Share

Pelajaran KesukaanKu!

Author: Blue Ice
last update Last Updated: 2024-11-17 00:18:07

Aku berjalan menuju gerbang sekolah dengan langkah cepat, berharap bisa segera masuk tanpa gangguan. Namun, takdir sepertinya masih suka bermain-main denganku.

Sebuah mobil mewah berhenti tidak jauh dari gerbang, dan aku langsung mengenali pengemudinya yang baru keluar dari sana, Keyla.

Gadis itu turun dengan anggun dari dalam mobil, lalu tatapannya langsung menangkap sosokku yang berjalan kaki. Senyum penuh ejekan segera terukir di wajahnya.

“Eh? Kok jalan kaki?” serunya dengan nada mengejek. Langkahnya ringan saat mendekatiku, sementara aku berusaha menahan napas agar tidak langsung kehilangan kesabaran.

Aku hanya diam, berharap dia cepat bosan dan pergi. Namun, tentu saja Keyla tidak akan melewatkan kesempatan untuk menyindirku.

“Ke mana sopir keluarga Bimantara? Kok nggak ada yang nganterin kamu? Jangan bilang mereka udah nggak peduli sama kamu, ya?” Keyla tertawa.

Aku menghembuskan napas pelan. Wajah Keyla nampak sekali tengah mengejekku. Aku menatapnya datar.

“Tante Sandra sedang ada acara penting. Makanya mobil dipakai dulu,” ujar ku.

“Wait! Ngapain kamu panggil Mertuamu sendiri dengan sebutan Tante. Panggil Mama, dong!” Keyla semakin tertawa setelah mengejekku begitu. Aku hanya diam menahan diri agar tidak membalas ejekkannya.

Kami sedang di pinggir jalan dekat sekolah. Keyla benar-benar tak menahan perkataannya. Aku memilih untuk lanjut berjalan.

Namun Keyla menahanku, “Kamu marah ya? Hallah, gitu aja marah, Ra! Lagipula, aku cuma mengatakan yang sebenarnya,” kata Keyla. Aku hanya membalas dengan berguman datar.

“Eh, ngomong-ngomong, Kamu ke sini naik apa? Nggak mungkin dong ya kalo jalan kaki,” tanya Keyla lagi.

“Aku naik taksi,” jawabku dengan sedikit berbohong. Aku masih ingat dengan jelas peringatan Abizar agar Keyla tidak tahu mengenai hubungan kami.

Keyla mengerutkan dahi sejenak, seakan mencoba mencari kebohongan dalam ucapanku. Namun, detik berikutnya dia hanya terkekeh kecil.

“Taksi?” dia mengulang kata itu dengan nada geli. “Kasihan banget, sih. Istri seorang Bimantara, tapi ke sekolah aja harus naik taksi.”

Aku masih berusaha menahan diri. Tidak ada gunanya terpancing oleh omongannya.

Melihatku tak bereaksi lebih lanjut, Keyla tersenyum puas. “Yah, semoga besok kamu masih bisa naik taksi. Jangan sampai harus jalan kaki lebih jauh, ya.” Dengan itu, dia melenggang pergi, meninggalkanku dengan tawa kecil yang terdengar sangat menyebalkan.

Aku menarik napas dalam-dalam. Aku tidak akan membiarkan mood-ku rusak karena dia. Hari ini masih panjang, dan pelajaran Penjaskes sudah menanti.

Aku harus tetap fokus!

Tanpa membuang waktu lagi, aku mempercepat langkah memasuki gerbang sekolah. Tidak lama setelah bel berbunyi, kami segera ke ruang ganti untuk mengganti seragam.

 Aku sangat tidak sabar di pelajaran ini lantaran setelah berkeliling sekolah, aku melihat banyak fasilitas olahraga yang sangat bagus di sekolah ini. Aku tidak sabar untuk bermain di sana.

Hari ini, mata Pelajaran kami di Bola Basket. Matahari bersinar terik di atas lapangan basket sekolah. Pelajaran Penjaskes kali ini terasa lebih istimewa karena kelas kami digabung dengan IPS 1, yang mempunyai jadwal sama.

Kami mulai dengan pemanasan ringan. Lalu lari 3 kali keliling lapangan. Setelah itu, kami diperbolehkan untuk duduk di pinggir lapangan untuk instruktur awal. Pak guru memanggil seorang pemuda dari Kelas IPS 1 untuk maju.

“Hari ini kalian akan dilatih Mahendra dulu. Saya tetap mengawasi dan memberikan penilaian dari praktek kalian,” ujar Guru Penjas.

“Duh, ngapain Pak Guru harus nyuruh Mahendra, sih?” keluh Giselle yang duduk di dekat ku.

“Iya. Males banget sama Crocodile satu itu,” imbuh Ririn yang juga terlihat tidak suka.

Dahi ku berkerut penasaran. “Memangnya dia siapa?” tanyaku pada mereka.

“Dia tuh Kapten Tim Basket Sekolah. Tapi orangnya sombong banget, Ra! Pokoknya liat aja deh, Ra. Sedikit lagi kamu pasti akan tahu kelakuannya,” balas Giselle.

Aku mulai merasa akan ada sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Teman-teman yang lain juga nampak tidak suka. Mahendra, Kapten Tim Basket yang tadi mereka sebutkan sudah berdiri di tengah lapangan dengan bola di tangannya, senyum meremehkan terpatri di wajahnya.

“Kita akan mulai dengan Dribble! Yok, Dua Cowok dan Dua Cewek maju!” Mahendra mulai mengajarkan teknik-teknik dasar.

Semua siswa bergantian mempraktekannya. Sampai ke beberapa teknik dasar permainan Bola Basket sudah diajarkan. Guru juga sudah mengambil nilai praktek kami. Sekarang saatnya yang ku tunggu yaitu bermain Basket di waktu Penjas yang masih tersisa banyak.

Saat aku dan teman-teman sekelasku sedang asyik mengoper bola, tiba-tiba Mahendra ikut masuk ke permainan dan mengambil dominasi. Dia dengan gesit melewati kami, lalu memasukan bola dengan mudah ke dalam ring.

“Sepertinya kelas kalian nggak punya pemain yang bisa diandalkan, ya?” katanya, suaranya terdengar cukup keras hingga bisa didengar semua orang.

Beberapa teman kelasku menggerutu, tapi tidak ada yang berani membalas. Aku mengerutkan dahi. Padahal dia yang asal nimbrung ke dalam permainan kami barusan.

“Kok langsung nge-judge gitu sih?” tanyaku dengan nada sedikit kesal.

Mahendra menoleh padaku, lalu menatapku dari ujung kepala sampai kaki. “Kalian kelihatan sekali keroconya. Sangat tidak berbakat dalam permainan ini. Mending minggir deh dari lapangan. Ketimbang hanya jadi badut lapangan!” cibir Mahendra disambut tawa oleh teman-teman sekelasnya.

“Heh, Mahen! Kita di sini buat bersenang-senang ya. Emang kami nggak sebagus kamu mainnya, tapi seenggaknya kami berkeringat dengan main suka-suka. Plis deh, nggak usah banyak mulut!” Giselle yang sudah lama menahan emosi akhirnya maju.

Aku dan Ririn berusaha menarik lengan Giselle agar tidak terbawa pancingan Mahendra. Ketua kelas kami juga menengahi agar tidak terjadi pertengkaran.

“Yah, kecuali kalian mau membuktikan kalau ucapanku salah,” kata Mahendra dengan senyum mengejek.

Aku tersenyum miring. “Oke! Aku akan coba!” tantangku percaya diri.

Sorakan kecil terdengar dari teman-teman kelasku. Aku tahu mereka juga tidak suka diremehkan begitu saja. Untuk pelajaran ini, Aku sangat percaya diri karena sering ikut turnamen di desa. Meski begitu, aku juga harus berhati-hati karena Mahendra adalah raja lapangan Basket di sekolah ini.

“Baiklah,” Mahendra terkekeh, masih dengan senyumnya yang percaya diri.

“Sederhana saja. Kalian hanya perlu mencetak satu poin ke ring kami. Kalau bisa, aku akan mengakui kalau kelas kalian nggak seburuk yang aku pikir,” kata Mahendra.

Satu poin? Terdengar mudah, tapi melihat bagaimana Mahendra dan timnya sudah berpengalaman, jelas ini tidak akan sesederhana kedengarannya.

Pertandingan pun dimulai!

Seperti yang kuduga, Mahendra dan teman-temannya bermain dengan agresif. Mereka menguasai bola dengan mudah, mengoper dengan cepat, dan pertahanan mereka hampir mustahil ditembus.

Beberapa kali aku mencoba merebut bola, tapi selalu gagal. Namun, aku tidak akan menyerah begitu saja.

Aku memperhatikan celah dalam pertahanan mereka. Begitu salah satu temanku berhasil mengalihkan perhatian lawan, aku dengan cepat menyelinap dan mencuri bola.

Dengan kecepatan penuh, aku menggiring bola menuju ring lawan. Mahendra berusaha mengejar, tapi aku lebih gesit. Saat tepat di depan ring, aku melompat tinggi. Semua mata tertuju padaku.

Slam dunk!

Bola melesat masuk ke dalam ring dengan sempurna.

Hening sesaat.

Kemudian, lapangan dipenuhi sorakan dan tepuk tangan. Mahendra, yang awalnya terkejut, akhirnya terkekeh kecil.

“Gokil, sih. Nggak nyangka ada pemain sebagus ini di kelas kalian,” ujarnya dengan berjalan ke arahku.

Mahendra mengulurkan tos padaku. Mungkin itu tanda dia mengakui kemampuanku. Dengan senang hati ku balas tosnya. Namun, saat tanganku bersentuhan dengan tangannya, aku tanpa sengaja melihat siluet di ujung lapangan.

Di sana, berdiri seseorang yang mengenakan jas merah khas OSIS dengan tangan terlipat di dada.

Abizar!

Tatapannya gelap dan tajam, membuat bulu kudukku meremang. Kenapa ekspresinya seseram itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Ending...

    Langit berwarna jingga keemasan, angin sepoi menyapu lembut pekarangan tempat keluarga besar berkumpul sore itu. Setelah semua kekacauan dan luka masa lalu, akhirnya hari ini adalah hari tenang pertama bagi keluarga Bimantara. Keyra berdiri di balkon lantai dua, menatap matahari yang perlahan turun, membawa damai setelah badai panjang dalam hidupnya. Tanpa ia sadari, Abizar datang dari belakang, memeluknya dari belakang, erat dan penuh rasa. “Kamu yakin... masih ingin bersamaku?” bisik Keyra pelan, suaranya bergetar. “Aku sudah menyetujui cerai... aku pikir kamu akan pergi.” Abizar menggeleng. “Kamu pikir hatiku bisa diubah seperti itu, Ra?” “Kamu pikir setelah semua luka yang kita lewati, aku bisa begitu saja membiarkanmu pergi?” Keyra mulai menangis pelan. Namun pelukan Abizar justru semakin erat. “Aku tetap memilihmu, meski dunia bilang aku bodoh. Hatiku terkunci untukmu, Keyra. Dari dulu, sekarang, sampai nanti. Kamu satu-satunya rumahku.” Abizar menarik wajah Keyr

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Keputusan

    Langit mendung, seolah mencerminkan hati Kinara yang belum tenang. Sejak kepulangannya, dia terus mencoba mendekati Keyla, menyampaikan penyesalan dan keinginannya untuk memperbaiki segalanya. Namun selama berhari-hari, Keyla tak banyak bicara. Dia mengurung diri di kamar tamu, menghindari siapa pun, bahkan Keyra dan Abizar. Hari ini, Kinara kembali berdiri di depan pintu kamar itu. Dengan tangan menggenggam secangkir teh hangat, dia mengetuk perlahan. “Keyla… boleh Ibu masuk?” Tak ada sahutan. Setelah lama menunggu, pintu akhirnya terbuka sedikit. Keyla menatap ibunya tanpa ekspresi. Kinara melangkah masuk. “Ibu hanya ingin bicara… bukan untuk memaksa.” Keyla duduk di tepi ranjang. “Kau sudah bilang itu tiga hari lalu, dua hari lalu, dan kemarin.” Kinara tersenyum pahit, lalu duduk di sisi ranjang. “Ibu tahu tak akan mudah… Tapi kamu harus tahu, Ibu pulang bukan hanya untuk membongkar kejahatan keluarga Sanjaya, tapi juga… untuk menebus kesalahan pada kamu Keyla menatap

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Menuju akhir

    Riuh rendah suasana sekolah hari itu berbeda dari biasanya. Bisik-bisik terdengar di lorong kelas, sebagian besar membicarakan satu hal yakni kejatuhan keluarga Sanjaya.Di balik berita viral itu, nama Keyla ikut terseret, bahkan menjadi sorotan utama. Wajahnya yang dulu selalu penuh percaya diri kini terlihat pucat dan penuh tekanan. Beberapa teman dekatnya mencoba bersikap netral, tapi lebih banyak yang mulai menjauh secara halus."Keyla, sabar ya. Pasti kamu juga nggak tahu mengenai kasus keluargamu, kan? Kamu tenang aja, kita masih ada dipihakmu, kok!" hibur salah satu teman Keyla. "Iya. Maaf ya, karena aku tidak tahu tentang kejahatan Papa dan Kakekku. Seandainya aku tahu, aku pasti mengehentikan mereka," balas Keyla dengan ekspresi sedih. Namun berbanding terbalik dengan batin Keyla yang mendumel kesal. 'Sialan! Banyak yang menertawakan ku karena sudah jatuh. Aku tak bisa begini terus. Citraku benar-benar rusak karena rencana Papa gagal! ARRGHHH!' Saat itu, rombongan Keyra le

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Senjata Makan Tuan!

    Hari Minggu menjadi hari istirahat para remaja SMA yang baru menyelesaikan ujian sekolah. Keyra duduk di ruang tamu bersama Tante Sandra, tak sabar menantikan kepulangan Ibunya. Satu Minggu yang lalu, Kinara dengan kondisi belum stabil memaksa ikut ke tempat lelang. Katanya agar bisa memberi kejutan pada Keluarga Sanjaya.Sejak hari itu, Keyra hanya sesekali menghubungi ibunya karena kendala Ujian. Jika dia tidak salah, seharusnya hari ini acara lelang itu berakhir. Apakah rencana mereka berhasil?"Tenanglah..," ujar Tante Sandra dengan lembut."Keyra! Mama!" Abizar tiba-tiba berteriak heboh sambil berlari menuruni tangga."Ada apa?" tanya Keyra yang heran."Kita berhasil! Keluarga kita memenangkan lelangnya!" ungkap Abizar.Keyra ikut terperangah, "Benarkah? Aaah, syukurlah."Keyra ikut senang dengan kabar itu. Sangking senangnya dia melompat memeluk Abizar, meluapkan rasa lega. Abizar membalas dengan senang hati. Akhirnya, rasa lelah mereka saat menyelematkan Kinara terbayarkan.Tan

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Game Over?

    Lokasi Lelang Tambang Batu Bara - Aula Sementara Dekat Lokasi TambangDeretan kursi VIP tampak dipenuhi oleh para pengusaha tambang dari berbagai daerah. Di bagian depan, dua kubu besar menempati baris utama, perwakilan Sanjaya Corp dan perwakilan dari Bimantara Corp.Di sisi kanan, Wira Sanjaya duduk dengan senyum percaya diri. Di sebelahnya, Kakek Wijaya tampak tenang, meski sorot matanya menyiratkan keinginan menguasai penuh aset tambang tersebut. Mereka sangat percaya diri bisa memenangkan lelang dengan proposal bisnis buatan Kinara, serta bantuan surat wasiat palsu untuk membujuk Tuan Hanafiah.“Lelang ini formalitas saja,” bisik Wira pada Ayahnya. “Dengan surat wasiat ini, mereka tak punya celah untuk menang.”“Pastikan kamu tetap tenang. Setelah ini, tambang itu milik kita,” sahut Kakek Wijaya pelan.Sementara di sisi lain, Om Rudi dan Kak Rangga dari Bimantara Corp duduk dengan tenang. Mereka tampak menunggu dengan senyuman tipis. Dapat mereka lihat raut kesombongan dari sisi

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Detik-Detik...

    Lorong-lorong sekolah dipenuhi wajah-wajah lega para siswa yang baru saja melewati minggu berat. Suara tawa dan desahan napas lega terdengar di mana-mana. Keyra melangkah keluar dari kelasnya dengan wajah letih, tapi ada sedikit senyum di sana. Ujian itu seperti mimpi buruk yang akhirnya lewat juga.“Keyra!” panggil seseorang dari belakang.Keyra menoleh. Kevin sedang berlari kecil mendekatinya sambil membawa selembar kertas bekas cakaran. Dia meremat kertas itu menjadi bola kecil, lalu melemparnya ke dalam tong sampah. Menandakan akhir dari perjuangan di semester satu.“Eh, Kevin. Udah selesai?” tanya Keyra.“Udah. Gila sih, tadi nomor terakhir bikin nyaris nangis,” Kevin menyodorkan wajah dramatis. “Kamu sendiri gimana?”Keyra mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Lumayan. Kupikir bakal parah, soalnya ini ujian pertamaku di Nusa Bangsa. Tapi ternyata nggak seseram yang aku bayangin.”Kevin mengangguk kagum. “Kamu keren sih, Ra. Bisa ngimbangin materi yang telat dikejar dalam wakt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status