Share

Tentang Masa Lalu

Author: NawankWulan
last update Huling Na-update: 2025-07-30 23:59:13

Sejak kemarin, Ririn sengaja tak mengaktifkan handphonenya. Dia ingin hidup tenang di rumah ibunya tanpa ada drama dari suami dan mertuanya. Sudah lama tak bertemu sang ibu, Ririn hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Cerita banyak hal termasuk masa kecilnya dulu.

"Masih ada. Sampai sekarang nggak ilang ya, Rin," ujar Susanti saat melihat tanda biru di lengan kiri dekat sikunya. Tanda lahir berbentuk bulat agak besar.

"Katanya tanda lahir emang nggak bisa hilang, Bu," balas Ririn sembari mengusap pelan lengannya. Dia pun ikut mengamati tanda lahirnya yang terbuka saat melipat lengan gamisnya.

"Katanya sih begitu. Nggak apa-apa. Barang kali nanti ini salah satu jalanmu untuk bertemu dengan keluarga kandungmu," lirih Susanti dengan mata berkaca.

Wanita paruh baya itu menghela napas panjang lalu mengerjap pelan. Ada sesak yang berusaha dia sembunyikan tiap kali mengingat tentang status anak perempuannya. Iya, meski dia sangat menyayangi Ririn, tapi Susanti tak pernah
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mutaharotin Rotin
laaannjjuut thor
goodnovel comment avatar
Ontynya Rando Rando
knpa lh jdi satu bab gini pelit amat bacanya pun gantung......
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rencana Ririn

    Ririn mengaktifkan kembali handphonenya setelah dua malam di rumah sang ibu. Tanpa berisiknya benda itu, dunianya terasa lebih tenang. Namun, Ririn juga risau kalau ada pesan dari sahabatnya. Baru saja mengaktifkan benda pipih itu, rentetan pesan muncul di aplikasi hijaunya. Pesan dari Senja hanya dua, sementara suami dan mertuanya mengirimkan pesan lebih dari sepuluh. Hal pertama yang dilakukan Ririn justru membaca pesan dari sahabatnya, Senja. Dia sebenarnya malas membaca pesan dari suami, apalagi mertuanya. Ririn yakin semua hanya Omelan atau bahkan cacian. Rasanya muak membaca segala sumpah serapah mereka berdua. [Kamu dimana, Rin? Pulang ke rumah ibu ya? [Kalau ada waktu main ke rumah, Rin. Kita rujakan bareng] Ririn tersenyum membaca pesan santai dari Senja. Tak membuang waktu, dia menjawab dua pertanyaan itu dengan sekali balasan. [Iya, Ja. Aku sudah dua hari di rumah ibu. Ini hari ketiga, InsyaAllah nanti sore pulang. Nanti kalau senggang aku ke sana ya, Ja. Aku juga mau

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Tentang Masa Lalu

    Sejak kemarin, Ririn sengaja tak mengaktifkan handphonenya. Dia ingin hidup tenang di rumah ibunya tanpa ada drama dari suami dan mertuanya. Sudah lama tak bertemu sang ibu, Ririn hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya. Cerita banyak hal termasuk masa kecilnya dulu. "Masih ada. Sampai sekarang nggak ilang ya, Rin," ujar Susanti saat melihat tanda biru di lengan kiri dekat sikunya. Tanda lahir berbentuk bulat agak besar. "Katanya tanda lahir emang nggak bisa hilang, Bu," balas Ririn sembari mengusap pelan lengannya. Dia pun ikut mengamati tanda lahirnya yang terbuka saat melipat lengan gamisnya. "Katanya sih begitu. Nggak apa-apa. Barang kali nanti ini salah satu jalanmu untuk bertemu dengan keluarga kandungmu," lirih Susanti dengan mata berkaca. Wanita paruh baya itu menghela napas panjang lalu mengerjap pelan. Ada sesak yang berusaha dia sembunyikan tiap kali mengingat tentang status anak perempuannya. Iya, meski dia sangat menyayangi Ririn, tapi Susanti tak pernah

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pesan Balasan

    [Kamu jadi pulang, Rin?! Berapa hari di rumah?]Pesan dari Rama muncul di handphone Ririn saat dia masih asyik ngobrol dengan ibunya. Sudah dua bulan tak pulang ke rumah penuh kenangan itu membuat Ririn dan sang ibu begitu intens melepas rindu. Mereka terlihat asyik bercengkerama di ruang keluarga sedari tadi. Rumah Susanti-- ibunya Ririn sebenarnya hanya beda kecamatan saja dengan rumah mertuanya. Hanya saja, akhir-akhir ini dia benar-benar tak bisa berkunjung. Setelah dua bulan sibuk membantu Senja, dia kembali ke rutinitas semula. Menjaga mertuanya yang sakit-sakitan."Siapa yang kirim pesan, Rin? Rama?" tanya Susanti saat Ririn membaca pesan singkat itu. Ririn mendongak, lalu mengangguk pelan. "Sudah lama sekali Rama nggak datang ke sini. Saat kamu pulang dua bulan lalu, dia juga nggak ikut kan? Kenapa? Apa kalian ada masalah?" tebak Susanti sembari menatap lekat anak semata wayangnya itu. Firasat seorang ibu memang cukup tajam. Susanti tahu ada ketidakberesan antara Ririn dan

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pamit Pulang

    [Rin, gimana kabarnya? Kamu baik-baik saja kan? Semalam aku mimpiin kamu, Rin. Makanya, pagi-pagi begini sudah ganggu. Maaf yaa] Pesan dari Senja baru saja masuk ke aplikasi hijau milik Ririn. Ririn mengambil benda pipih itu di meja riasnya. Senyum tipis terlukis di kedua sudut bibirnya saat membaca pesan itu. Senja. Hanya dia teman Ririn selama ini. Hanya dia pula tempatnya berkeluh kesah karena Ririn tak berani cerita apapun tentang kehidupannya berumah tangga pada sang ibu. Ririn tak ingin membebani ibunya dengan masalah rumah tangganya. Sebisa mungkin, di depan ibunya Ririn berusaha baik-baik saja dan terlihat bahagia. Meski dalam hati lukanya semakin lama semakin menganga. Baginya, yang penting ibunya tak tahu bagaimana rasa sakitnya selama ini agar hipertensinya tak kambuh-kambuh lagi. [Alhamdulillah baik, Ja. Aku sehat kok. Cuma ya begitulah, kamu tahu sendiri bagaimana suami dan mertuaku. Makin lama makin menjadi. Tapi, nggak apa-apa. Mungkin memang seperti inilah takdirku.

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Membalas Hinaan

    Hari terus berganti. Rumah tangga Rama dan Ririn semakin lama bukannya semakin membaik justru semakin buruk. Bahkan Rama terlihat mulai sering pulang telat dengan alasan lembur. Ririn yang mulai jengah dengan pernikahannya sendiri pun tak terlalu merisaukan hal itu. Dia fokus dengan rencananya sendiri untuk menyiapkan diri dan menyiapkan dana sebelum benar-benar pergi. "Suami kalau sering pulang telat dan lebih senang di kantor daripada di rumah, artinya dia nggak nyaman dengan keadaan rumah. Alasannya pasti karena istrinya nggak bisa memberikan kenyamanan saat dia berada di rumah. Makanya, dia cari kenyamanan di tempat lain." Rukayah kembali menyindir saat Ririn sibuk membuat bubur kacang hijau di dapur. Tak peduli dengan sindiran ibu mertuanya, Ririn tetap dengan kesibukannya sendiri. Dia menganggap ocehan itu tak ada daripada sakit hati setiap hari. "Jangan salahkan suami kalau kepincut perempuan lain di luar sana. Istrinya di rumah saja nggak bisa kasih kenyamanan buat dia." R

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Menjadi Diri Sendiri

    "Sial! Bisa-bisanya dia mengancamku begitu! Makin kurang ajar dia!" oceh Rama setelah melihat istrinya pergi. "Kamu kenapa, Ram? Mukamu nggak enak dipandang begitu," tanya Rukayah saat kembali ke rumah. Dia baru saja membeli ikan dan kangkung dari tukang sayur di seberang jalan. "Ririn, Bu. Ngancam cerai segala kalau memang ibu pengin cucu." Rama menghela napas panjang sembari memakai sepatu pantofelnya. "Bagus dong, Ram. Lagian ngapain sih kamu masih mempertahankan perempuan mandul sepertinya? Nggak ada dia di rumah ini juga nggak masalah. Ibu justru senang karena nggak ada lagi yang bikin hipertensi," balas Rukayah dengan senyum lebar. "Nggak semudah itu, Bu. Kalau dia beneran pergi, memangnya siapa yang bakal jagain ibu? Siapa yang bakal beberes rumah dan mengurus semua keperluanku?" Rukayah menoleh lalu duduk di teras rumah bersama anak lelakinya itu. "Jangan bodoh kamu, Ram! Kalau Ririn pergi, kamu bisa menikah lagi dengan perempuan yang lebih subur. Dia bisa menggantikan R

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status