Share

BAB 2 Kena Tipu

Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik.

“Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas.

Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi tersebut pada ponselnya satu minggu yang lalu. Dan ini terhitung ketiga kalinya ia menemui teman kencan dari aplikasi tersebut. Pada kencan pertama Maya minta Dita menemaninya karena takut bertemu orang asing. Dita menyetujuinya dengan pikiran bahwa ia akan memantau dari jauh, tapi siapa sangka ia malah diajak duduk satu meja. Teman kencan pertamanya sebenarnya terlihat tertarik pada Maya hanya saja ketika dia melihat Dita duduk di satu meja pria tersebut langsung menunjukkan wajah kecewa.

“Kalian pasti temen deket ya? Kemana-mana selalu berdua,” sindir pria duduk di seberang Maya.

“Iya, Dita sahabat aku. Kemana pun dia pergi aku selalu ikut,” jawab Maya dengan senyum lebar dan kekehan ringan. Pria di depannya hanya bisa manggut-manggut walaupun senyumnya tampak kaku. Sedangkan Dita hanya bisa menahan malu terhadap sahabatnya ini yang tidak dapat menangkap sindiran dari teman kencannya.

Dita bisa melihat dengan jelas bagaimana ekspresi pria tersebut saat melihat dirinya ikut duduk di antara mereka berdua. Sepertinya pria tersebut sudah berkhayal kencan berdua dengan Maya, namun sayang sekali gadis ini tidak peka. Dita beberapa kali mencoba meninggalkan Maya dengan pria tersebut seperti dirinya yang berinisiatif pergi memesan makanan. Ia bahkan sengaja membiarkan orang di belakangnya mengambil tempatnya agar dia tetap berada di baris belakang antrian. Sayang sekali sahabatnya ini benar-benar baik sekali pada dirinya. Maya justru datang menyusulnya karena khawatir dirinya yang tak kunjung kembali. Entah Dita harus bahagia atau sedih dengan ketidakpekaan kawannya itu. Setelah kencan itu berakhir Dita mengungkapkan pikirannya pada Maya. Dita memberitahu pada Maya bahwa teman kencannya terlihat kecewa saat melihat dirinya ikut dalam pertemuan mereka. Maya yang polos itu bingung mengapa teman kencannya harus kecewa. Sekali lagi Dita hanya bisa menghela napas dan menjelaskannya pelan-pelan agar Maya paham dengan maksudnya.

Pada kencan kedua Maya kembali melakukan hal yang sama. Bedanya Dita dijebak oleh Maya. Dia hanya bilang ingin minta ditemani ke suatu tempat, tapi siapa sangka dirinya terkejut dengan kedatangan seorang pria menyapa mereka, tepatnya kepada Maya. Beruntungnya pria ini tidak masalah dengan kehadiran Dita. Kini Dita sedang duduk tak jauh dari tempat Maya. Tempat duduknya hanya berjarak dua meja saja dan tanpa ada halangan apapun sehingga Dita bisa mengawasi sahabatnya itu.

Maya baru saja kembali dari kasir mengambil pesanannya berupa segelas teh tawar dingin dan sepotong kue cokelat. Sembari menunggu teman kencannya datang ia menyantap kuenya dengan hikmat. Ia melirik ke arah Dita yang sepertinya sibuk bermain game di ponselnya. Tepat pada suapan terakhirnya seorang pria datang mendekati mejanya. Maya mengusap membersihkan bibirnya sebelum ia berdiri untuk menyambutnya.

“Maya ya?” tanya pria yang terlihat lesung pipinya saat tersenyum.

Maya tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan pria tersebut. “Mas Adip ya? Silakan duduk Mas.”

Kedua orang tersebut duduk. Dita dari kejauhan menonton sahabatnya dengan teman kencannya itu. Ia bergumam puas melihat penampilan pria itu yang tampak rapi, namun tetap santai. Pembawaanya juga tidak kaku terlihat dari cara Maya dapat menanggapinya dengan tenang. Maya dari luar terlihat mudah bergaul dan selalu berbaur dengan orang lain, namun nyatanya itu tidak benar. Semua orang selalu mendekatinya dan selalu mengajaknya berbicara. Yang mana artinya bahwa Maya hampir tidak pernah mencoba berkomunikasi terlebih dahulu dengan orang lain.

Maya tertawa kecil mendengar celetukan dari teman kencannya itu. Sejauh ini pria bernama Adip adalah lelaki terbaik yang ia temui melalui aplikasi kencan tersebut. Adit sangat lihai dalam berkata-kata sehingga membuat Maya merasa santai dan tidak terbebani. Ia pun jadi lebih mudah menanggapi bahkan sesekali bisa memunculkan topik pembicaraan. Hal yang tak pernh ia lakukan sebelumnya pada siapa pun kecuali pada Dita. Dalam hati Maya berkata bahwa sepertinya ia tak keberatan jika diajak bertemu lagi dan mungkin saja dirinya akan pergi sendiri tanpa Dita.

Tiba-tiba saja Maya dikejutkan dengan sebuah tangan yang menarik rambutnya dengan kencang. Sontak kepalanya terdangak dengan keras menyebabkan lehernya sakit ditambah kulit kepalanya nyeri akibat jambakan seseorang.

“Nggak tau malu ya jalan sama cowok orang!” teriak seorang wanita yang merupakan pelaku penjambakan rambut Maya.

Maya yang mengaduh sakit masih sibuk memegangi pergelangan tangan wanita itu yang tak ingin lepas dan terus-terusan menjambaknya dengan keras. Adip teman kencannya Maya berdiri dan mendekat dengan panik. Pria itu mencoba melerainya dengan memeluknya sembari berkata, “Sayang, udah lepasin. Kita pulang sekarang.”

Maya melotot tak percaya dengan nada lembut Adip yang ditujukan pada wanita yang menjambaknya itu. Namun, setidaknya bujukan Adip mempan sehingga wanita yang ada dalam pelukan pria itu melepaskan genggamannya pada rambut Maya. Ia pun mendesah lega merasakan rambutnya terbebas dari cengkeraman wanita asing itu.

“Mas Adip, ini maksudnya apa ya?” tanya Maya. Ia menatap dua orang di hadapannya dengan heran. Kepalanya masih berdenyut nyeri.

Adip mengalihkan pandangannya dan tampak gugup. Maya yang ingin kembali bertanya ditahan oleh suara wanita tadi. “Mbaknya jangan godain tunangan saya dong! Nggak tahu malu banget sih! Tolong ya masih kecil jangan jadi pelakor!” Wanita itu menunjuk Maya dengan wajah garang.

Maya yang dituduh seperti itu jadi semakin bingung. “Hah? Pacar? Mbaknya pacar Mas Adip? Tapi, Mas Adip bi—”

“May, sori ya aku kan udah bilang kalau udah punya pacar dan bakal tunangan. Jangan paksa aku ya, dia pacar sekaligus tunanganku.”

Maya yang ingin membalas perkataan Adip jadi urung karena bisikan-bisikan orang sekitar padanya. Keributan yang ditimbulkan dari wanita asing yang ternyata adalah pacar teman kencannya ditambah kalimat tuduhan dari keduanya membuat dirinya dipandang buruk. Maya menjadi takut untuk bersuara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status