Share

BAB 5 Mas Yan Datang Ke Rumah!

Semenjak kejadian kencannya terakhir kali Maya langsung menghapus aplikasi tersebut dari ponselnya. Ia trauma karena dituduh menjadi pelakor padahal dia ditipu saat itu. Dita pun juga mengomelinya habis-habisnya membuat telinga Maya panas mendengarnya. Tetapi, setidaknya dari kejadian itu dia bisa bertemu dengan tetangga masa kecilnya. Ian dan Zayyan yang sama-sama ia panggil Mas Yan. Ian sendiri adalah tetangganya dulu yang tiba-tiba pindah sedangkan Zayyan adalah teman sekolahnya yang sering datang untuk bermain atau mengerjakan tugas. Dulu kedua orangtua Maya sama-sama sibuk bekerja sehingga ia kadang dititipkan ke keluarga Ian. Maminya punya butik yang jaraknya hampir satu jam dari rumah sedangkan ayahnya adalah pengacara yang sangat jarang pulang. Kesibukan kedua orangtuanya membuat Maya sering datang ke rumah keluarga Ian untuk sekedar bermain hingga menunggu maminya pulang bekerja.

Meski Maya merasa kesepiaan kala itu, namun kehadiran keluarga Ian serta Zayyan mengisi kekosongan tersebut. Keluarga Ian sudah menganggap Maya seperti anaknya sendiri bahkan Ian sendiri pun juga begitu. Ian menganggap Maya sebagai adik kecilnya karena dirinya bungsu dalam keluarganya jadi dia sangat ingin memiliki seorang adik. Maka dari itulah kehadiran Maya ia sambut dengan tangan terbuka. Selayaknya saudara Ian sering menjahili Maya hingga gadis itu menangis walaupun nanti ia merasa menyesal atau bersalah, laki-laki tersebut terus tetap mengulanginya. Ia menganggap ini adalah bentuk kasih sayangnya seorang kakak pada adiknya. Maya pun juga tak menganggap hal itu mengganggunya karena ia tahu Ian tak bermaksud buruk padanya.

Kehadiran Zayyan diantara mereka berdua tak menyurutkan hubungan mereka. Justru Maya malah menjadikan Zayyan sebagai tamengnya dari kejahilan Ian padanya. Dan lelaki itu menikmati perannya. Sifatnya yang kalem dan selalu berpikir jernih membuat banyak orang mengandalkan dirinya. Makanya, Zayyan tak perlu merasa protes akan hal itu.

Maya menggeleng dengan mulut melengkung membentuk senyum di wajahnya. Membayangkan masa kecilnya dulu membuat dirinya senang. Apalagi bertemu kembali dengan dua lelaki tersebut adalah hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Terhitung pertemuan terakhir mereka sudah hampir satu bulan terlewati. Sayang sekali Zayyan tidak tinggal di sini, laki-laki itu datang untuk keperluan kerja. Tetapi, setidaknya ia masih bisa bertemu dengan Ian. Beberapa kali pria itu datang menemuinya dan mengajaknya berjalan-jalan. Bahkan baru kemarin Ian datang berkunjung bertemu dengan orangtuanya. Pada pertemuan pertamanya kedua orangtuanya sangat senang sekali. Maminya bahkan memeluk Ian guna melepaskan kerinduannya.

Mobil Dita berhenti di depan rumah Maya. Mereka berdua baru saja selesai dari kelas sore dan langsung pulang. Maya mengerutkan keningnya saat melihat ada dua buah mobil terparkir di halaman rumahnya. Ada satu mobil yang ia kenal dan itu milik Zayyan, namun untuk mobil satunya Maya tidak tahu.

“Rame banget rumahmu May,” ucap Dita yang sama-sama melihat halaman rumah Maya terdapat dua buah mobil asing. “Tamu papahmu May?”

“Nggak tau, tapi ada mobil Mas Yan di sana.”

Gantian Dita yang mengernyit bingung. “Mas Ian?” Dita sampai sekarang masih bingung dengan nama panggilan ini. Dua pria yang rupanya kenalan Maya ini sama-sama dipanggil Mas Yan.

“Bukan. Mas Zayyan, Dit.” Maya melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu mobil. “Mau mampir?” tawar Maya yang dibalas gelengan oleh Dita.

“Mau langsung aja, lagian ada tamu nggak enak. Gih, buruan masuk.”

Setelah mobil Dita hilang di tikungan jalan barulah Maya masuk ke rumah. Ia berjalan dengan kedua mata memandangi mobil tersebut. Ada rasa penasaran dalam hatinya. Bertanya-tanya siapa tamu di dalam. Ketika ia masuk terdengar suara kedua orangtuanya yang sedang berbincang dan dirinya hanya bisa melihat tiga punggung orang yang membelakanginya. Pada saat itu maminya yang menyadari kedatangannya pun tersenyum.

“Nah, ini anaknya baru pulang, pas banget. Sini Sayang kesini bentar.” Ratih —Mami Maya— mendekati putrinya dan menuntunnya duduk pada sofa yang kosong.

Maya sedikit terkejut melihat Zayyan. Kemudian ia menoleh pada pasangan suami istri yang ia perkirakan adalah orangtua Zayyan. Kepalanya mengangguk memberi salam yang dibalas oleh senyuman lebar terlebih dari seorang wanita paruh baya.

“Akhirnya ketemu juga ya sama Maya. Tante dah sering banget dengerin cerita kamu dari Zayyan, tapi sayang kita belum sempet ketemu. Syukurlah kita sekarang ada kesempatan apalagi di waktu yang sangat baik ini.”

Dugaan Maya benar bahwa wanita di depannya adalah ibu Zayyan. “Semoga bukan cerita yang aneh ya, Tante. Hehe…,” jawab Maya yang dibalas oleh kekehan ibu Zayyan.

“Eh, panggil Mamah aja nggak papa.” Kemudian kedua orangtua Zayyan memperkenalkan dirinya.

Dewi adalah nama ibu Zayyan dan untuk ayahnya bernama Abimana. Setelah itu semua kembali berbicara dengan banyak topik silih berganti. Maya pun hanya duduk diam dan sesekali menjawab ketika mendapat pertanyaan dari Dewi. Sejujurnya Maya merasa lelah dan ingin segera istirahat, namun rasanya tidak sopan meninggalkan tamu begitu saja. Zayyan melirik memandang wajah lelah Maya. Lalu, ia menoleh pada ibunya memberi kode. Dewi yang paham dengan maksud putranya langsung menyenggol suaminya. Abimana pun mengerti dan mengambil alih topik pembicaraan.

Abimana berdeham. “Jadi begini, sebelumnya kami tadi sudah mengutarakan niat tujuan dari kedatangan hari ini. Namun, berhubung yang bersangkutan belum datang dan kini telah hadir, maka kami akan mengulanginya.”

Maya tiba-tiba merasa gugup saat merasakan tatapan ayah Zayyan kini terarah padanya.

“Nak Maya, saya selaku wali dari Zayyan dan keluarga datang kesini memiliki niat baik. Saya ingin melamarmu sebagai istri Zayyan Abimana.”

*****

“Mas Yan, ini maksudnya apa ya?” tanya Maya setelah ia menyeret Zayyan menuju halaman belakang rumah.

Setelah ucapan ayah Zayyan tadi, Maya shock hingga sulit untuk bereaksi. Ia terdiam cukup lama hingga maminya menyenggolnya yang membantu tersadar seketika. Dewi, ibu Zayyan yang mengerti dengan keterkejutan Maya kembali mengucapkan perkataan suaminya tadi secara perlahan. Maya yang tadinya merasa mulai mengantuk langsung kembali segar. Segera ia meminta ijin mengajak Zayyan untuk berbicara berdua.

“Seperti yang diucapkan kedua orangtuaku, Mas mau melamar kami jadi istri,” jawab Zayyan dengan enteng yang membuat Maya mendesah frustasi.

“Bukan itu ihh! Maksudku kenapa? Kok bisa Mas tiba-tiba punya ide buat lamar aku?”

“Bukannya kamu yang minta?”

“Hah? Bentar … maksudnya yang kemarin di mobil?”

Zayyan hanya diam tak menjawab dengan tetap terus menatap Maya. Sedangkan gadis itu menggeleng dengan tatapan tak percaya. Maya benar-benar tak habis pikir dengan Zayyan. Percakapan di mobil kemarin dimana ia bercanda mengajak Zayyan menikah, padahal dia hanya ingin terus mengejek status pria itu. Mana ia tahu jika ucapannya itu dimbil serius oleh lelaki yang ada di hadapannya.

“Duhh, trus gimana dong?”

“Ya … nggak gimana-gimana. Semua udah terjadi, nggak ada jalan mundur.” Zayyan berbalik melangkah memasuki rumah meninggalkan Maya yang berkutat dengan kepanikannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status