Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik.
“Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas.Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi tersebut pada ponselnya satu minggu yang lalu. Dan ini terhitung ketiga kalinya ia menemui teman kencan dari aplikasi tersebut. Pada kencan pertama Maya minta Dita menemaninya karena takut bertemu orang asing. Dita menyetujuinya dengan pikiran bahwa ia akan memantau dari jauh, tapi siapa sangka ia malah diajak duduk satu meja. Teman kencan pertamanya sebenarnya terlihat tertarik pada Maya hanya saja ketika dia melihat Dita duduk di satu meja pria tersebut langsung menunjukkan wajah kecewa.“Kalian pasti temen deket ya? Kemana-mana selalu berdua,” sindir pria duduk di seberang Maya.“Iya, Dita sahabat aku. Kemana pun dia pergi aku selalu ikut,” jawab Maya dengan senyum lebar dan kekehan ringan. Pria di depannya hanya bisa manggut-manggut walaupun senyumnya tampak kaku. Sedangkan Dita hanya bisa menahan malu terhadap sahabatnya ini yang tidak dapat menangkap sindiran dari teman kencannya.Dita bisa melihat dengan jelas bagaimana ekspresi pria tersebut saat melihat dirinya ikut duduk di antara mereka berdua. Sepertinya pria tersebut sudah berkhayal kencan berdua dengan Maya, namun sayang sekali gadis ini tidak peka. Dita beberapa kali mencoba meninggalkan Maya dengan pria tersebut seperti dirinya yang berinisiatif pergi memesan makanan. Ia bahkan sengaja membiarkan orang di belakangnya mengambil tempatnya agar dia tetap berada di baris belakang antrian. Sayang sekali sahabatnya ini benar-benar baik sekali pada dirinya. Maya justru datang menyusulnya karena khawatir dirinya yang tak kunjung kembali. Entah Dita harus bahagia atau sedih dengan ketidakpekaan kawannya itu. Setelah kencan itu berakhir Dita mengungkapkan pikirannya pada Maya. Dita memberitahu pada Maya bahwa teman kencannya terlihat kecewa saat melihat dirinya ikut dalam pertemuan mereka. Maya yang polos itu bingung mengapa teman kencannya harus kecewa. Sekali lagi Dita hanya bisa menghela napas dan menjelaskannya pelan-pelan agar Maya paham dengan maksudnya.Pada kencan kedua Maya kembali melakukan hal yang sama. Bedanya Dita dijebak oleh Maya. Dia hanya bilang ingin minta ditemani ke suatu tempat, tapi siapa sangka dirinya terkejut dengan kedatangan seorang pria menyapa mereka, tepatnya kepada Maya. Beruntungnya pria ini tidak masalah dengan kehadiran Dita. Kini Dita sedang duduk tak jauh dari tempat Maya. Tempat duduknya hanya berjarak dua meja saja dan tanpa ada halangan apapun sehingga Dita bisa mengawasi sahabatnya itu.Maya baru saja kembali dari kasir mengambil pesanannya berupa segelas teh tawar dingin dan sepotong kue cokelat. Sembari menunggu teman kencannya datang ia menyantap kuenya dengan hikmat. Ia melirik ke arah Dita yang sepertinya sibuk bermain game di ponselnya. Tepat pada suapan terakhirnya seorang pria datang mendekati mejanya. Maya mengusap membersihkan bibirnya sebelum ia berdiri untuk menyambutnya.“Maya ya?” tanya pria yang terlihat lesung pipinya saat tersenyum.Maya tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan pria tersebut. “Mas Adip ya? Silakan duduk Mas.”Kedua orang tersebut duduk. Dita dari kejauhan menonton sahabatnya dengan teman kencannya itu. Ia bergumam puas melihat penampilan pria itu yang tampak rapi, namun tetap santai. Pembawaanya juga tidak kaku terlihat dari cara Maya dapat menanggapinya dengan tenang. Maya dari luar terlihat mudah bergaul dan selalu berbaur dengan orang lain, namun nyatanya itu tidak benar. Semua orang selalu mendekatinya dan selalu mengajaknya berbicara. Yang mana artinya bahwa Maya hampir tidak pernah mencoba berkomunikasi terlebih dahulu dengan orang lain.Maya tertawa kecil mendengar celetukan dari teman kencannya itu. Sejauh ini pria bernama Adip adalah lelaki terbaik yang ia temui melalui aplikasi kencan tersebut. Adit sangat lihai dalam berkata-kata sehingga membuat Maya merasa santai dan tidak terbebani. Ia pun jadi lebih mudah menanggapi bahkan sesekali bisa memunculkan topik pembicaraan. Hal yang tak pernh ia lakukan sebelumnya pada siapa pun kecuali pada Dita. Dalam hati Maya berkata bahwa sepertinya ia tak keberatan jika diajak bertemu lagi dan mungkin saja dirinya akan pergi sendiri tanpa Dita.Tiba-tiba saja Maya dikejutkan dengan sebuah tangan yang menarik rambutnya dengan kencang. Sontak kepalanya terdangak dengan keras menyebabkan lehernya sakit ditambah kulit kepalanya nyeri akibat jambakan seseorang.“Nggak tau malu ya jalan sama cowok orang!” teriak seorang wanita yang merupakan pelaku penjambakan rambut Maya.Maya yang mengaduh sakit masih sibuk memegangi pergelangan tangan wanita itu yang tak ingin lepas dan terus-terusan menjambaknya dengan keras. Adip teman kencannya Maya berdiri dan mendekat dengan panik. Pria itu mencoba melerainya dengan memeluknya sembari berkata, “Sayang, udah lepasin. Kita pulang sekarang.”Maya melotot tak percaya dengan nada lembut Adip yang ditujukan pada wanita yang menjambaknya itu. Namun, setidaknya bujukan Adip mempan sehingga wanita yang ada dalam pelukan pria itu melepaskan genggamannya pada rambut Maya. Ia pun mendesah lega merasakan rambutnya terbebas dari cengkeraman wanita asing itu.“Mas Adip, ini maksudnya apa ya?” tanya Maya. Ia menatap dua orang di hadapannya dengan heran. Kepalanya masih berdenyut nyeri.Adip mengalihkan pandangannya dan tampak gugup. Maya yang ingin kembali bertanya ditahan oleh suara wanita tadi. “Mbaknya jangan godain tunangan saya dong! Nggak tahu malu banget sih! Tolong ya masih kecil jangan jadi pelakor!” Wanita itu menunjuk Maya dengan wajah garang.Maya yang dituduh seperti itu jadi semakin bingung. “Hah? Pacar? Mbaknya pacar Mas Adip? Tapi, Mas Adip bi—”“May, sori ya aku kan udah bilang kalau udah punya pacar dan bakal tunangan. Jangan paksa aku ya, dia pacar sekaligus tunanganku.”Maya yang ingin membalas perkataan Adip jadi urung karena bisikan-bisikan orang sekitar padanya. Keributan yang ditimbulkan dari wanita asing yang ternyata adalah pacar teman kencannya ditambah kalimat tuduhan dari keduanya membuat dirinya dipandang buruk. Maya menjadi takut untuk bersuara.Maya hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niatan untuk dimakan. Moodnya terlanjur jelek gara-gara wanita bernama Rara itu. Untung saja wanita itu tidak ikut bergabung makan siang bersama sekarang, kalau sampai benar-benar wnaita itu membuntuti, dia akan langsung minta pulang saat itu juga. Walaupun begitu tetap saja moodnya sudah hancur. Dia jadi tak memiliki nafsu makan. Padahal tampilan makanan yang ada di depannya ini sangat menggoda. Gara-gara masih mengingat sikap centil Rara pada Zayyan membuat Maya jadi malas melakukan apapun."Dimakan Maya," perintah Zayyan pada Maya yang kini memasang wajah galak padanya. Keningnya mengerut bingung. Menyadari bahwa kejadian tadi menjadi alasan Maya menatapnya seperti itu, Zayyan hanya bisa menggelengkan kepala dengan pasrah."Itu baru satu kan?""Hah?" Zayyan melempar tatapan tak paham dengan maksud pertanyaan Maya. Gadis di hadapannya itu langsung berdecak kesal melihat reaksinya yang mungkin menurutnya menyebalkan. Zayyan menggaruk peli
Layar ponsel Maya menyala, sebuah notifikasi pesan masuk muncul. Matanya melirik melihat nama Zayyan pada notifikasi tersebut. Dalam pesan tersebut Zayyan mengiriminya sebuah link disertai kalimat yang mengikuti di bawahnya. Kedua mata Maya berbinar saat melihatnya. Ia mengklik link tersebut yang membawanya menuju sebuah drive yang berisi file proposalnya. Ketika ia membukanya Maya bisa melihat keseluruhan isi proposalnya yang lengkap persis seperti versi cetaknya. Pekikan sarat bahagia pun sontak terdengar. Ia kembali ke aplikasi pesan dan mengklik icon telepon pada kontak Zayyan."Mas Yan, ini filenya udah balik lagi?" Maya langsung membuka suara setelah panggilannya terangkat. Nadanya terdengar senang sekaligus lega."Iya, tapi untuk laptop baru bisa Mas kasih besok ya. Untuk jaga-jaga selalu back up ke online, cloud dan sebagainya. Besok Minggu Mas mampir ke rumah," jawab Zayyan yang masih di kantor. Ia masih sibuk dengan pekerjaannya. Ketika stafnya yang dimintai tolong mengirim
Maya mengantar Zayyan ke mobil setelah makan malam. Zayyan meletakkan dua laptop miliknya dan Maya ke kursi belakang. Ia menepuk kepala Maya lembut dan menyuruh gadis itu langsung masuk ke rumah karena angin malam terasa dingin apalagi saat ini dia hanya mengenakan kaus lengan pendek."Langsung istirahat, nggak usah begadang. Masalah laptop serahkan sama Mas." Maya mengangguk merespon ucapannya. Ia tidak ingin gadis itu begadang sudah cukup lelah dia menangis tadi, jadi dia meminta Maya untuk segera istirahat. Tak lupa untuk menenangkannya mengenai laptop dan file proposalnya."Makasih, Mas Yan udah bantuin," ucap Maya. Dia benar-bener sangat berterimakasih pada laki-laki di hadapannya. Jika bukan karenanya pasti hingga saat ini dia masih menangis dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia awam dengan permasalahan seperti ini."Iya, udah cepetan masuk."Zayyan masuk ke mobil setelah memastikan Maya masuk ke rumah, lalu menyalakan mobil. Dalam perjalanan ia menghubungi sekretarisnya menanya
Jadwal sidang kolokium Maya dan Dita sudah keluar. Mereka berdua mendapatkan jadwal yang sama pada hari Selasa dan hari ini adalah Kamis berarti kurang lima hari lagi. Setelah mendapatkan informasi jadwal Maya mengajak Dita ke tempat fotocopy untuk mencetak laporannya. Berhubung kertas dan tinta printernya habis, Maya memilih untuk mencetak di dekat kampusnya. Sedangkan Dita baru saja mencetaknya semalam dengan printer miliknya sendiri, jadi Dita hanya menemani sahabatnya itu.Setelah mencetak rangkap tiga dan menjilidnya keduanya langsung memutuskan pulang. Dita yang biasanya ikut ke rumah Maya memilih pulang ke apartemennya karena ia akan bertemu ibunya hari ini yang telah beberapa tahun berada di luar negeri.Sesampainya di rumah Maya langsung menuju kamar dan menyalakan laptopnya. Hari ini jadwal terakhir ujian akhir semesternya di minggu ini. Dan pada minggu depan hanya tersisa seminar proposal setelah itu memasuki masa libur. Maya membuka software presentasi untuk membuat lapora
Zayyan dan Maya memasuki private room resto bersama. Dita, Ian dan Zayn sedang di luar di taman rooftop hotel. Zayyan memesankan makanan untuk Maya karena ia tahu selama acara gadis itu tidak sempat makan. Maya bergumam puas saat merasakan makanan masuk ke dalam perutny. Dia sangat lapar, tetapi selama acara pertunangannya tadi tidak bisa makan karena tidak ada nafsu untuk makan. Baru setelah dia duduk memasuki resto Maya mulai merasakan lapar. Untungnya Zayyan peka sudah memesankan makanan sebelumnya agar tidak menunggu terlalu lama."Mau lagi?" Zayyan melihat menu lasagna dalam sekejap habis dilahap oleh Maya. Melihat Maya yang menganggukkan kepala berkali-kali membuat Zayyan tersenyum.Maya duduk bersandar pada kursi dengan ekspresi kekenyangan. Dia benar-benar sangat kekenyangan hingga ia bisa merasakan perutnya sangat penuh hingga dirinya susah untuk duduk dengan tegap. Badannya bersandar lemas tak sanggup untuk bergerak. Dihadapannya Zayyan menatap Maya dengan tatapan geli yang
Waktu berlalu sangat cepat dan kini tibalah acara yang ditunggu-tunggu. Hari ini tanggal 31 Desember tepatnya di malam hari kurang dari lima jam lagi pergantian tahun akan segera tiba. Di sebuah lapangan yang cukup luas terlihat dekorasi dengan dominasi warna putih dan biru muda. Dua buah meja besar berjajar berbagai hidangan yang memeriahkan acara hari ini. Semua tamu telah hadir tinggal menunggu datangnya sang bintang utama. Beberapa kursi juga berjajar rapi di sana.Dita datang sudah dari tadi. Kali ini dia mengenakan gaun berwarna lilac yang lembut. Rambutnya yang pendek dia beri hiasan bando hitam dengan aksesoris mutiara kecil. Wajahnya yang polos ia beri beberapa pulasan makeup tipis. Hari ini Dita tampak sangat berbeda dari biasanya. Ian pun sampai terdiam tak dapat bereaksi saking terpukaunya dengan Dita. Biasanya ia hanya sering melihat wajah polos Dita dan dandanan bold ketika berada di club. Kini ditambah hari ini makeupnya tampak berbeda, tetapi hal itu justru memberikan
"Kok Dita bisa di sini, Yan?" tanya Ian yang saat ini sedang dipasrahi mengurus kentang oleh Zayyan. Sedangkan Zayyan sedang memanasi pannya."Nggak sengaja ketemu," jawabnya."Di mana?" Ian penasaran karena jelas dari penampilan Dita sangat santai, tidak terlihat seperti sedang pergi ke suatu tempat. Apalagi yang ia tahu Zayyan dan Maya hari ini pergi ke butik.Zayyan melirik ke arah Ian. Dia hanya diam memandanginya membuat Ian gugup tak beralasan. "Kenapa liatin gue gitu?" tanya Ian dengan gugup. Bahkan suaranya sedikit melengking tanpa ia sadari."Kentang," ucap Zayyan singkat, lalu pergi mengambil daging yang sudah ia bumbui. Ian menatap sahabatnya bingung dan tersadar bahwa sedari tadi kentangnya masih ia genggam tanpa melakukan apapun. Setelah itu Zayyan sibuk memasak daging dan Ian mengukus kentang.Meja ruang tamu kini beralih fungsi menjadi meja makan. Maya, Zayyan, Dita dan Ian duduk melingkar dan menikmati menu makan siang hari ini. Maya berseru memuji hasil masakan Zayyan
Pada hari Minggu Zayyan datang menjemput Maya ke rumah. Pria itu mengajak Maya ke butik untuk mencari gaun yang akan dikenakan di acara pertunangan mereka. Pukul sepuluh pagi mobil Zayyan terparkir di depan sebuah ruko berlantai dua. Terlihat ada kaca besar transparan yang memperlihatkan manekin mengenakan gaun yang menjuntai dengan indah."Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Seorang staf wanita datang menyambut mereka berdua. Zayyan langsung minta ditunjukan koleksi gaun terbaru bulan ini. Kemudian staf tersebut menuntun mereka berdua menuju sebuah ruangan. Di dalamnya ada staf wanita lain yang sepertinya berkedudukan lebih tinggi dari staf sebelumnya."Kalau boleh tahu gaun seperti apa yang ingin Anda cari?" tanya staf tersebut yang di tangannya membawa buku katalog yang tebal. Zayyan dan Maya yang duduk berdampingan di sofa disodorkan katalog tersebut. Staf tersebut menjelaskan berbagai model gaun dengan beberapa style yang berbeda.Maya membuka satu persatu halaman buku kat
Maya menghiraukan pertanyaan maminya dengan langsung meminta ayahnya menjalankan mobilnya. Ratih tak memaksa dan hanya menggeleng pasrah. Setelah Dita masuk ke mobil perjalanan pun dimulai. Perjalanan yang terasa singkat itu membuat Maya lupa dengan perkataan Ian tadi. Kini ada tiga mobil masuk ke perkarangan rumah Maya. Untungnya dia memiliki halaman yang luas jadi masih cukup untuk menampung hingga empat mobil. Dita tak ingin berlama-lama gadis itu langsung pamit. Ratih tak menahannya karena nanti dia dan keluarga Zayyan ingin membicarakan sesuatu. Maka, pasti dia jadi merasa tidak enak jika mengabaikan Dita."Kaki ada kan? Jalan aja bisa." Zayyan menolak meminjamkan mobilnya pada Ian. Dia masih marah dengan insiden tadi. Dia tak mempedulikan Ian yang bingung pulang naik apa. Laki-laki itu datang ke apartemennya jadi otomatis mobilnya terparkir di sana. Mereka berdua datang dengan mobil miliknya. Ian ingin kembali dengan mobilnya karena otomatis Zayyan bisa pulang diantar oleh mobil