Share

Suami Dalam Kontrak Pernikahan
Suami Dalam Kontrak Pernikahan
Author: deaubepine

BAB 1 Ditinggal Pergi

Maya memasuki kamarnya dengan berlari usai pulang dari sekolah. Hari ini ia pulang cukup terlambat membuat ia sangat terburu-buru mengganti pakaiannya. Biasanya dia akan sampai rumah pada pukul sepuluh pagi, namun sopir yang biasa menjemputnya sedang tidak masuk karena pulang kampung sehingga dirinya harus menunggu maminya datang untuk menjemputnya. Maminya yang bekerja terlambat datang karena menemui tamu dadakannya ditambah saat perjalanan pulang jalan arah menuju rumahnya malah terkena macet. Jadilah Maya sampai di rumah ketika jarum jam dinding menunjukan waktu pukul satu siang. Setelah berganti seragam sekolahnya ke pakaian rumah, ia meraih salah satu bukunya. Buku tersebut sedikit menyumbul karena ada sesuatu terselip di dalamnya. Terdapat lipatan selembar kertas dengan tulisan acaknya serta dua buah tanda tangan di bawahnya. Bibirnya tersenyum sumringah kala melihat namanya bersanding dengan nama laki-laki yang disukainya. Suara kekehan terdengar keluar dari mulutnya. Usai puas memandang kertas tersebut ia kembali menyimpannya ke dalam bukunya.

Maya menuruni tangga dengan hati-hati. Biasanya sepulang sekolah ia langsung makan siang, tapi karena dirinya pulang terlambat perutnya yang sudah lapar bergerumuh meminta diisi. Namun, Maya memilih untuk tidak makan. Dia segera keluar dari rumah usai berpamitan dengan asisten rumah tangga keluarganya. Dengan langkah ringan kakinya berjalan menuju sebuah rumah biru yang berjarak dua rumah dari tempat tinggalnya. Sesampainya di sana Maya heran dengan keadaan rumah yang terlihat sepi itu. Biasanya jika sudah siang begini tetangga laki-laki itu sudah pulang dari sekolah. Dan juga ada wanita yang merupakan ibu dari anak lelaki itu selalu di rumah karena tidak bekerja. Tetapi, Maya heran melihat rumah biru tersebut sangat sepi seperti tidak ada penghuninya. Maya mencoba membuka pintu pagar, namun sayangnya terkunci.

“Mas Yan!” teriaknya memanggil. “Tante Mel!” Maya merengut sedih kala tak mendapatkan jawaban. Ia kembali berteriak hingga suaranya serak. Maya terdiam menatap rumah tersebut. Wajahnya yang telah memerah dan basah oleh keringat karena panasnya matahari. Kedua bola matanya mulai berair.

“Lhoh Non Maya?”

Maya menoleh pada suara yang memanggilnya. “Bik Rina!” Wajah Maya terlihat cerah kala melihat orang yang dikenalnya. Wanita paruh baya di depannya ini adalah asisten rumah tangga dari tetangga pemilik rumah biru tersebut.

“Non Maya ngapain di sini?” tanya Rina pada Maya. Ia sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu.

“Kok rumah sepi? Mas Yan kemana?” Maya heran dengan kemana perginya orang-orang di rumah itu.

“Lhoh Non Maya nggak tahu toh? Kan udah pindah, barusan tadi mobilnya udah pergi.”

“Pindah?” Maya terkejut mendengar jawaban dari Bik Rina.

“Iya, pindah rumah orangtuanya Ibu Melia. Non Maya tadi nggak ke sini ya? Padahal biasanya abis pulang sekolah selalu ke sini, udah ditungguin Ibu sama Den Ian lhoh.”

“Perginya jauh?” Suara Maya bergetar memikirkan pemilik rumah biru yang telah pindah.

Rina mengangguk. “Iya, jauh. Tadinya Bik Rina mau diajakin, tapi nggak mau karena jauh kasian orang rumah kalau nggak ada yang urus.” Rina adalah janda yang memiliki dua anak yang mana sulung seumuran dengan anak majikannya dan si bungsu seumuran Maya. Dia tiap minggu selalu pulang ke rumahnya yang jaraknya satu jam dari tempat kerjanya. Ketika majikannya pindah dan ingin mengajaknya ia menolak meski gaji yang didapatnya ditambah lebih banyak. Jaraknya yang lebih jauh karena pindah kota membuat ia tak bisa meninggalkan kedua anaknya di rumah. Rina tadi baru saja sudah sampai di rumah, tapi lupa kalau kunci cadangan rumah majikannya masih terbawa olehnya sehingga ia memutuskan kembali. Tadi dirinya sudah menelpon majikannya untuk menginformasikan mengenai hal itu dan ia diminta menitipkan kuncinya ke ketua rumah tangga perumahan tersebut.

Namun, dalam perjalanannya ia menemukan sosok Maya yang berdiri di depan rumah majikannya. Ia pun menghampirinya. Maya adalah anak tunggal yang mana kedua orangtuanya sama-sama bekerja. Dia sering sekali datang ke sini untuk bermain. Makanya, ia tadi heran tak melihat kedatangan Maya saat majikannya sedang bersiap untuk pergi.

“Terus nanti aku nggak bisa ketemu Mas Yan lagi?” Seketika tangis Maya pecah membuat Rina panik.

Rina tahu jika Maya saat ini kaget dengan informasi yang baru didengarnya tadi. Sepertinya anak majikannya ini lupa memberitahukan mengenai kepindahannya. Gadis kecil yang selalu bermain ke sini ini merasa kehilangan dengan kepergian teman bermainnya. Rina memeluk Maya untuk menenangkannya.

*****

“Dita, ngemol yuk!” Seorang gadis berambut hitam bergelombang tanpa mengenakan aksesoris apapun. Salah satu tangannya memeluk beberapa buah buku. Ia mengenakan midi skirt motif bunga dengan atasan kaos dan outer rajut yang membungkus tubuh rampingnya. Gadis itu berdiri di samping sahabatnya mengajaknya pergi main setelah kelas hari ini selesai.

“Oke, lu yang nyupirin ya,” jawab seorang gadis berambut sebahu itu. Usai membereskan barang bawaannya ia segera melangkah pergi bersama sahabatnya menuju parkiran mobil.

Dua orang gadis itu berjalan beriringan. Terlihat kontras dengan penampilan mereka berdua. Yang satu terlihat feminim bahkan sesekali ia melambai pada orang-orang yang mengenalnya. Sedangkan yang satunya terlihat cuek.

“Mau kemana May?” Seorang mahasiswa mendekati mereka berdua. Maya yang mengenakan style feminim terlihat manis sehingga beberapa mahasiswa meliriknya.

“Mau maen berdua sama Dita. Duluan, ya!” Maya menggandeng Dita dan segera berjalan cepat membuat mahasiswa tadi kecewa. Sudah hal biasa Maya bersikap seperti itu. Meski ia terkesan ramah pada siapapun, dirinya selalu menggambar garis batas dengan mereka. Rasanya seolah Maya sulit untuk disentuh meski berjarak dekat sekalipun.

“Nih!” Dita melempar kunci mobil pada Maya yang membuat gadis itu merenggangkan tangannya yang bebas untuk menangkapnya. Namun, sayangnya ia gagal. Tangannya melayang di udara bersamaan dengan wajahnya yang masam membuat Dita tertawa kencang.

“Jahil banget sih, Dit!” protes Maya sembari mengambil kunci yang tak jauh dari kakinya.

Kedua gadis itu masuk ke dalam mobil. Maya yang sudah siap di kursi sopir membawa mobil Dita dengan mulus membelah jalanan. Suara musik menggema menemani perjalanan mereka.

“Tumben ngajaki ke mall, biasanya juga susah banget diajakin,” ucap Dita yang merasa heran dengan sahabatnya itu.

Maya dan Dita itu saling berlawanan. Mereka berdua banyak membuat orang salah paham. Dari luar Dita tampak cuek dan pendiam padahal aslinya kalau berada dengan orang terdekat terlihat jika gadis berambut pendek itu mudah berbaur. Dibandingkan dengan sosok Maya yang tampak seperti cewek humble padahal sebenarnya dia ini anak yang cukup pemalu. Hanya saja karena pembawaan Maya yang pintar ia mudah menutupi kekurangannya itu. Dia ini tipe orang yang malas bertemu dengan banyak orang. Pergi ke luar pun bisa dibilang sangat jarang, makanya Dita heran dengan ajakan sahabatnya itu.

Dita melirik pada Maya yang masih diam, tapi ia bisa melihat kegugupan di wajah gadis itu. “Lo lagi nggak aneh-aneh kan?” Tatapan Dita lurus pada wajah Maya yang membuatnya semakin gelisah. “May, jangan bil—”

“Sorry Dit. Tapi, please temenin yahh,” pinta Maya dengan wajah memelas. Ia menatap pada wajah Dita yang sudah menunjukan kekesalan pada dirinya. Maya tahu bahwa ia sedang mencari masalah untuk dirinya sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi. Ini semua gara-gara aplikasi kencan itu!

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status