Share

cctv saat penculikan

Author: NawankWulan
last update Huling Na-update: 2025-05-31 22:12:50

Setelah pamit pulang, Senja gegas ke masjid di rumah sakit itu lalu menjalankan ibadah empat rokaatnya. Seperti biasa selepas shalat fardu dan Sunnah, Senja memanjatkan doa untuk orang-orang yang dicintai dan mencintainya, tak terkecuali Dimas Kuncoro.

Senja berharap papa mertuanya lekas sembuh dan bisa kembali mengingat masa lalunya yang suram itu. Selesai beribadah, Senja memperbaiki hijab dan gamis panjangnya. Tak lupa membenarkan kaos kakinya agar aurat tertutup lebih sempurna.

"Apa aku tanya Mbak Tuti saja soal papa? Aku benar-benar curiga kalau papa memang sudah sadar dan kini masih bersandiwara pura-pura amnesia." Senja kembali menggumam. Dia masih duduk di masjid sembari berpikir.

Senja memang belum tahu betul bagaimana keadaan papa mertuanya, tapi dia cukup paham bagaimana karakter laki-laki itu setelah mendengar cerita suaminya. Papa yang nggak mudah menerima nasehat dan saran orang lain. Dia yang sering kali berusaha berbaik sangka pada mereka yang sudah dzalim dan mengk
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Aank Glopat UmyneHava
lanjut dong
goodnovel comment avatar
Suryanti Yanti
............ Lanjut
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Cara menyelesaikan masalah

    "Besok siang antar aku bertemu kepala desa ya, Ron." Awan menatap Roni yang baru saja menyeruput kopinya. "Buat apa, Mas?" "Aku akan bicarakan soal perjanjian nggak masuk akal itu. Kita harus selesaikan semuanya secara kekeluargaan dulu, Ron. Kita panggil saksi, siapa yang cerita pertama kali soal rencana busuk Pak Dimas itu. Apakah benar ada yang mendengar atau cuma isu? Apakah ada bukti atau sekadar katanya katanya saja. Kalaupun memang ada pebisnis lain yang mau beli tanah itu lebih mahal, siapa orangnya. Rencana apa yang akan dia lakukan di daerah kita setelah mendapatkan tanahnya. Semua harus diperjelas, jangan asal tuduh dan sekap. Kalian ini sudah kelewat batas. Mereka orang kaya, kalau keluarganya nggak rela lantas lapor polisi gimana? Kalian yang kena. Kepala desa bisa saja lepas tangan atau tak dapat hukuman karena berduit. Lagi-lagi yang bakal kena imbasnya itu orang kecil. Sudah kubilang dari dulu, jangan mau diperalat dan dimanfaatkan oleh siapapun." Awan kembali menjel

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Titik Terang

    "Penginapan yang mangkrak itu progresnya gimana, Ron?" tanya Awan tiba-tiba. Dia memang jarang di rumah, bahkan baru dua minggu belakangan ada tugas ke luar kota. Jadi, tak terlalu tahu soal kabar di kampungnya. "Kapan hari pemuda dari kota datang, Mas. Dia menawarkan banyak hal pada kami agar menyetujui pembangunan penginapan itu kembali, tapi kami menolak. Mas Awan tahu sendirilah bagaimana orang-orang kota dan berduit itu menipu kita di masa lalu. Mereka memanfaatkan kepolosan warga untuk meraih keuntungan besar-besaran dalam bisnisnya. Kita nggak akan tertipu lagi, Mas. Pokoknya kita sepakat untuk menghentikan proyek nggak jelas itu. Kalau perlu memaksa orang kota itu untuk menjual tanahnya kembali dengan harga lebih." Roni, kepala pemuda itu menjelaskan. Senja nyaris tersedak mendengar cerita itu. Dia mengendap-endap sampai di bawah kaca jendela untuk mendengarkan obrolan mereka. Senja yakin jika pemuda yang mereka ceritakan saat ini adalah Langit, suaminya. "Dua kali desa kit

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Pemuda Bertato

    "Kamu siapa?" Suara bariton itu cukup mengagetkan Senja. Dia membalikkan badan lalu buru-buru menutupi lengannya yang tersingkap selepas wudhu itu dengan hijab panjangnya. Awan, anak sulung Ratri tercekat seketika. Dadanya berdebar saat tak sengaja bersitatap dengan perempuan yang segera menundukkan wajahnya itu. "Senja. Saya Senja. Penghuni baru di kamar nomor dua itu," balas Senja begitu gugup saat dia baru saja selesai mengambil wudhu. "Oh, kerja di mana?" Senja menggeleng pelan. "Saya nggak kerja, Mas. Kebetulan cari sahabat SMA saya dulu yang tinggal di daerah sini. Besok mulai pencarian lagi," balas Senja tanpa mendongak. Dia masih menundukkan pandangannya, berbeda dengan Awan yang masih terus menatap wanita di depannya. Wanita yang menurutnya sangat berbeda. "Aku, Awan. Kalau butuh bantuan atau mau tanya sesuatu silakan saja." Senja mengangguk lalu buru-buru pergi dan masuk ke kamarnya. Setelah itu dia menutup pintu lalu menguncinya rapat. Senja benar-benar tak tenang, t

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Info Baru

    Jarum jam nyaris menunjuk angka dua siang. Senja kembali menemui pemilik warung untuk membayar makan dan minumnya, sekalian membayar biaya kost di sana. "Ini kamarnya, Neng. Tak terlalu sempit untuk seorang diri." Wanita itu mempersilakan Senja masuk dan beristirahat di kasur dengan sprei berwarna merah muda itu. "Bi, maaf kalau saya kembali merepotkan. Apa bibi punya sajadah? Saya belum sholat dzuhur," ujar Senja dengan senyum tipis. "Ada, Neng. Bibi ambilkan ya. Taruh sini saja buat alas Neng sholat. Ohya, mukenanya nggak sekalian?" Senja menggeleng pelan. "Pakai ini saja, Bi. Sudah menutup aurat, saya juga punya kaos kaki ganti di dalam tas." Wanita yang bernama Ratri itu pun mengangguk lalu pamit ke rumahnya yang berjarak lima langkah dari kamar kost Senja itu. Tak selang lama, Ratri kembali dengan sajadah berwarna coklat di tangannya. "Neng, wudhunya di kran ujung itu ya?" tunjuk Ratri lagi. Senja mengangguk lalu pamit untuk mengambil wudhu. Setelah selesai empat rakaat, S

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Rencana Pertama

    "Cari siapa, Mbak?" tanya seorang ibu muda yang sedang menyapu halaman rumahnya. Senja sengaja seperti orang kebingungan yang sedang mencari alamat seseorang. Dia menoleh ke kanan kiri sesekali melihat ke layar handphonenya. "Maaf kalau mengganggu ya, Mbak. Hmm ... apa di sini ada yang namanya Ririn? Ririn Kusuma. Dulu sekolah di SMA depan gang sana," ujar Senja mulai dramanya. Padahal jelas Ririn sekolah di tempat yang sama dengannya, di tengah hiruk pikuknya ibukota. "Ini fotonya, Mbak. Foto kami saat SMA dulu. Kebetulan kami bersahabat dekat, cuma saya harus pindah ke Jakarta." Senja kembali meyakinkan dengan memperlihatkan foto lawasnya dengan Ririn. Wanita muda itu sempat berpikir sejenak lalu menggeleng pelan. "Kurang tahu sih, Mbak. Soalnya saya juga pendatang. Baru pindah ke sini ikut suami setahun lalu. Coba tanya ke bibi itu. Mungkin tahu soal sahabat Mbak." Senja mengikuti wanita itu untuk bertanya pada tetangga depan rumahnya. "Bi, apa di sini ada yang namanya Ririn

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Senja Turun Tangan

    "Aku sudah bilang sama Langit sebelum kejadian itu terjadi. Lepaskan saja proyek yang mangkrak itu. Jual tanahnya karena di sana memang cukup rawan, tapi Langit menolak." Ucapan Erwin kembali menyesaki benak Senja. "Apa yang sebenarnya terjadi?" lirih Senja lagi. Tak membuang waktu, dia segera mengirimkan pesan pada Bayu. Senja menanyakan alamat lengkap proyek yang mangkrak itu. Mau tak mau, Senja ingin menyelidikinya sendiri diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun. [Buat apa Mbak Senja menanyakan alamat proyek itu?] Bayu sepertinya curiga, tapi Senja punya alasan yang cukup pas. [Nggak apa-apa, Mas. Kebetulan aku punya teman di daerah sana, barangkali dia nggak sengaja ketemu Mas Langit di sana kan? Siapa tahu gitu. Namanya juga usaha, Mas. Nggak ada salahnya kan? InsyaAllah teman-teman saya bisa dipercaya, nggak akan menyebarluaskan berita kehilangan itu ke media sosial atau ke polisi demi keselamatan Mas Langit seperti yang Mas katakan itu. Bisa jadi Mas Langit dibawa ke daerah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status