Share

Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat
Suami Dadakanku Ternyata Cucu Konglomerat
Penulis: Handira Rezza

BAB 1 Kami memang sudah berpacaran

“Jangan seperti ini, nanti kita bisa ketahuan.”

Soraya yang ingin menemui kekasihnya, Cakra, menghentikan langkah karena samar-samar mendengar obrolan pria itu dengan seorang wanita.

Penasaran, Soraya sengaja mengurungkan niat untuk membuka pintu dan menguping.

“Ketahuan siapa, sih? Nggak ada orang di sini, Cakra!” Wanita itu terdengar terus merangsek. “Lagian, ingat loh … kamu sudah janji memilihku, meskipun aku yang kedua!”

‘Tunggu dulu. Suara ini ….’ Soraya terhenyak di tempatnya. Suara wanita yang sedang terlibat percakapan mencurigakan dengan Cakra di dalam terdengar tidak asing. 

Bersiaga, Soraya mengambil ponselnya dalam tas, membuka aplikasi perekam suara dan menaruhnya lagi ke dalam tas. 

Jantung Soraya berdegup begitu cepat. Terlebih, saat suara seorang wanita itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas.

“Bersabarlah sedikit lagi. Aku harus cari alasan untuk memutuskan hubunganku dengan Soraya dulu, Say—”

Brak!

Tidak tahan dihantui rasa penasarannya sendiri, Soraya akhirnya memutuskan untuk membuka pintu ruangan Cakra.

“Sabrina??”

Mata Soraya memelotot. Pantas saja suara wanita itu terasa tidak asing untuknya, sebab Sabrina memang bukan orang lain, melainkan adik tirinya sendiri.

Dengan mata yang mengembun, Soraya berujar, “Sejak kapan kalian sedekat ini?”

 “Sejak kami berhubungan, tentu saja.” Perkataan Sabrina menjawab semuanya dengan gamblang. “Aku dan Cakra adalah pasangan kekasih.”

Tangan Soraya membekap mulutnya, tidak percaya dengan pengakuan Sabrina. “Kekasih? Tapi, kamu tahu kan, aku–”

“Iya. Cakra bilang Kakak terlalu membosankan.”

Nada penuh kepercayaan itu membuat Soraya semakin merasa sakit hati. Dia kemudian menatap Cakra yang masih berdiri di samping Sabrina, tengah terlihat kebingungan dengan wajah pucat pasi.

“Cakra, apa itu benar?”

Pria itu terlihat menggusar rambutnya dengan kasar, sebelum kemudian berujar, “Baiklah, karena kamu sudah tahu, aku akan jujur. Kami memang sudah berpacaran.” Wajah pria itu kemudian menatap ke arah Soraya dengan pandangan menilai. “Sabrina bisa memberikan aku kepuasan. Suatu hal yang tidak bisa kamu berikan.”

Tanpa terasa, setetes air mata turun ke pipi Soraya. “Tapi kenapa harus adikku?”

Lagi-lagi, dia merasa tersisihkan dan kalah dari Sabrina.

Sejak kelahiran Sabrina, Soraya yang dulunya mendapatkan kasih sayang penuh meski dia anak angkat mendadak tak dianggap. Adiknya itu selalu menjadi tokoh utama di rumah keluarga Kwong, sementara Soraya menjadi bayang-bayang dari adiknya itu.

Sampai kemudian hadir Cakra yang perlahan mampu membuat Soraya berdamai dengan nasibnya. Namun, kini … pria itu pun turut pergi dari sisinya. Ironisnya, semua orang seolah menjauh dan mendekat kepada adik tirinya. 

“Karena kamu membosankan, tidak seperti Sabrina.”

Tangan Soraya di kedua sisi tubuhnya mengepal kuat. Namun, karena ia tak ingin kembali kehilangan orang yang dikasihinya, ia mengurungkan niatnya untuk marah. “Kamu yakin dengan keputusanmu? Kalau kamu mau berpikir ulang, aku masih bisa memaafkanmu.”

“Kakak, sejak kapan kamu jadi wanita murahan?” Terdengar, Sabrina mendengus. Ekspresi gadis itu begitu menghina, memandang jijik pada sang kakak. “Cakra sudah memilihku, bukankah seharusnya kamu merelakannya?”

“Aku yang seharusnya bertanya padamu, Sabrina.” Mata Soraya kembali terbuka. Kali ini dia menatap garang ke arah adik angkatnya. “Sejak kapan kamu jadi wanita murahan, merebut kekasih Kakakmu sendiri?”

Mendadak, raut wajah Sabrina berubah sedih. Wanita itu meraih tangan Cakra dan bergelayut di sana. “Cakra, apa yang harus kulakukan? Kak Soraya bahkan mengataiku gadis murahan?” ujarnya dengan nada manja.

“Cukup, Soraya!” Cakra kembali bersuara, kali ini bahkan dia berteriak karena tidak terima dengan perkataan Soraya pada Sabrina. “Tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. Semakin ke sini, aku jadi semakin yakin. Sikapmu tidak sebaik yang kamu tampilkan ketika di depanku. Jadi … mulai hari ini kita putus.”

Betapa sakit hati Soraya mendengar ini semua. Ditambah, lengkungan senyum yang dia lihat muncul di wajah Sabrina. 

Sementara Cakra, masih menatap garang ke arahnya, dengan sebelah tangan yang terus membelai lembut tangan Sabrina.

“Ternyata, kamu sudah memilih.” Soraya menatap ke arah dua pasangan itu dengan perasaan campur aduk.

“Memang. Apa kamu berharap aku akan memohon?” Cakra berdecih. “Aku tidak akan merendahkan harga diriku di depanmu. Anak pungut, meski dipungut oleh keluarga terpandang, tetaplah anak pungut!”

Kaki Soraya terasa lemas, dia hampir saja terjatuh karena tidak dapat menopang tubuhnya sendiri. Beruntung dia berdiri di dekat sofa sehingga dia menyandarkan tangannya dan duduk di sana.

“J-jadi, semua ini karena statusku?” Soraya dengan sisa-sisa kekuatannya kembali bertanya.

Dia sama sekali tidak menyangka, kalau Cakra yang selama ini terlihat tulus padanya justru menjadi orang yang paling kuat menyakitinya.

“Kakak, sepertinya kamu masih bermimpi.” Sabrina melangkah mendekati Soraya yang terduduk lesu di sofa. “Keluarga terhormat seperti Cakra, mana mungkin mau menikahi anak dengan latar belakang tidak jelas?”

Soraya mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia memang anak yang dipungut dari panti asuhan. Dia juga tidak tahu siapa orang tuanya, dan asal mula dia hadir ke dunia. 

Hanya saja, dia merasa tidak sepantasnya adik angkatnya itu menghina dia sebegitu rendahnya. Sebagai seorang saudara, bukankah seharusnya Sabrina pun memiliki rasa kasih sayang padanya?

Ah, Soraya lupa. Bagaimana mungkin adik yang tengah tersenyum di atas penderitaannya itu memiliki rasa sayang padanya, jika sesaat setelah kelahiran Sabrina … orang tuanya mendadak berubah. Mereka bahkan mengikutsertakan Sabrina sedari kecil untuk tidak menganggapnya kakak.

Perbedaan perlakuan yang dia terima tidak melemahkan Soraya. Jika Sabrina dapat fasilitas mewah dari uang orang tuanya, Soraya harus memutar otak guna memberdayakan diri untuk bisa memenuhi kebutuhannya.

Walhasil, dia pandai menjahit dan mendesain. Boleh dibilang, status legalitasnya saja yang anak adopsi, padahal … sudah sejak lama Soraya hidup di atas kakinya sendiri. 

“Baiklah, kalau itu keputusan akhirnya.” Meski berat hati, Soraya akhirnya menyerah. Percuma mempertahankan sesuatu jika sesuatu itu penuh dengan duri yang hanya bisa melukainya. “Kuucapkan selamat untuk hubungan kalian.”

Setelahnya, Soraya bersiap meninggalkan ruang kerja Cakra. Namun, belum sampai di ujung pintu, pria itu kembali memanggilnya.

“Kami akan segera menikah.” Cakra berujar lugas. Di sampingnya, Sabrina semakin melebarkan senyum dan mengeratkan gandengannya di lengan sang kekasih. “Sebenarnya, kami tidak butuh restumu. Tapi, kekasihku memohon untuk tetap mendapatkan restu dari kakaknya. Kuharap kamu tidak mengecewakannya.”

Soraya yang telah menghentikan langkahnya itu menoleh dengan wajah datar. Hatinya yang telah berdarah-darah itu kini terasa kebas, sebab luka yang bertubi-tubi dia terima.

Tak ingin menunjukkan lukanya lagi di hadapan dua orang tersebut, Soraya pun berujar, “Restuku tidak untuk pasangan pengkhianat seperti kalian.” Dia menatap tajam penuh akan kebencian pada dua orang itu. “Dan untukmu, Sabrina … sayang sekali kamu memungut sampah yang telah kubuang. Kurasa, kamu harus berpikir ulang.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Ga papa Soraya tinggalin lelaki seperti Cakra ,dia ga pantas utkmu
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
aku mampir kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status