Share

Dia Mulai Beda

Author: Blue Ice
last update Last Updated: 2024-11-14 07:53:43

Baru saja aku hendak melangkah, suara Abizar menghentikanku. Jantungku seperti ingin copot. Gugup bercampur malu, apalgi yang mau dia bicarakan denganku? Aku menghela napas sebelum berbalik menghadapnya.

Mata Abizar tajam menatapku, seolah sedang menimbang sesuatu. Dahinya sedikit berkerut, membuatku semakin tak nyaman. Aku tersenyum canggung, berusaha menyembunyikan kegugupanku.

“Ada yang bisa kubantu?” tanyaku, mencoba terdengar santai.

Aku berharap wajah sembabku tak terlalu mencolok. Tatapan Abizar begitu menusuk, membuatku ingin berbalik saja. Namun, dia tetap diam. Ketenangannya justru semakin mengintimidasiku.

‘Apa sih? Kenapa malah diam? Bicara sesuatu, dong!’ batinku mulai frustrasi.

Kakiku mulai kesemutan, sementara Abizar masih terpaku menatapku tanpa sepatah kata pun. Aku menggigit bibir, lalu akhirnya memberanikan diri bersuara.

“Maaf, ada apa ya? Ka-kalau tidak ada, aku mau ke kamar dulu.”

Abizar seperti tersadar dari lamunannya. Sekilas aku melihat dia menelan ludah sebelum buru-buru mengalihkan pandangannya.

“Tidak! Tidak jadi!” ujarnya cepat, lalu pergi begitu saja.

Aku melongo. Nah, lihat, kan? Betapa tidak jelasnya pemuda satu ini. Rasanya ingin melempar sandal ke punggungnya yang mulai menjauh.

“Apa-apaan sih? Tiba-tiba manggil, terus pergi gitu aja? Nggak ada penjelasan sedikit pun? Dasar nggak jelas!” aku menggerutu sepanjang jalan menuju kamar.

Padahal, ini bisa masuk rekor MURI, pertama kalinya Abizar memanggilku sejak insiden di sekolah beberapa hari lalu. Sayangnya, aku tak tahu apa yang ada di kepalanya.

Kenapa dia malah diam? Apa dia melihatku menangis di taman tadi?

Astaga. Kalau benar, aku ingin menggali lubang dan mengubur diri sekarang juga!

“Semoga nggak... semoga nggak...” gumamku, mengubur wajah di bantal.

Sudahlah. Aku harus tidur. Besok ada Pelajaran Penjaskes di jam pertama, dan aku harus fit untuk mata pelajaran favoritku. Ku pejamkan mataku sampai tidak sadar terlelap dengan sendirinya.

.

.

.

Pagi-pagi sekali aku sudah siap berangkat sekolah. Setelah memastikan membawa baju Olahraga di tas, aku segera turun ke lantai bawah dengan langkah ringan. Hari ini, aku ingin berangkat lebih awal. Selain karena ada pelajaran Penjaskes di jam pertama, aku juga tak mau berlama-lama satu meja makan dengan Abizar.

Namun, rencanaku sepertinya harus kandas.

Saat aku tiba di ruang makan, Tante Sandra sudah duduk di sana, menyeruput teh hangatnya dengan anggun. Tatapannya langsung tertuju padaku.

“Kamu mau berangkat?” tanyanya tenang.

Aku sedikit tersentak, tetapi segera mengangguk. “Iya, Ma. Aku mau berangkat lebih awal.”

Tante Sandra menaruh cangkirnya, lalu menatapku lebih dalam. “Untuk sementara, kamu berangkat dengan Abizar saja.”

Aku mengerutkan kening. “Tapi, kenapa, Ma?”

“Mama butuh mobil untuk acara penting hari ini,” jawabnya singkat namun tegas.

Aku menghela napas pelan. Jadi, aku tetap harus satu mobil dengan Abizar?

Melihat ekspresiku yang kurang senang, Tante Sandra menambahkan, “Jangan khawatir, ini hanya sementara. Lagipula, kalian harus tetap berhati-hati di sekolah. Jangan sampai ada yang curiga dengan hubungan kalian.”

Peringatan itu membuatku sedikit tegang. Aku paham maksudnya, tapi rasanya tetap berat menjalani situasi ini. Tolonglah, aku masih tidak ingin bersitatap dengan Abizar karena rasa mau yang luar biasa karena kejadian semalam.

Belum sempat aku menjawab, suara langkah terdengar dari tangga. Abizar turun dengan gaya khasnya yang santai, tanpa ekspresi, dengan tas yang disampirkan di bahunya.

Dia melirikku sekilas sebelum duduk dan mulai sarapan. Aku menggigit bibir. Apakah Abizar sudi jika aku numpang di mobilnya?

“Abizar, kamu berangkat dengan Keyra, ya. Mama mau pakai mobil hari ini,” ujar Tante Sandra membuatku semakin gugup.

“Oke Ma!” balas Abizar terdengar santai.

Aku langsung menoleh dengan tak percaya. Wah, dia beneran mau berangkat denganku?

“Jadi, Keyra mau kan berangkat bersama Abizar?” tanya Tante Sandra padaku.

Aku sedikit gelagapan. Namun sepertinya aku tak punya alasan untuk menolak “Iya, Ma,” ujarku akhirnya.

Tante Sandra tersenyum puas. “Bagus. Sekarang, makan dulu sebelum berangkat.”

Kami melanjutkan sarapan dalam keheningan. Hingga tak terasa makanan di piringku sudah habis. Bersamaan dengan itu, Abizar juga berdiri dari kursi, bersiap untuk berangkat.

Aku ikut beranjak dan mengikutinya menuju mobilnya yang sudah dikeluarkan di halaman. Abizar masuk terlebih dahulu ke kursi kemudi.

Aku juga membuka pintu mobil dan tanpa pikir panjang langsung duduk di kursi belakang. Duduk di sini jauh lebih aman. Aku tidak perlu berbicara atau sekadar melirik ke arah Abizar.

Namun, baru saja aku hendak menarik napas lega, suara Abizar terdengar tajam.“Aku ini bukan sopirmu.”

Aku menegang. Dalam kaca spion, aku bisa melihat dia menatapku dengan tatapan tajam penuh protes.

“Apa?” tanyaku pura-pura tidak mengerti.

“Duduk depan!” sentak Abizar.

Aku ingin membantah, tapi melihat ekspresinya yang sudah jelas tidak mau kompromi, aku memilih untuk menyerah. Menghela napas, aku membuka pintu dan berpindah ke kursi depan dengan enggan.

Begitu aku duduk, Abizar langsung menyalakan mesin tanpa berkata apa-apa. Mobil melaju dengan tenang, tapi suasana di dalamnya sama sekali tidak nyaman.

Aku menatap lurus ke depan, berusaha tidak memikirkan betapa canggungnya ini. Abizar tetap diam, fokus ke jalan dengan ekspresi datar.

Jantungku semakin berdebar saat kami semakin dekat dengan sekolah. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ada teman-teman yang melihat kami datang bersama.

Saat gerbang sekolah mulai terlihat di kejauhan, aku segera bersuara. “Berhenti di sini,” pintaku.

Abizar tidak langsung merespons, tetapi aku bisa melihat alisnya berkerut. Jadi, aku meminta sekali lagi, “Hentikan mobilmu sekarang, Please!”

“Kenapa?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalan.

“Aku nggak mau ada yang lihat kita datang bareng,” jelasku jujur.

Abizar menghela napas panjang. “Serius? Nggak bisa langsung turun di sekolah aja?”

Aku menggeleng cepat. “Nggak. Aku turun di sini aja,” jawabku. Soalnya mumpung jalanan menuju sekolah sedang tidak banyak kendaraan lalu lalang juga. Aku rasa itu tempat yang tepat untukku berhenti agar tak dilihat siswa lain.

Abizar tampak malas, tetapi setelah beberapa detik berpikir, dia akhirnya menginjak rem dan menghentikan mobil di pinggir jalan pertigaan.

“Terserah,” gumamnya, terdengar sedikit kesal.

Aku segera membuka pintu dan turun dengan cepat. Begitu pintu tertutup, Abizar langsung melajukan mobil tanpa basa-basi. Aku mengembuskan napas lega. Setidaknya, aku berhasil menghindari risiko ketahuan.

Namun, di balik kelegaan itu, aku tidak bisa mengabaikan satu hal, kenapa jantungku masih berdetak tidak karuan setelah berada di mobil bersamanya? Apa karena ini pertama kalinya kami bisa semobil hanya berdua saja?

“Astaga Keyra! Stop memikirkan dia. Sekarang yang lebih penting cepat ke kelas saja!” monologku dengan menepuk pipiku sendiri cukup keras. Setelah itu, Aku melanjutkan langkahku menuju gerbang sekolah yang masih berjarak

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Ending...

    Langit berwarna jingga keemasan, angin sepoi menyapu lembut pekarangan tempat keluarga besar berkumpul sore itu. Setelah semua kekacauan dan luka masa lalu, akhirnya hari ini adalah hari tenang pertama bagi keluarga Bimantara. Keyra berdiri di balkon lantai dua, menatap matahari yang perlahan turun, membawa damai setelah badai panjang dalam hidupnya. Tanpa ia sadari, Abizar datang dari belakang, memeluknya dari belakang, erat dan penuh rasa. “Kamu yakin... masih ingin bersamaku?” bisik Keyra pelan, suaranya bergetar. “Aku sudah menyetujui cerai... aku pikir kamu akan pergi.” Abizar menggeleng. “Kamu pikir hatiku bisa diubah seperti itu, Ra?” “Kamu pikir setelah semua luka yang kita lewati, aku bisa begitu saja membiarkanmu pergi?” Keyra mulai menangis pelan. Namun pelukan Abizar justru semakin erat. “Aku tetap memilihmu, meski dunia bilang aku bodoh. Hatiku terkunci untukmu, Keyra. Dari dulu, sekarang, sampai nanti. Kamu satu-satunya rumahku.” Abizar menarik wajah Keyr

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Keputusan

    Langit mendung, seolah mencerminkan hati Kinara yang belum tenang. Sejak kepulangannya, dia terus mencoba mendekati Keyla, menyampaikan penyesalan dan keinginannya untuk memperbaiki segalanya. Namun selama berhari-hari, Keyla tak banyak bicara. Dia mengurung diri di kamar tamu, menghindari siapa pun, bahkan Keyra dan Abizar. Hari ini, Kinara kembali berdiri di depan pintu kamar itu. Dengan tangan menggenggam secangkir teh hangat, dia mengetuk perlahan. “Keyla… boleh Ibu masuk?” Tak ada sahutan. Setelah lama menunggu, pintu akhirnya terbuka sedikit. Keyla menatap ibunya tanpa ekspresi. Kinara melangkah masuk. “Ibu hanya ingin bicara… bukan untuk memaksa.” Keyla duduk di tepi ranjang. “Kau sudah bilang itu tiga hari lalu, dua hari lalu, dan kemarin.” Kinara tersenyum pahit, lalu duduk di sisi ranjang. “Ibu tahu tak akan mudah… Tapi kamu harus tahu, Ibu pulang bukan hanya untuk membongkar kejahatan keluarga Sanjaya, tapi juga… untuk menebus kesalahan pada kamu Keyla menatap

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Menuju akhir

    Riuh rendah suasana sekolah hari itu berbeda dari biasanya. Bisik-bisik terdengar di lorong kelas, sebagian besar membicarakan satu hal yakni kejatuhan keluarga Sanjaya.Di balik berita viral itu, nama Keyla ikut terseret, bahkan menjadi sorotan utama. Wajahnya yang dulu selalu penuh percaya diri kini terlihat pucat dan penuh tekanan. Beberapa teman dekatnya mencoba bersikap netral, tapi lebih banyak yang mulai menjauh secara halus."Keyla, sabar ya. Pasti kamu juga nggak tahu mengenai kasus keluargamu, kan? Kamu tenang aja, kita masih ada dipihakmu, kok!" hibur salah satu teman Keyla. "Iya. Maaf ya, karena aku tidak tahu tentang kejahatan Papa dan Kakekku. Seandainya aku tahu, aku pasti mengehentikan mereka," balas Keyla dengan ekspresi sedih. Namun berbanding terbalik dengan batin Keyla yang mendumel kesal. 'Sialan! Banyak yang menertawakan ku karena sudah jatuh. Aku tak bisa begini terus. Citraku benar-benar rusak karena rencana Papa gagal! ARRGHHH!' Saat itu, rombongan Keyra le

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Senjata Makan Tuan!

    Hari Minggu menjadi hari istirahat para remaja SMA yang baru menyelesaikan ujian sekolah. Keyra duduk di ruang tamu bersama Tante Sandra, tak sabar menantikan kepulangan Ibunya. Satu Minggu yang lalu, Kinara dengan kondisi belum stabil memaksa ikut ke tempat lelang. Katanya agar bisa memberi kejutan pada Keluarga Sanjaya.Sejak hari itu, Keyra hanya sesekali menghubungi ibunya karena kendala Ujian. Jika dia tidak salah, seharusnya hari ini acara lelang itu berakhir. Apakah rencana mereka berhasil?"Tenanglah..," ujar Tante Sandra dengan lembut."Keyra! Mama!" Abizar tiba-tiba berteriak heboh sambil berlari menuruni tangga."Ada apa?" tanya Keyra yang heran."Kita berhasil! Keluarga kita memenangkan lelangnya!" ungkap Abizar.Keyra ikut terperangah, "Benarkah? Aaah, syukurlah."Keyra ikut senang dengan kabar itu. Sangking senangnya dia melompat memeluk Abizar, meluapkan rasa lega. Abizar membalas dengan senang hati. Akhirnya, rasa lelah mereka saat menyelematkan Kinara terbayarkan.Tan

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Game Over?

    Lokasi Lelang Tambang Batu Bara - Aula Sementara Dekat Lokasi TambangDeretan kursi VIP tampak dipenuhi oleh para pengusaha tambang dari berbagai daerah. Di bagian depan, dua kubu besar menempati baris utama, perwakilan Sanjaya Corp dan perwakilan dari Bimantara Corp.Di sisi kanan, Wira Sanjaya duduk dengan senyum percaya diri. Di sebelahnya, Kakek Wijaya tampak tenang, meski sorot matanya menyiratkan keinginan menguasai penuh aset tambang tersebut. Mereka sangat percaya diri bisa memenangkan lelang dengan proposal bisnis buatan Kinara, serta bantuan surat wasiat palsu untuk membujuk Tuan Hanafiah.“Lelang ini formalitas saja,” bisik Wira pada Ayahnya. “Dengan surat wasiat ini, mereka tak punya celah untuk menang.”“Pastikan kamu tetap tenang. Setelah ini, tambang itu milik kita,” sahut Kakek Wijaya pelan.Sementara di sisi lain, Om Rudi dan Kak Rangga dari Bimantara Corp duduk dengan tenang. Mereka tampak menunggu dengan senyuman tipis. Dapat mereka lihat raut kesombongan dari sisi

  • Suami Giveaway dari Kembaran Ku    Detik-Detik...

    Lorong-lorong sekolah dipenuhi wajah-wajah lega para siswa yang baru saja melewati minggu berat. Suara tawa dan desahan napas lega terdengar di mana-mana. Keyra melangkah keluar dari kelasnya dengan wajah letih, tapi ada sedikit senyum di sana. Ujian itu seperti mimpi buruk yang akhirnya lewat juga.“Keyra!” panggil seseorang dari belakang.Keyra menoleh. Kevin sedang berlari kecil mendekatinya sambil membawa selembar kertas bekas cakaran. Dia meremat kertas itu menjadi bola kecil, lalu melemparnya ke dalam tong sampah. Menandakan akhir dari perjuangan di semester satu.“Eh, Kevin. Udah selesai?” tanya Keyra.“Udah. Gila sih, tadi nomor terakhir bikin nyaris nangis,” Kevin menyodorkan wajah dramatis. “Kamu sendiri gimana?”Keyra mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Lumayan. Kupikir bakal parah, soalnya ini ujian pertamaku di Nusa Bangsa. Tapi ternyata nggak seseram yang aku bayangin.”Kevin mengangguk kagum. “Kamu keren sih, Ra. Bisa ngimbangin materi yang telat dikejar dalam wakt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status