“May, serius lo dilamar?” Dita yang baru duduk langsung melempar pertanyaan pada Maya.
Saat ini mereka berdua sedang berada di cafe. Kemarin adalah hari dimana ia dilamar oleh seorang pria. Dan pria tersebut adalah teman dari tetangga masa kecilnya. Orang yang tak pernah ia duga. Maya yang tadinya berusaha membujuk Zayyan untuk menarik lamarannya berakhir gagal. Pria itu benar-benar seperti gunung yang tak dapat digoyahkan. Lalu, Maya berencana untuk membicarakannya pada orangtuanya, namun melihat wajah sumringah di keduanya membuat ia jadi tak enak dan akhirnya memilih untuk pasrah saja.Usai kepulangan Zayyan dan keluarga, Maya langsung masuk ke kamar dan mengirim pesan pada Dita. Ia langsung mengirim ribuan pesan suara yang berisi kepanikannya akan kejadian hari itu. Dita yang kepo dan paham dengan kepanikan sahabatnya itu akhirnya langsung mengajak Maya untuk bertemu di cafe yang biasanya mereka datangi.“Gimana dZayyan melepaskan outernya, lalu ia taruh di atas paha Maya yang kebetulan saat ini sedang mengenakan skirt biru muda polos sepanjang lutut. Dua orang tersebut sedang berada di taman alun-alun yang jaraknya setengah jam dari rumah Maya. Sebelum itu mereka berdua sempat mampir ke minimarket untuk membeli es krim. Setelah Zayyan memastikan Maya telah nyaman, pria tersebut pamit sebentar untuk membeli sesuatu. Maya melihat punggung pria tersebut yang berjalan menuju stand yang menjual jajanan. Di alun-alun ini memang banyak orang berjualan. Dari makanan hingga mainan lucu yang menarik perhatian anak-anak. Untungnya mereka berdua mendapat tempat duduk, jika tidak mungkin Zayyan dan Maya hanya bisa duduk di mobil dengan suasana yang semakin canggung. Maya lega setidaknya dengan keramaian ini bisa membuatnya tenang. Zayyan menoleh mengamati Maya untuk mengawasinya memastikan gadis itu aman dan dalam jangkauannya. Setelah membayar segera ia kemba
“Halo, Tante! Masih inget sama Ian?” Ian tersenyum lebar saat melihat Ratih membukakan pintu untuknya. Setelah pertemuan terakhirnya dengan Maya yang tak disengaja, Ian belum sempat berkunjung untuk bersilaturahmi. Ia masih disibukkan dengan masa transisi jabatannya. Ayahnya telah mengundurkan diri dalam jabatannya sebagai presiden direktur yang mana posisi tersebut dialihkan kepada dirinya. Makanya dalam beberapa hari terakhir ini dirinya sangat sibuk sekali. Dan kebetulan hari ini dia cuti setelah kemarin ia baru saja pulang dari dinasnya. Lalu, Ian memutuskan untuk menggunakan cutinya datang berkunjung ke rumah Maya. Ratih yang mendengar bel rumahnya berbunyi pergi membukakan pintu. Dirinya sangat terkejut saat melihat seorang pria muda berdiri di hadapannya ternyata adalah tetangganya dulu yang telah membantu banyak dirinya menjaga Maya. Wanita tersebut menarik Ian dan memeluknya. “Duh, nak lama nggak ketemu sekar
Maya dan Dita berjalan menuju halaman parkir fakultas setelah jadwal mata kuliah untuk hari ini selesai. Mereka berdua bercakap ringan membahas materi kuliah tadi hingga beberapa tugas yang perlu mereka kerjakan secara kelompok atau individu. Biasanya jika tugas yang didapat ditujukan perorangan, mereka berdua akan mencari waktu untuk mengerjakannya bersama-sama. Mereka akan pergi ke cafe atau salah satu rumah antara dua gadis itu. Ketika jarak gedung parkir semakin dekat, ia mendengar beberapa seliweran di antara mahasiswi yang tampak berbicara dengan wajah malu-malu. Tak hanya satu atau dua, tetapi hampir sebagian besar seperti itu sehingga membuat Maya dan Dita jadi penasaran. Selentingan percakapan mereka terdengar di telinga Maya dan Dita. “Mahasiswa baru? Atau jangan-jangan dosen? Gilak sih kalo beneran, bakalan rajin berangkat punya dosen modelan gitu!” Maya dan Dita bertukar pandangan hingga sama-sama membuat
Maya dapat melihat dari kejauhan seorang pria tengah tergesa-gesa. Pria itu berhenti sejenak untuk mengedarkan pandangannya hingga kedua matanya menemukan dirinya, orang tersebut bergegas melangkah mendekat. Di sampingnya seorang pria yang tak lain adalah Ian sedang terkikik geli. Nampaknya orang ini moodnya sedang sangat baik. Dan Maya tahu apa penyebabnya. Setengah jam yang lalu, Ian mengirimkan foto selfie dirinya dengan Maya ke Zayyan. Tanpa perlu menunggu waktu lebih lama, pria itu membaca pesan Ian dan langsung meneleponnya. Meski tak bisa mendengar dengan jelas, namun Maya bisa melihat dari wajah jahil Ian. Pasti Zayyan sedang kesal pada temannya itu, tapi Maya sendiri tidak paham mengapa pria yang menjadi calon suaminya itu kesal pada Ian. Tak lama telepon mereka berdua mati, kini giliran ponsel Maya yang berkedip menandakan ada pesan masuk. Pesan tersebut tak lain berasal dari Zayyan yang berisi bahwa pria itu akan segera ke sana. Maya yang tak mengerti hanya bisa menjawab ‘
Zayyan memasuki apartemennya dengan tangan yang bergerak melepaskan dasi. Waktu menunjukan sudah lewat tengah malam. Ia terpaksa lembur karena sore tadi pergi menjemput Maya yang diculik oleh Ian. Lalu, ia mampir ke rumah gadis itu dan baru bisa keluar setelah pukul sembilan malam. Akibat hal itu pekerjaannya banyak yang tertunda dan semakin menumpuk. Padahal jika bukan gara-gara Ian yang menculik calon istrinya, ia sudah berencana mengajak pergi Maya berkencan mumpung besok adalah hari Minggu. Sebenarnya bisa saja hari Minggu ia mengajak Maya kencan, sayangnya besok ia ada jadwal dinas ke beberapa kota selama tujuh hari. Kini berkat sahabat baiknya itu rencananya berantakan dan waktu istirahatnya semakin berkurang. Zayyan membuka lemari esnya dan mengambil botol air mineral, lalu menegaknya dengan rakus. Kaki panjangnya melangkah menuju ruang tamu. Ketika ia ingin berbaring di sofa panjang, Zayyan dikejutkan oleh sosok lain yang telah men
“Morning!” sapa Maya yang sedang membawa mangkuk besar. Gadis yang mengenakan midi skirt polos berwarna krem dipadu padankan dengan outer rajut berwarna biru muda. Rambutnya ia ikat tinggi memperlihatkan leher jenjangnya yang polos tanpa ada aksesoris apapun. “Halo, Dita! Ayo kita mulai sarapannya.” Ratih datang dan langsung memeluk Dita. Kemudian ia mengambil tempat duduk di seberangnya tepat sebelah Maya. Setelah itu mereka bertiga memulai sarapannya. “Om Bim kemana Tante?” tanya Dita y
Maya menginjakkan kaki ke pasir pantai tanpa mengenakan alas kaki. Ia tersenyum lebar dengan tangan kanan memegang topi lebarnya dan tangan kiri memegang sandalnya. Sesuai rencananya yang lalu, hari ini Maya dan Dita telah sampai di Bali dengan tujuan liburan. Setelah beristirahat hingga menjelang sore hari, mereka berdua memutuskan ke pantai untuk melihat matahari terbenam. Mengenakan setelan kaos dan celana pendek warna soft blue, lalu sandal dan topi untuk menghalau sinar matahari yang masih terasa menyengat meski waktu menunjukkan sudah sore. Di sampingnya Dita mengenakan kaos putih yang dipadu padankan dengan celana jeans dan juga sandal yang sama seperti Maya. Dua gadis itu mencari tempat yang nyaman sembari
Zayyan mengerutkan kening saat membuka dan menonton status Maya. Sudah lama sekali ia absen menghubungi Maya karena pekerjaannya yang datang tiada henti. Meski begitu, ia selalu mendapatkan kabar Maya dari Ian. Laki-laki itu secara tidak langsung menjadi informan mengenai segala kegiatan Maya pada dirinya. Dia tak pernah meminta pria itu untuk melakukan hal itu padanya. Walaupun sering kali ia merasa iri karena Ian jadi lebih sering bertemu dengan Maya dibanding dirinya saat ini.Hari ini ia baru saja selesai membereskan barang bawaannya. Pekerjaannya telah selesai yang mana artinya ia sudah bisa kembali. Saat ia akan mengirim pesan pada Maya, Zayyan melihat bahwa gadis itu baru saja memperbaharui status akunnya. Jarinya pun bergeser untuk membukanya. Halaman pertama menampilkan pergelangan kakinya kecil Maya yang terdapat gambar mawar kecil.“Sepertinya itu baru …,” gumamnya lalu kembali menekan layar untuk melihat halaman selanjutnya.Zayyan menonton gambar Maya yang sedang berselfi