Aku terus memikirkan alasan paling masuk akal mengenai Pernikahan yang menimpaku karena menggantikan Keyla. Jika hanya sebatas janji yang dibuat Kakek dan sahabatnya, tidak mungkin keluarga pihak laki-laki akan menerima begitu saja.
Ternyata, setelah aku tak sengaja mendengar ucapan Abizar hari ini aku tahu alasan utama mereka menerima perjodohan itu untuk menyelamatkan Keyla. Yang membuatku bingung, mereka menyelamatkan Keyla dari apa? Aku tidak merasa ada sedikit pun kekurangan dari kembaranku itu. Entahlah, mungkin bisa jadi terjadi sesuatu setelah kami berpisah selama 10 tahun. Hal ini membuat rasa penasaranku memuncak sehingga aku masih bersembunyi untuk lanjut menguping pembicaraan Abizar dan Tante Sandra. “Abizar, Mama sudah bilang jangan bahas ini lagi!” sentak Tante Sandra. “Bagaimana mungkin, Ma?! Haruskah kita tetap diam dan melihat dia semakin hancur di sana?” balas Abizar. Aku semakin bersemangat mendengar percakapan itu. Saat aku berniat untuk menguping lebih dekat, tanpa ku sadari kakiku menginjak ekor kucing yang tengah tiduran di lantai. Sontak saja, Kucing itu terperanjat dan mencakar kaki ku. “Aaww! Sakit, Cing!” Aku berteriak spontan karena cakaran itu. Sadar teriakan ku mengagetkan Abizar dan Tante Sandra, aku langsung menutup mulut ku dengan kedua tangan. “Keyra, kenapa Nak? Kemarilah!” panggil Tante Sandra. Duh, aku beneran ketahuan. Karena sudah tertangkap basah, lebih baik aku keluar dari persembunyian. Aku tersenyum canggung berusaha menutupi rasa gugup karena ketahuan menguping. Kucing yang tadi ku injak sudah berpindah ke pangkuan Abizar. Melihat kucing itu bergelung manja padanya, aku tebak pasti Abizar sangat menyayangi kucingnya. Bahkan hewan berbulu itu terus mengeong ke Abizar seolah tengah melapor akan kejadian barusan. Abizar langsung melayangkan tatapan mematikan padaku. “Kamu apakan dia?” marah Abizar dengan tangan yang mengelus si Kucing. “Maaf, aku nggak sengaja injak ekornya. So-soalnya dia yang tiduran di jalan dan aku nggak sadar dia di sana. Nih, dia juga nyakar aku,” jelas ku dengan mengangkat kaki kanan ku yang kena cakaran kucing. “Sudahlah. Kenapa meributkan hal sepele begitu, sih? Sini Keyra, Mama lihat lukamu,” ujar Tante Sandra. Wajah Abizar tak terima senang. Dia langsung pindah membawa kucingnya saat aku mendekat ke Tante Sandra. Pelipisku berkedut karena sikapnya. Namun di sisi lain aku lega karena mereka tidak mempertanyakan kehadiranku. Lantaran terlanjur muncul di dapur, aku menawarkan diri untuk membantu Tante Sandra memasak. Kami memasang berbagai hidangan untuk makan malam. Katanya untuk menyambutku juga makanya banyak makanan yang akan disajikan. Saat aku akan mengambil tomat dari Kulkas, aku bertabrakan dengan Abizar yang muncul dari pintu. Aku mengusap hidung ku yang rasanya seperti patah karena menabrak dadanya. “Ck, jalan pakai mata!” sentak Abizar. Dia mendorongku ke samping karena menghalangi jalannya. Aku menarik napas dalam-dalam untuk meredam emosi ku. Padahal salahnya sendiri yang tiba-tiba tanpa suara.‘Sabar Keyra. Biarkan saja. Abaikan dia!’ Tante Sarah juga langsung menegur Abizar karena tindakan kasarnya barusan. Abizar tak mengindahkan ucapan Tante Sarah untuk meminta maaf. Pemuda itu hanya datang karena ingin pamit keluar. “Jangan pulang sebelum Magrib!” kata Tante Sarah. “Aku Sholat di Masjid, Ma. Aku pergi dulu. Assalamu alaikum!” pamit Abizar. Lantas pemuda itu mencium punggung tangan Ibunya. Saat melewati ku, dia melayangkan tatapan yang terlihat seolah sedang jijik padaku. Aku balas dengan mendelik padanya meski Abizar tetap melengos begitu saja. Aku pikir sikap dingin Abizar hanya sebatas itu saja. Ternyata masih berlanjut hingga ke ranah yang aku sendiri sampai geleng-geleng kepala. Tiga hari aku di rumah ini, dia enggan bergabung di meja makan karena ada aku. Pemuda itu memilih keluar membeli makanan di luar. Tante Sandra mengusap bahuku karena merasa bersalah atas sikap anaknya. Aku tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa. Padahal dalam hatiku ingin sekali menjelaskan pada pemuda itu bahwa aku juga tidak ingin terjebak di sini bersama pemuda tak punya hati sepertinya. Dari Jum'at di mana hari pernikahan dilaksanakan hingga di hari Minggu, Abizar selalu menghindari ku. Tak ingin sekalipun dia berdekatan denganku atau pun menegur. Bertatapan pun hanya tatapan dingin yang ku dapatkan. Abizar benar-benar menunjukkan ketidaksukaan nya atas kehadiran ku di sana. Arrghh..., andai saja dia tahu bahwa aku juga tak suka berada satu atap dengannya. Senin pagi, aku fokus menyiapkan diri untuk hari pertama di SMA Nusa Bangsa. Meski Ayah berbohong mengenai alasan utama aku dipindahkan ke kota, namun perlengkapan untuk sekolah sudah dia siapkan semua. Ayah juga akan menjemputku untuk berangkat karena harus mendaftarkan diri menjadi Murid baru di kelas XII. Saat aku keluar kamar, aku dan Abizar tak sengaja keluar bersamaan. Dahi pemuda itu langsung berkerut melihat aku yang mengenakan seragam Nusa Bangsa. Dari raut wajahnya terlihat bahwa Abizar ingin bertanya. Mungkin karena egonya masih menghalangi, Abizar memilih pergi turun duluan. "Cih, apa-apaan itu?" Aku mendengus sinis melihat sikapnya seperti biasa. Tetapi, jika dilihat-lihat Abizar sepertinya akan berangkat sekolah. Lantaran dirinya juga mengenakan seragam SMA. Aku tidak tahu ini hanya perasaan ku atau bagaimana. Karena dirinya terlihat memakai seragam yang sama denganku. Bedanya, Abizar mengenakan Jas warna merah seperti Almamater yang biasa Mahasiswa pakai. Aku yakin dia masih SMA bukan kuliah. Apakah Jas itu ciri khas dari Sekolah nya? Saat aku ingin bertanya ke Tante Sandra, suara Klakson ayah membuat ku harus segera keluar. Setelah pamit kepada orangtua Abizar, aku menghampiri ayah yang menunggu di mobil. “Keyla mana, Yah?” tanya ku saat tak melihat Keyla di dalam mobil. “Dia naik mobil sendiri,” balas Ayah. Aku ber-ohh ria. Aku tidak ingin menambah pembicaraan dengan Ayah. Ku alihkan pandanganku ke jendela. Hingga tanpa sadar kami telah tiba di sekolah. Mataku berbinar melihat bangunan 3 lantai di depan sana. Setelah Ayah membawa ku bertemu Kepala Sekolah, aku diputuskan masuk di kelas IPS 5, kelas terakhir di jajaran IPS. Aku tahu akan begini karena syarat nilai untuk sekolah ini sangat tinggi. Sementara nilai dari sekolah lama ku tidak memenuhi syarat karena perbedaan akreditas sekolah. Aku dituntun Wali Kelas IPS 5 menuju kelas baru ku. Karena tadi di ruang Kepala Sekolah cukup lama, para siswa sudah masuk ke kelas untuk mengikuti pembelajaran. Aku menghela napas lega. Dengan wajah yang serupa dengan Keyla, mereka pasti akan melihatku seperti melihat artis karena ku dengar Keyla sangat populer di sekolah ini. “Tunggu sebentar ya!” ujar Wali Kelas kepadaku. “Baik Bu!” balas ku mengangguk pelan.Wali Kelas itu masuk dan mengintrupsi guru yang sedang mengajar. Setelah menjelaskan situasi yang terjadi, aku dipanggil untuk masuk. Aku menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi rasa gugupku. Kemudian, melangkah masuk dengan percaya diri dan senyum lebar.
“Woah! Dia?” “Lihat, bukankah dia Keyla?” “Bodoh! Ya, bukanlah. Keyla itu anak IPA bukan IPS.” Sudah ku duga mereka akan langsung heboh dengan segala pertanyaan mengenai diriku yang mirip Keyla. Guru segera menyuruh mereka diam. Hanya dengan satu gertakan, kelas berubah sunyi. “Silakan, perkenalkan dirimu kepada mereka!” ujar Wali kelas. “Baik Bu!” ucap ku dengan sedikit membungkuk kepada Wali Kelasku. Lalu aku beralih menatap ke penjuru kelas. “Hallo, selamat pagi semuanya! Perkenalkan namaku Keyra Azzahra. Kalian bisa panggil aku dengan Keyra. Salam kenal semuanya!” ujar ku lancar diakhiri senyum bulan sabit untuk menyapa teman-teman sekelasku. Namun mereka malah terdiam. Aku mengerjap bingung. Apakah ada yang aneh dengan penampilanku? Mereka terlalu syok karena wajah ku atau karena perkenalan ku yang terdengar aneh?Langit berwarna jingga keemasan, angin sepoi menyapu lembut pekarangan tempat keluarga besar berkumpul sore itu. Setelah semua kekacauan dan luka masa lalu, akhirnya hari ini adalah hari tenang pertama bagi keluarga Bimantara. Keyra berdiri di balkon lantai dua, menatap matahari yang perlahan turun, membawa damai setelah badai panjang dalam hidupnya. Tanpa ia sadari, Abizar datang dari belakang, memeluknya dari belakang, erat dan penuh rasa. “Kamu yakin... masih ingin bersamaku?” bisik Keyra pelan, suaranya bergetar. “Aku sudah menyetujui cerai... aku pikir kamu akan pergi.” Abizar menggeleng. “Kamu pikir hatiku bisa diubah seperti itu, Ra?” “Kamu pikir setelah semua luka yang kita lewati, aku bisa begitu saja membiarkanmu pergi?” Keyra mulai menangis pelan. Namun pelukan Abizar justru semakin erat. “Aku tetap memilihmu, meski dunia bilang aku bodoh. Hatiku terkunci untukmu, Keyra. Dari dulu, sekarang, sampai nanti. Kamu satu-satunya rumahku.” Abizar menarik wajah Keyr
Langit mendung, seolah mencerminkan hati Kinara yang belum tenang. Sejak kepulangannya, dia terus mencoba mendekati Keyla, menyampaikan penyesalan dan keinginannya untuk memperbaiki segalanya. Namun selama berhari-hari, Keyla tak banyak bicara. Dia mengurung diri di kamar tamu, menghindari siapa pun, bahkan Keyra dan Abizar. Hari ini, Kinara kembali berdiri di depan pintu kamar itu. Dengan tangan menggenggam secangkir teh hangat, dia mengetuk perlahan. “Keyla… boleh Ibu masuk?” Tak ada sahutan. Setelah lama menunggu, pintu akhirnya terbuka sedikit. Keyla menatap ibunya tanpa ekspresi. Kinara melangkah masuk. “Ibu hanya ingin bicara… bukan untuk memaksa.” Keyla duduk di tepi ranjang. “Kau sudah bilang itu tiga hari lalu, dua hari lalu, dan kemarin.” Kinara tersenyum pahit, lalu duduk di sisi ranjang. “Ibu tahu tak akan mudah… Tapi kamu harus tahu, Ibu pulang bukan hanya untuk membongkar kejahatan keluarga Sanjaya, tapi juga… untuk menebus kesalahan pada kamu Keyla menatap
Riuh rendah suasana sekolah hari itu berbeda dari biasanya. Bisik-bisik terdengar di lorong kelas, sebagian besar membicarakan satu hal yakni kejatuhan keluarga Sanjaya.Di balik berita viral itu, nama Keyla ikut terseret, bahkan menjadi sorotan utama. Wajahnya yang dulu selalu penuh percaya diri kini terlihat pucat dan penuh tekanan. Beberapa teman dekatnya mencoba bersikap netral, tapi lebih banyak yang mulai menjauh secara halus."Keyla, sabar ya. Pasti kamu juga nggak tahu mengenai kasus keluargamu, kan? Kamu tenang aja, kita masih ada dipihakmu, kok!" hibur salah satu teman Keyla. "Iya. Maaf ya, karena aku tidak tahu tentang kejahatan Papa dan Kakekku. Seandainya aku tahu, aku pasti mengehentikan mereka," balas Keyla dengan ekspresi sedih. Namun berbanding terbalik dengan batin Keyla yang mendumel kesal. 'Sialan! Banyak yang menertawakan ku karena sudah jatuh. Aku tak bisa begini terus. Citraku benar-benar rusak karena rencana Papa gagal! ARRGHHH!' Saat itu, rombongan Keyra le
Hari Minggu menjadi hari istirahat para remaja SMA yang baru menyelesaikan ujian sekolah. Keyra duduk di ruang tamu bersama Tante Sandra, tak sabar menantikan kepulangan Ibunya. Satu Minggu yang lalu, Kinara dengan kondisi belum stabil memaksa ikut ke tempat lelang. Katanya agar bisa memberi kejutan pada Keluarga Sanjaya.Sejak hari itu, Keyra hanya sesekali menghubungi ibunya karena kendala Ujian. Jika dia tidak salah, seharusnya hari ini acara lelang itu berakhir. Apakah rencana mereka berhasil?"Tenanglah..," ujar Tante Sandra dengan lembut."Keyra! Mama!" Abizar tiba-tiba berteriak heboh sambil berlari menuruni tangga."Ada apa?" tanya Keyra yang heran."Kita berhasil! Keluarga kita memenangkan lelangnya!" ungkap Abizar.Keyra ikut terperangah, "Benarkah? Aaah, syukurlah."Keyra ikut senang dengan kabar itu. Sangking senangnya dia melompat memeluk Abizar, meluapkan rasa lega. Abizar membalas dengan senang hati. Akhirnya, rasa lelah mereka saat menyelematkan Kinara terbayarkan.Tan
Lokasi Lelang Tambang Batu Bara - Aula Sementara Dekat Lokasi TambangDeretan kursi VIP tampak dipenuhi oleh para pengusaha tambang dari berbagai daerah. Di bagian depan, dua kubu besar menempati baris utama, perwakilan Sanjaya Corp dan perwakilan dari Bimantara Corp.Di sisi kanan, Wira Sanjaya duduk dengan senyum percaya diri. Di sebelahnya, Kakek Wijaya tampak tenang, meski sorot matanya menyiratkan keinginan menguasai penuh aset tambang tersebut. Mereka sangat percaya diri bisa memenangkan lelang dengan proposal bisnis buatan Kinara, serta bantuan surat wasiat palsu untuk membujuk Tuan Hanafiah.“Lelang ini formalitas saja,” bisik Wira pada Ayahnya. “Dengan surat wasiat ini, mereka tak punya celah untuk menang.”“Pastikan kamu tetap tenang. Setelah ini, tambang itu milik kita,” sahut Kakek Wijaya pelan.Sementara di sisi lain, Om Rudi dan Kak Rangga dari Bimantara Corp duduk dengan tenang. Mereka tampak menunggu dengan senyuman tipis. Dapat mereka lihat raut kesombongan dari sisi
Lorong-lorong sekolah dipenuhi wajah-wajah lega para siswa yang baru saja melewati minggu berat. Suara tawa dan desahan napas lega terdengar di mana-mana. Keyra melangkah keluar dari kelasnya dengan wajah letih, tapi ada sedikit senyum di sana. Ujian itu seperti mimpi buruk yang akhirnya lewat juga.“Keyra!” panggil seseorang dari belakang.Keyra menoleh. Kevin sedang berlari kecil mendekatinya sambil membawa selembar kertas bekas cakaran. Dia meremat kertas itu menjadi bola kecil, lalu melemparnya ke dalam tong sampah. Menandakan akhir dari perjuangan di semester satu.“Eh, Kevin. Udah selesai?” tanya Keyra.“Udah. Gila sih, tadi nomor terakhir bikin nyaris nangis,” Kevin menyodorkan wajah dramatis. “Kamu sendiri gimana?”Keyra mengangkat bahu sambil tersenyum tipis. “Lumayan. Kupikir bakal parah, soalnya ini ujian pertamaku di Nusa Bangsa. Tapi ternyata nggak seseram yang aku bayangin.”Kevin mengangguk kagum. “Kamu keren sih, Ra. Bisa ngimbangin materi yang telat dikejar dalam wakt