Aku berusaha mengejar Keyla yang memasuki mobilnya. "Keyla, tunggu!" Ku panggil dia dengan suara lantang.
Lantaran padatnya parkiran, mungkin Keyla tak mendengar suaraku. Sehingga aku tak bisa menghentikan mobilnya yang meninggalkan parkiran sekolah. "Aih, astaga! Keyla, tunggu aku!" Aku masih berteriak sekencang mungkin berharap Keyla akan berhenti. Tetapi karena kebodohan ku itu, aku menjadi pusat perhatian. Lantaran terlanjur malu, aku buru-buru pergi. Mungkin aku harus menelpon Papa untuk menjemput ku karena aku juga tidak ingat di mana alamat Rumah Abizar. Ketika melewati koridor yang mulai sepi, Abizar yang entah muncul dari mana menarik lenganku. Dia menggeretku masuk ke dalam sebuah ruangan yang letaknya di pojok sekolah. "Apaan, sih?!" sentak ku pada Abizar. "Jangan dekati Keyla! Jangan sampai dia tahu mengenai hubungan kita!" hardik Abizar. Dahiku langsung berkerut. "Maksud mu apa? Bukankah kalian sudah saling kenal? Apa salahnya aku ingin tahu?" balas ku tajam. Tak disangka, Abizar malah menarik daguku dengan kasar. Matanya melotot tajam dengan urat-urat lehernya yang nampak menonjol. "Diam! Awas saja kalau sampai Keyla tahu! Aku akan buat perhitungan padamu sampai kamu tidak berani muncul dihadapan kami lagi?" ancam Abizar. Kemudian dia hempaskan aku begitu saja ke lantai yang berdebu. Aku sampai kehabisan kata-kata dengan sikap Abizar. Sepertinya ada yang dia sembunyikan dari Keyla, makanya dia sangat takut jika Keyla tahu hubungan kami. Sebelum pergi, dia melemparkan secarik kertas yang sudah dia remat menjadi gulungan padaku. Saat ku periksa ternyata nomor sopir Keluarganya. Aku menghela napas kasar, setidaknya dia masih memberi ku jalan lain agar bisa pulang ke rumah. Aku bangkit sembari membersihkan rok ku yang terkena debu. Ku remat kertas itu untuk menahan segala sumpah serapah yang ingin ku layangkan kepada Pemuda jelmaan Iblis yang tak lain adalah suamiku. "Lebih baik aku pulang saja. Masalah mereka berdua, nanti aku akan bertanya pada Keyla lagi," gumanku. Akan tetapi, saat aku keluar dari ruangan kotor itu, aku dihadang dua gadis yang sempat ku lihat bersama Keyla tadi siang. Tatapan mereka terlihat tak bersahabat. Mungkinkah mereka melihat ku bersama Abizar barusan? Untuk menghilangkan rasa gugup ku, Aku hanya tersenyum simpul sambil mengangguk pelan untuk menyapa mereka. Aku ingin langsung pergi karena tidak ingin membuat masalah. Lebih baik aku menghindari mereka saja. Namun salah satu dari menarik lenganku. Lalu, aku diseret menuju halaman belakang yang sudah sepi. Lantas, aku didorong hingga terjerembab di tanah berumput. "Apa maksud kalian ini?!" sentak ku. Mereka malah terkekeh sinis. Lalu salah satu dari mereka menjambak rambutku kasar. Aku meringis menahan sakit. Ku rasa beberapa helai rambutku tercabut karena jambakan itu. "Dasar Jalang sialan! Ngapain kamu bersama Ketua OSIS keluar dari gudang? Kau apain Ketua OSIS kami, hah?!" bentak gadis yang menjambak ku. Tubuhku langsung membeku. Ternyata mereka beneran melihat ku bersama Abizar. Sepertinya mereka ini kelompok pemuja Abizar makanya sampai marah begitu. "Lihat! Dia diam saja! Berarti memang benar dia sengaja menggoda Abizar!" tuduh salah satu gadis dengan ikatan cepol dua. "Tidak, bukan begitu!" sanggahku cepat. Tapi aku tidak mungkin mengatakan kepada mereka yang sebenarnya. Mana mungkin mereka percaya jika ku bilang bahwa kami sudah saling kenal. Apalagi masalah ikatan pernikahan. Mereka pasti tambah murka. "Kalau gitu, kenapa? Jawab?! Kenapa diam saja?" bentak gadis yang di depan ku. "Aku tidak menggoda Abizar sama sekali. Tadi aku ha-"Plak! Satu tamparan melayang ke pipiku. Rasa panas campur pening membuat pandangan ku berkunang sesaat. "Cih, berani sekali siswa pindahan dari Desa menyebut nama Abizar. Kamu pikir kamu pantas, hah?!" hardiknya. Lalu kedua gadis itu berbalik sembari menepuk kedua tangan mereka seolah menyampaikan kode. "Kalian, beri pelajaran Jalang ini!" perintah salah satu gadis. Sekelompok siswa datang membawa beberapa ember air. Ternyata mereka menyiramkan air es padaku. Aku memekik tertahan karena rasa dingin menusuk tulangku. Apalagi mereka menyiramkan dari kepala duluan hingga rasanya isi kepala ku ikut membeku. Saat aku berusaha bangkit, seorang siswa berbadan tambun tanpa hati malah menendangku. Aku kembali terjerembab ke tanah yang mulai tergenang dengan air es. Lalu, mereka juga menyiramkan air pel-pelan yang baunya minta ampun. Seolah tak cukup, mereka masih menambahkan lumpur serta sampah yang bisa mereka temukan di sekitar sana ke atas kepalaku. Setelah melihat keadaan ku yang mengenaskan, barulah mereka pergi dengan tertawa puas. Aku terbatuk-batuk karena air yang mereka siramkan membuatku menggigil. Apalagi kondisi hari itu yang cukup berangin, membuat flu lebih cepat menyerang ku. "Ck, sial! Baru juga hari pertama, tapi sudah malang begini!" decak ku sebal. Susah payah aku berusaha bangkit. Meski basah kuyup serta rasa nyeri karena tamparan dan tendangan mereka, aku masih bisa menahannya. Tiba-tiba aku mendengar suara dari semak-semak di belakang tubuhku. Seketika aku meremang, karena takut jika itu adalah hewan melata. "Ck, Ck, Ck! Bau sekali!" Aku langsung menoleh saat mengenali suara yang barusan menyapa indra pendengaran ku. Aku langsung mengeram kesal melihat ada Abizar yang muncul di balik pohon-pohon rimbun di belakang. "Sejak kapan kamu di sana?!" pekik ku bercampur kesal. "Sejak tadi!" balasnya enteng. Aku mendelik melihat sikap santai Abizar. Sejak tadi dia di sana, tetapi dia malah hanya menonton tanpa menegur mereka. "Kamu gila! Kamu cuma diam melihat aksi pembullyan seperti tadi? Otakmu di mana Abizar?!" bentaku pada pemuda yang saat ini menyandang status 'Suamiku'. "Kalau kamu tidak menyinggung mereka, mana mungkin mereka melakukan itu," kata Abizar. Aku mendelik kesal. Dia pikir aku segabut itu sampai harus menyinggung mereka di hari pertama ku di sekolah ini? Lagian yang mereka permasalahkan itu gara-gara dia yang asal narik aku ke gudang. "Apa kamu tidak dengar atau memang pura-pura tuli, hah? Mereka kira aku godain kamu tadi, makanya mereka bisa semarah itu!" murka ku pada Abizar. "Ini semua salahmu!" Aku menunjuk wajahnya. Namun Abizar langsung menepis tanganku. "Kalau kamu tidak ada niatan mengganggu Keyla, aku juga tidak akan menarik mu ke sana!" balas Abizar balik menyalahkan ku. Aku terkekeh miris. "Aku mengganggu, Keyla?" Aku tertawa sumbang. Wah, bagus sekali. Hanya ingin menumpang untuk pulang, sudah dianggap mengganggu Keyla, begitu? "Karena kamu sangat melindungi Keyla, kenapa kamu tidak menikahi dia saja? Sekarang, sana, pergi pada Keyla! Bilang kalau orang yang dijodohkan padanya adalah kamu. Bilang sama Keyla! Lagian kalian sama-sama suka, kan?! Ngapain kamu masih setuju menikah denganku, Bajingan!"“Keluarga Sanjaya tidak mungkin menyakiti ibumu karena mereka masih membutuhkan ibumu. Namun kita juga harus segera menyelematkanya sebelum hal buruk terjadi. Maka dari itu, biarkan mereka menyetirmu sementara waktu, Keyra. Kita akan mencari celah untuk menjatuhkan mereka.”****Keyra masih terngiang-ngiang ucapan Ayah mertuanya. Dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh keluarga Bimantara, dirinya yakin ibunya masih hidup. Akhirnya..., dia bisa sedikit bernapas lega.Tetapi sebelum ibunya diselamatkan, Keyra tak bisa hanya diam saja. Dia sudah sangat kecewa pada keluarga Sanjaya. Keyra berjanji tak akan pada jebakan mereka lagi.“Ya, aku akan menangkap kedok mereka! Sejak mereka menculik ibu, mereka bukan lagi keluargaku!” monolog Keyra dengan tangan terkepal di depan dada. Di sisi lain, Abizar sendari tadi hanya diam memperhatikan Keyra dari kejauhan. Mata gadis yang sedang duduk di ayunan itu nampak berapi-api. Secarik senyum tipis terbit di wajah kaku Abizar. Keyra yang sel
Di sebuah ruangan bawah tanah kediaman Sanjaya, dua pria dewasa berjalan di lorong gelap dengan bantuan senter. Mereka berhenti di salah satu ruangan dengan pintu besi. Saat kunci pintu telah dibuka, terdengar deritan berat dari besi yang berkarat.Di dalam sana, seorang wanita duduk menatap tajam kedua pria yang mengunjunginya. Kaki dan tangan wanita itu dirantai dengan bola besi. Hanya 1 lampu temaram yang menjadi penerangan di ruangan itu. Meski begitu, mata berkilat marah dari wanita itu tetap terlihat meski dalam kondisi gelap.“Kinara..., apa kabar?” Wira terkekeh melihat kondisi mantan istrinya.“Lepaskan aku! Apalagi maumu, Wira? Mengapa kamu mengurungku di sini- lagi?!” pekik Kinara seraya berdiri menunjuk marah wajah Wira.CTAKK! CTAKK!“Arghhhh!”Tangan Kinara dipukul dengan rongkat kayu. Wanita itu berteriak sakit karena pukulan itu tak main-main kerasnya. Bahkan dirinya sampai jatuh karena tak kuat menahan keseimbangan.“Diam Kinara! Jangan memberontak lagi. Kami hanya in
“ARRGGHH! KELUARR!”Ketika Abizar membuka pintu, Keyra sementara ganti baju. Pemuda itu mematung lantaran kaget dengan teriakan Keyra sekaligus bingung dan canggung.Sontak saja Keyra menutupi tubuhnya (yang sebenarnya masih memakai baju dalaman tipis). Lalu dia mendorong Abizar untuk keluar, sebelum kembali menutup pintu kamarnya. Tak peduli kondisi Abizar yang terjungkal di sana.“Sshhh..., sakit sekali! Haruskah sekasar itu?!” keluh Abizar lantaran bongkongnya mendarat begitu keras.Pemuda itu bangkit dengan bertumpuan tembok. Pinggulnya terasa nyeri karena berbenturan dengan lantai marmer yang keras. Aduh.., tulang ekornya terasa cenat cenut.“Ah, tunggu dulu! Bukankah kami sudah menikah? Seharusnya Hallal untukku melihat tubuhnya,” guman Abizar yang baru menyadari Keyra masih istrinya.‘Sudahlah..., tujuanku datang ke sini untuk membujuknya, bukan memarahinya. Lebih baik aku mengalah!’Abizar menarik napas dalam-dalam seraya mengelus dadanya untuk menebalkan kesabaran. Dia masih
Telinga Keyra terasa berdenging sesaat, tak percaya dengan ucapan Abizar. Pemuda itu hanya fokus ke arah jalan dengan wajah datar. Sesekali mulutnya mendumel tak jelas dengan berdecak kesal entah pada siapa.Harapan Keyra kembali tenggelam. Dia pikir Abizar berbicara dengannya. Ternyata dirinya lah yang berhalusinasi Abizar memberitahunya bahwa sudah ada informasi mengenai Ibunya.Anggap saja dia salah dengar!Keyra memilih untuk serong ke jendela dengan tangan menyilang di dada. Biarlah dia merajuk saat ini. Lagipula itu salah Abizar yang membuatnya berharap mengenai ibunya. Iya, kan?‘Pokoknya aku nggak mau bicara sama dia lagi!’ putus Keyra bulat.Abizar yang baru saja mengendalikan laju mobil karena hampir bertabrakan saat ingin berbelok mendadak bingung saat melirik Keyra lagi. Ada apa dengan gadis itu?Bukankah seharusnya dia senang jika diberitahu tentang Ibunya? Apa ini? Kenapa Keyra malah bersikap memusuhinya?“Keyra!” panggil Abizar.Keyra tak menjawab. Hanya lirikan sinis y
Bel pulang sekolah telah menggema membuat kebanyakan siswa menghela napas lega. Berbondong-bondong mereka bersemangat mengemasi barang-barang ke dalam tas.Berbeda dengan Keyra yang malah melamun memperhatikan luar jendela. Tepukan ringan di bahunya membuat gadis itu terjingkat. Ternyata Giselle dan Ririn telah berdiri di sampingnya.“Ra, udah waktunya pulang. Kamu nggak mau pulang, kah?” tanya Ririn.“Jelas mau, lah! Kamu juga bertanya yang nggak penting gitu,” cibir Giselle sambil menepuk dahinya. Heran dengan pertanyaan absurd Ririn.Keyra tersenyum malu karena tak memperhatikan sekitar. Saat ini kelasnya hampir kosong. Hanya menyisakan mereka bertiga.“Ma-maaf, aku nggak fokus sampe nggak sadar kalo udah jam pulang. Ya udah, yuk, pulang!” kata Keyra mulai membereskan perlatan tulisnya.“Nggak usah minta maaf, Ra. Lagian salahnya Ririn juga asal nyablak. Btw, kamu merasa dia beda nggak?” tanya Giselle.Keyra meringis bingung, lantas menggeleng. Dia menatap Ririn dari atas sampai ba
Kegiatan sekolah semakin menumpuk saat mendekati ujian semester. Keyra yang belum stabil sepenuhnya tetap harus bersekolah. Gadis itu melangkah di koridor dengan wajah lesu, seolah telah kehilangan cahayanya.3 hari Keyra izin dengan alasan sakit. Sejak kejadian di kediaman Sanjaya waktu itu, Keyra menjadi pusat perhatian sejak muncul kembali di sekolah. Sepanjang jalan yang dia lewati ke arah kelasnya, banyak siswa siswi yang berbisik mengungkit kejadian ‘Kolam Berenang’.“Hey, Keyra!” sapa Giselle yang langsung merangkul Keyra. Dia juga baru tiba di sekolah. Melihat Keyra sudah bisa hadir, betapa bahagianya Giselle.Akan tetapi, Keyra hanya membalas dengan tersenyum tipis. Reaksi tak bersemangat dari Keyra itu cukup mengganggu Giselle. Dia yakin pasti ada hubungannya dengan kejadian di pesta Ulang tahun si Kembar.“Ra, are you okay?” tanya Giselle.“Oh-umnt..., Oke, kok. Emang kenapa?” balas Keyra.Giselle tahu bahwa Keyra hanya berusaha terlihat baik-baik saja. Jadi dia tak ingin b
Tante Sandra duduk di tepi ranjang sambil menggenggam tangan Keyra yang masih pingsan. Wajahnya tampak cemas, sementara Kak Rangga menatap ke arah jendela dengan rahang mengeras. Di dalam benaknya, dia mulai menyambungkan benang merah untuk kejadian ini.“Sebenarnya apa yang direncanakan Keluarga Sanjaya? Mengapa mereka tiba-tiba mengonfirmasi jika Tante Kinara telah meninggal?” ujar Kak Rangga perlahan.Tante Sandra menggeleng pelan. “Mama juga tidak tahu, Rangga. Sepertinya..., mereka telah melakukan sesuatu kepada Kinara,” kata Tante Sandra mulai menangis.Penyesalan dan rasa bersalah kembali merebak di dadanya kala teringat bahwa dirinya lah yang menjadi Mak Comblang sahabatnya, Kinara, dengan Wira yang merupakan teman suaminya.Seandainya dia tahu Wira seorang bajingan yang kasar dan licik, dia tak akan mendekatkan Kinara pada iblis itu. Namun apalah daya. Nasi sudah menjadi bubur. Yang tersisa hanyalah penyesalan dan tak mungkin bisa memperbaiki hubungannya kembali dengan Kinara
Perlahan mata Keyra mulai terbuka. Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Sesaat otak Keyra masih memproses ingatannya. Hingga gadis itu benar-benar sadar sepenuhnya."ARRGHHH!"Sontak gadis itu memekik heboh sambil melompat dari ranjang. Dia ingat terakhir kali masih berada di kediaman Sanjaya dalam rangka merayakan ulang tahunnya. Lalu sampai kejadian terakhir saat dia jatuh ke kolam bersama Keyla dan dimarahi ayahnya.Keyra menutup mulutnya yang hampir berteriak lagi saat melihat dirinya di pantulan cermin. Dia sudah berganti dengan piyama tidur. Siapa yang mengganti gaun basahnya?Dia ingat, Abizar yang datang untuk menyelamatkannya. Hanya saja, setelah itu dia tak tahu apa yang terjadi karena sakit kepalanya kumat.'Pasti keluarga Bimantara membawaku pulang. Astaga, apa yang harus aku katakan pada mereka? Aku belum siap bertemu mereka.'Gadis itu menggigit bibir bawahnya teringat hal yang disampaikan oleh Ayah dan Kakeknya mengenai Ibu. Meski
“Abizar, sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Tante Sandra.Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga setelah menggantikan pakaian basah Keyra serta memastikan gadis itu terlelap. Tante Sandra gelisah melihat kondiis Keyra yang masih sedikit sesegukan meski matanya sudah terpejam.Abizar yang ditanyai menghela napas berat. Dia menegakan tubuhnya dengan wajah yang berkerut, mengingat kejadian di kediaman Sanjaya.“Tadi kami sudah pindah ke halaman depan, Ma. Hanya Keyra dan Keyla yang berada di samping kolam. Setelah itu, kami mendengar suara teriakan dari arah kolam. Saat aku ke sana, mereka sudah sama-sama tenggelam,” jelas Abizar.Mendengar penjelasan itu, Kak Rangga mendengus pelan. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan si Kembar. Apakah Abizar tak bisa melihat kebenarannya? Atau hanya berusaha menutupi kebenaran demi gadis kesayangannya?Reaksi Kak Rangga barusan membuat semua orang menatapnya heran. Terutama Abizar, karena Kakaknya terlihat sedang terta