

"Bapak ini gimana sih? Itu kan cuma unek-unek Adi saja. Wajar jika dia memilih Abel, secara-- 

Susan, ibu tirinya Senja ikut menimpali, namun sebelum kalimatnya selesai, Anwar sudah memotongnya lebih dulu. 

"Cukup! Bapak nggak merestui hubungan mereka. Kalau memang Adi membatalkan pernikahannya dengan Senja, itu artinya dia juga tak berhak menikahi Abel. Dia bukan calon suami yang baik untuk anak kita, Bu. Ada banyak lelaki lain di luar sana yang InsyaAllah jauh lebih baik. Bubarkan saja acara ini," perintah Anwar sembari mengusap lengan Senja yang masih terus menitikkan air mata. Anwar menepis tangan istrinya yang berusaha menggenggamnya. 

Abel histeris mendengar keputusan bapaknya. Dia benar-benar tak terima, begitu pula dengan Adi yang berusaha meyakinkan Anwar dengan kata-kata manisnya. 

Suasana semakin tak terkendali saat Abel mengamuk. Dia bahkan bilang tak akan menikah seumur hidupnya jika bukan dengan Adi. Melihat keadaannya yang semakin mengerikan, akhirnya Anwar menyerahkan keputusan itu pada istrinya. Dia menyerah dan membiarkan anak bungsunya itu memilih jalan hidupnya sendiri.

"Biarkan mereka menikah, Pak. Abel sangat mencintai Mas Adi. InsyaAllah Senja baik-baik saja. Sekuat apapun bapak melarang Mas Adi menikahi Abel, jika memang mereka ditakdirkan berjodoh bagaimana? Kita kan nggak pernah tahu siapa dan bagaimana cara Allah mempertemukan jodoh. Jodoh itu rahasiaNya, Pak. Kelak, Senja juga akan mendapatkan jodoh yang terbaik. Percayalah," ucap Senja meyakinkan bapaknya. 

Senja hanya tak ingin melihat bapaknya merasa sangat bersalah dan berduka. Dia ingin bapaknya kembali tersenyum dan tertawa seperti biasanya. 

"Tapi, Nak ...." 

Anwar kembali menggenggam tangan anak sulungnya. Dia merasa sangat bersalah karena sampai detik ini belum bisa membuat anak sulungnya itu bahagia. Kelumpuhannya selama enam tahun terakhir pasca kecelakaan itu membuatnya putus asa. Dia merasa sangat gagal sebagai pemimpin keluarga karena harus menyerahkan tanggungjawab besar itu pada anaknya, Senja. 

"Maafkan bapak yang selalu menyusahkanmu. Bahkan dalam keadaan seperti ini pun bapak tak punya kuasa dan daya apapun." 

Anwar terisak. Sesak di dadanya kian terasa hingga tak sadar air matanya luruh seketika. Dia tak lagi peduli dengan banyaknya tamu yang masih menyesaki rumahnya. Tangisnya semakin deras mengalir saat istri dan anak bungsunya terus memintanya merestui pernikahan itu. 

"RidhoNya tergantung ridho kedua orang tua, Pak. Jika memang itu pilihan Abel, ridhoi saja. Restui pernikahan mereka, Pak. Senja tak apa-apa. Bukankah dua calon sebelumnya juga lebih memilih Abel dibandingkan Senja? Bapak juga lihat sendiri kan setelah itu Senja biasa saja dan tetap semangat seperti semula?" ujar Senja terus meyakinkan bapaknya. 

Meski hatinya teramat terluka, tapi dia berusaha tegar karena ini memang bukan kali pertama. Senja seolah sudah membentengi hatinya sendiri sejak awal jika terjadi sesuatu di luar kehendaknya. 

"Bapak harus merestui kami karena aku sudah hamil anaknya Mas Adi, Pak." 

Ucapan Abel membuat Anwar mendongak. Istighfar berulang kali terdengar dari bibirnya yang menghitam. Senja pun semakin kaget saat melihat calon suaminya menunduk, seolah mengiyakan pernyataan adik semata wayangnya itu. 

"Ya Allah, Adi! Kamu benar-benar keterlaluan!" sentak Kalina yang semakin shock. 

Kalina tak menyangka jika anak semata wayang yang selalu dididik soal agama dan kesopanan itu ternyata melakukan dosa besar seperti itu. Kalina kembali mengucap maaf pada Anwar dan keluarganya. 

"Kalau begitu, biarkan mereka menikah, War. Kita akan lebih malu jika Abel melahirkan tanpa suami," lirih Kalina dengan berderai air mata. 

Suasana yang seharusnya bahagia, apalagi banyak tetangga yang menantikan pernikahan Senja, kini justru berubah sebaliknya. Ada cibiran, hujatan dan kata-kata menyudutkan dari bibir mereka. Mereka yang sebelumnya memuji kecantikan Abel, kini berubah menyudutkannya bahkan mengatakannya sebagai perempuan murahan.

Meski Abel tak terima dengan kata-kata menyakitkan itu, tapi dia tak peduli. Baginya yang paling penting saat ini adalah restu bapak agar dia bisa menikah dengan Adi sesuai rencana semula. Abel jelas menyukai Adi yang tampan dan mapan karena bekerja di bagian staf kantor sebuah perusahaan ternama. Masa depannya cukup cerah, apalagi dia anak semata wayang yang akan mewarisi semua harta orang tuanya. 

Abel tak ingin mengabaikan begitu saja kesempatan emas itu. Jika bukan karena bapaknya yang ingin melihat Senja menikah lebih dulu dibandingkan dirinya, tentu sejak awal Abel akan memaksa bapaknya untuk menjodohkannya dengan Adi Mahendra. 

"Nikahkan mereka saja, Pak. Daripada semakin ribet. Lagian mana ada laki-laki lain yang mau menikah dengan perempuan hamil seperti Abel," ujar seorang bapak di tengah kerumunan para tamu undangan. 

"Betul itu. Mereka pasti juga memilih bebet, bibit dan bobotnya. Masa mau menikahi perempuan yang hamil dengan lelaki lain."

"Jangan sampai kedua anakmu sama-sama menjadi perawan tua, Pak Anwar. Sudahlah, tekan egomu. Biar saja Abel menikah dengan calon suami kakaknya itu. Lagipula dia sudah hamil, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Nggak ada yang bisa mengembalikannya seperti semula," sahut yang lain. 

"Benar, Pak. Biarkan mereka menikah. Jangan berpikir terlalu lama," ujar tetangga dekat mereka. 

Anwar kembali mengusap wajahnya dengan kasar lalu menghela napas panjang, sementara Senja terus menggenggam tangan bapaknya untuk menguatkan. Seharusnya dia yang harus dikuatkan, tapi melihat bapaknya serapuh itu Senja semakin berusaha tegar. Dia benar-benar takut jika bapaknya putus asa seperti beberapa tahun lalu yang nyaris mengakhiri hidupnya pasca kaki kanannya diamputasi. 

"Permisi, Pak. Maaf jika saya lancang, kalau bapak berkenan izinkan saya menikahi Senja putri bapak," ucap seorang laki-laki yang baru saja datang ke acara itu. 

Laki-laki sederhana dan tak kalah tampan itu pun tersenyum saat banyak pasang mata menatapnya bersama-sama. Siapa dia sebenarnya?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Dua Bintang
penasaran kelanjutan nya
goodnovel comment avatar
Yosa Harlida
penasaran....lanjut
goodnovel comment avatar
ROSMAWATIEBU Rosmawati ebu
sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Lelah

    Bakda subuh, Ririn sudah berkutat di dapur untuk membuat sarapan. Setelah ayam goreng dan sayur asemnya selesai, Ririn membuat sambal. Semua sudah terhidang di meja makan. Hanya ada tiga potong ayam goreng di piring, sesuai dengan jumlah penghuni rumah itu. Semua memang harus diperhitungkan karena nyatanya Ririn tak mendapatkan tambahan uang belanja. Sering kali dia memakai uang pribadinya sebagai reseller dagangan tetangganya untuk menambal kebutuhan dapur. Hal itu dia lakukan agar tak memiliki hutang di warung. Demi nama baik suaminya yang konon sebagai pekerja kantoran dengan gaji besar. Ririn tak ingin nama baik suaminya menjadi buruk di mata para tetangga. Berusaha menyembunyikan rasa sakit dan aib rumah tangganya sendiri. Hanya saja, akhir-akhir ini dia mulai lelah. "Bukannya nyapu atau ngepel malah duduk di sini. Lihat rumah tetangga, semuanya bersih. Nggak kaya rumah kita, ada penghuni tapi kaya rumah kosong. Banyak debu dan kotorannya!" tukas ibu mertua begitu sinis saat m

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kondisi Dimas

    "Ada apa, Mas?" tanya Senja setelah Langit terdiam beberapa saat. "Sebentar, Sayang. Ada mobil saling senggol di parkiran. Supirnya adu mulut. Aku minggir dulu, sudah ada satpam yang melerai." Senja manggut-manggut. Ternyata kekhawatirannya tadi tak terjadi. Dia pikir keributan itu berhubungan dengan papa mertuanya. "Papa nggak kenapa-kenapa kan, Mas?" tanya Senja lagi. "Dokter bilang, kejadian ini cukup berpengaruh sama strokenya papa. Kalau dibilang makin parah ya nggak separah itu. Cuma papa memang harus lebih banyak istirahat. Kamu tenang saja, Sayang. InsyaAllah papa akan lekas membaik. Lintang gimana? Dokter Ismail sudah datang?" tanya Langit sembari duduk di kursi samping area parkir. Setelah mengurus administrasi, Langit sengaja memilih duduk di sana untuk menenangkan diri dan mengabari istrinya. Di kamar inap, papanya sudah ada yang menjaga. Astuti, perawat papanya selalu siaga di sana. "Ya Allah, padahal papa sudah belajar banyak biar bisa lekas jalan. Qodarullah mala

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kecelakaan

    [Mas Langit, bapak jatuh dari kamar mandi. Sekarang kami bawa ke rumah sakit Mitra Keluarga. Maafkan saya yang nggak bisa menjaga bapak dengan baik, Mas. Kebetulan saya tadi ke mini market beli keperluan mandi. Saat pulang, Pak Lukman sama Bi Lilis sudah heboh. Sekali lagi saya minta maaf, Mas] Pesan dari Astuti, perawat khusus Dimas muncul di layar handphone Langit. Langit menghela napas panjang laluengetik balasan. [Tolong, jaga papa dulu ya, Mbak. Saya segera ke sana. Namanya musibah, Mbak. Nggak ada yang tahu. Kita doakan saja papa nggak kenapa-kenapa] "Kasihan papa, Mas," lirih Senja setelah Langit mengirimkan balasan. "Iya, Sayang. Aku harus ke rumah sakit sekarang. Kamu di rumah saja jagain Lintang ya? Aku sudah kasih kabar ke dokter Ismail. Mungkin sebentar lagi beliau akan datang periksa Lintang. Kamu yang tenang, InsyaAllah semua baik-baik saja," ujar Langit sembari mengusap puncak kepala Senja. "Oh, sama dokter Ismail saja ya, Mas? Nggak jadi cek dokter di rumah sakit?

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pesan Mengganggu

    Mentari menyinari bumi dengan hangat. Cahayanya menembus celah-celah daun jendela. Senja membuka gorden dan membuka jendela kamarnya. Semalam dia begadang karena Lintang demam. Bakda subuh dia baru terlelap setelah rewel semalaman. Langit pun selalu menemaninya, membantunya menggendong Lintang agar lebih tenang. "Kamu capek kan, Sayang? Istirahat dulu biar aku yang gendong Lintang." Ucapan Langit beberapa jam lalu kembali terngiang di benak Senja. Dia menatap sosok lelaki yang tidur di ranjang karena kelelahan. Diusapnya pelan kening Langit lalu mengecupnya. Senja tersenyum, menatap wajah suaminya yang tetap tampan meski terlelap. Tatapan Senja beralih di box bayi yang tak jauh dari tempat tidurnya. Di sanalah buah hatinya terlelap. "Terima kasih, Mas. Kamu tak hanya menjadi suami siaga, tapi juga seorang lelaki yang sudah siap dengan status barumu sebagai ayah," ujar Senja lirih. Senja beranjak dari tepi ranjang lalu turun ke lantai bawah. Dia ingin membuat roti panggang dengan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kado Spesial

    [Ja, kenapa kamu ngasih gelang sama kalung begini? Mana mahal banget harganya] Pesan dari Ririn masuk ke aplikasi hijau milik Senja. Senja tersenyum lalu mengetikkan balasan. Senja tahu bagaimana keadaan sahabatnya itu, namun dia hanya mendengarkan cerita Ririn dan tak ingin mencampuri masalah rumah tangga sahabatnya terlalu jauh. Senja sengaja memberi perhiasan karena Ririn sudah membantu dan menemaninya pasca melahirkan. Dia hanya berharap perhiasan itu bisa digunakan Ririn jika keadaan mendesak. Bahkan surat pembeliannya pun sengaja dimasukkan ke kotak itu. Jika kelak Ririn akan menjual barang pemberiannya, Senja tak masalah. Justru dia sengaja memberikan itu untuk tabungan Ririn jika sewaktu-waktu dibutuhkan. [Lebih mahal waktu dan kesabaran kamu ngerawat aku, Rin. Pokoknya aku berterima kasih banget kamu sudah datang tiap hari ke rumah selama dua bulan belakangan ini. Aku merasa ada teman saat Mas Langit sibuk dengan pekerjaannya bahkan saat dia keluar kota. Pakai ya? Kalau me

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Skakmat

    "Bukannya tiap hari kamu masakin ibu cuma tempe, tahu, bayam, kangkung? Kalau aku pulang lembur juga masakannya sudah habis. Makanya, aku beli makan dari luar karena tahu kalau sampai rumah semua sudah habis."Ririn menghela napas. Dia benar-benar kaget mendengar ucapan suaminya yang dia yakini semua akibat fitnah mertuanya. "Duit sejuta dari kamu itu kalau dibilang cukup ya nggak cukup, Mas. Apalagi kalau makannya minta yang enak-enak. Itu sejuta kan bukan cuma buat dapur, tapi masih kepotong wifi, listrik, air, uang sampah, uang sosial dan lainnya. Coba bayangkan, kamu sekali makan misal beli nasi goreng atau bakmi aja udah dua puluh ribuan. Sementara kamu kasih jatah aku sebulan buat tiga orang dewasa, masih kepotong biaya ini itu. Sisanya berapa coba? Bisa makan sama tempe, tahu, sayur saja sudah beruntung. Sesekali aku juga masakin ayam, ikan dan lainnya kok, tapi nggak bisa sering-seringlah. Kalau keseringan duitnya nggak cukup. Kalau hutang di warung, nanti kamu protes pula."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status