Share

Masalah Proyek

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-06 22:54:40

"Bukannya kita cuma dengar cerita itu dari Pak Lurah? Kalau memang nggak ada saksinya, berarti Pak Lurah yang membohongi kita semua. Benar kan?" Seorang ibu muda ikut berkomentar. Senja menoleh lalu tersenyum tipis saat tak sengaja bersirobok dengannya.

Wanita itu yang pertama kali Senja lihat di desa ini. Senja lupa tak bertanya siapa namanya.

"Betul, Sin. Kita memang cuma dengar dari Pak Lurah saat rapat terakhir itu kan?" Sinta mengangguk.

"Waktu itu Pak Lurah bilang kalau saksinya nggak mau tampil karena takut," sahut yang lain. Sinta manggut-manggut.

"Masalahnya, benar ada saksi mata atau semua hanya rekayasa kepala desa saja."

Senja menghela napas lega saat warga mulai memahami masalah yang terjadi dan tak lagi menyudutkan Langit. Sepertinya mereka mulai curiga dan merasa ada yang disembunyikan oleh kepala desanya sendiri.

"Kalian semua lebih percaya pemuda dari kota dan mereka ini daripada saya?!" Suara Agus mulai meninggi. Terlihat jelas dari sorot matanya yang penuh amar
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Aroffatul Amini
jangan jangan Erwin ada sesuatu.....
goodnovel comment avatar
Indra Miarti
lagi asyik ni baacanya
goodnovel comment avatar
Camel Lia
up nya knp cuma 1 doang ya. kelamaan up bisa lupa nih jalan cerita nya. Erwin juga mencurigakan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Tak Sudi Mengalah Lagi

    Keputusan Ririn untuk pergi benar-benar membuat Rukayah kalang kabut. Pasalnya, belum ada makanan apapun di meja. Cucian sudah tiga hari belum disentuh. Rumah juga belum dipel sejak Ririn pulang ke rumah ibunya. Bahkan teras rumah mulai terasa kasar dan nggak nyaman di kaki karena belum tersentuh pel. Awalnya, Rukayah sengaja membiarkan semuanya supaya Ririn menerima akibatnya karena mendadak pulang. Supaya dia beberes seharian setelah kembali pulang. Rukayah sungguh tak menyangka jika saat ini Ririn punya keberanian untuk pergi dari rumahnya. "Tunggu!" panggil Rukayah saat Ririn menutup pagar rumah mertuanya. Dia menghentikan langkah lalu menoleh ke belakang. "Ada apalagi, Bu?" tanyanya santai sembari meletakkan pakaian tak layaknya di trotoar. "Buka ranselmu dan taruh plastik besar itu di teras!" perintah Rukayah menunjuk plastik besar milik Ririn itu. Ririn mengernyit. Dia tak paham alasan ibu mertuanya itu. "Sini!" sentak Rukayah sembari menarik kasar plastik besar berisi pa

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Kena Mental

    "Ngapain balik? Nggak nginep di rumah ibumu selamanya?!" sentak Rukayah saat Ririn baru saja datang dan mengucap salam. Bukannya menjawab salam, Rukayah justru langsung membalas sengit, mengungkapkan kekesalannya sejak tiga hari belakangan pada menantunya itu. Tak membuang kesempatan, Ririn sudah menyalakan rekaman sejak tiba di teras rumah itu. Dia tahu mertuanya akan mengamuk dan menghinanya sedemikian rupa. Ternyata dugaannya benar. "Oh, jadi ibu nggak mau aku balik ke sini?" tantang Ririn dengan santai. Dia masih berusaha bersabar dan berkata lembut di depan mertuanya, meski dalam hati begitu kesal melihat sikap mertuanya yang terlalu arogan. "Iya! Minggat aja sekalian. Istri nggak bisa diatur kaya kamu buat apa?! Rama itu mapan dan berpendidikan, bisa dapat perempuan yang jauh lebih sepadan dan jauh lebih baik dibandingkan kamu!" tukas Rukayah dengan tatapan sinis. Wanita paruh baya itu menuding Ririn yang masih berdiri tak jauh dari pintu ke ruang tengah. Sementara Rukayah d

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rencana Ririn

    Ririn mengaktifkan kembali handphonenya setelah dua malam di rumah sang ibu. Tanpa berisiknya benda itu, dunianya terasa lebih tenang. Namun, Ririn juga risau kalau ada pesan dari sahabatnya. Baru saja mengaktifkan benda pipih itu, rentetan pesan muncul di aplikasi hijaunya. Pesan dari Senja hanya dua, sementara suami dan mertuanya mengirimkan pesan lebih dari sepuluh. Hal pertama yang dilakukan Ririn justru membaca pesan dari sahabatnya, Senja. Dia sebenarnya malas membaca pesan dari suami, apalagi mertuanya. Ririn yakin semua hanya Omelan atau bahkan cacian. Rasanya muak membaca segala sumpah serapah mereka berdua. [Kamu dimana, Rin? Pulang ke rumah ibu ya? [Kalau ada waktu main ke rumah, Rin. Kita rujakan bareng] Ririn tersenyum membaca pesan santai dari Senja. Tak membuang waktu, dia menjawab dua pertanyaan itu dengan sekali balasan. [Iya, Ja. Aku sudah dua hari di rumah ibu. Ini hari ketiga, InsyaAllah nanti sore pulang. Nanti kalau senggang aku ke sana ya, Ja. Aku juga mau

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Tentang Masa Lalu

    Sejak kemarin, Ririn sengaja tak mengaktifkan handphonenya. Dia ingin hidup tenang di rumah ibunya tanpa ada drama dari suami dan mertuanya. Sudah lama tak bertemu sang ibu, Ririn hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Cerita banyak hal termasuk masa kecilnya dulu. "Masih ada. Sampai sekarang nggak ilang ya, Rin," ujar Susanti saat melihat tanda biru di lengan kiri dekat sikunya. Tanda lahir berbentuk bulat agak besar. "Katanya tanda lahir emang nggak bisa hilang, Bu," balas Ririn sembari mengusap pelan lengannya. Dia pun ikut mengamati tanda lahirnya yang terbuka saat melipat lengan gamisnya. "Katanya sih begitu. Nggak apa-apa. Barang kali nanti ini salah satu jalanmu untuk bertemu dengan keluarga kandungmu," lirih Susanti dengan mata berkaca. Wanita paruh baya itu menghela napas panjang lalu mengerjap pelan. Ada sesak yang berusaha dia sembunyikan tiap kali mengingat tentang status anak perempuannya. Iya, meski dia sangat menyayangi Ririn, tapi Susanti tak pernah

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pesan Balasan

    [Kamu jadi pulang, Rin?! Berapa hari di rumah?]Pesan dari Rama muncul di handphone Ririn saat dia masih asyik ngobrol dengan ibunya. Sudah dua bulan tak pulang ke rumah penuh kenangan itu membuat Ririn dan sang ibu begitu intens melepas rindu. Mereka terlihat asyik bercengkerama di ruang keluarga sedari tadi. Rumah Susanti-- ibunya Ririn sebenarnya hanya beda kecamatan saja dengan rumah mertuanya. Hanya saja, akhir-akhir ini dia benar-benar tak bisa berkunjung. Setelah dua bulan sibuk membantu Senja, dia kembali ke rutinitas semula. Menjaga mertuanya yang sakit-sakitan."Siapa yang kirim pesan, Rin? Rama?" tanya Susanti saat Ririn membaca pesan singkat itu. Ririn mendongak, lalu mengangguk pelan. "Sudah lama sekali Rama nggak datang ke sini. Saat kamu pulang dua bulan lalu, dia juga nggak ikut kan? Kenapa? Apa kalian ada masalah?" tebak Susanti sembari menatap lekat anak semata wayangnya itu. Firasat seorang ibu memang cukup tajam. Susanti tahu ada ketidakberesan antara Ririn dan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pamit Pulang

    [Rin, gimana kabarnya? Kamu baik-baik saja kan? Semalam aku mimpiin kamu, Rin. Makanya, pagi-pagi begini sudah ganggu. Maaf yaa] Pesan dari Senja baru saja masuk ke aplikasi hijau milik Ririn. Ririn mengambil benda pipih itu di meja riasnya. Senyum tipis terlukis di kedua sudut bibirnya saat membaca pesan itu. Senja. Hanya dia teman Ririn selama ini. Hanya dia pula tempatnya berkeluh kesah karena Ririn tak berani cerita apapun tentang kehidupannya berumah tangga pada sang ibu. Ririn tak ingin membebani ibunya dengan masalah rumah tangganya. Sebisa mungkin, di depan ibunya Ririn berusaha baik-baik saja dan terlihat bahagia. Meski dalam hati lukanya semakin lama semakin menganga. Baginya, yang penting ibunya tak tahu bagaimana rasa sakitnya selama ini agar hipertensinya tak kambuh-kambuh lagi. [Alhamdulillah baik, Ja. Aku sehat kok. Cuma ya begitulah, kamu tahu sendiri bagaimana suami dan mertuaku. Makin lama makin menjadi. Tapi, nggak apa-apa. Mungkin memang seperti inilah takdirku.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status