Setelah lima jam dalam kapal akhirnya Nada bisa menapaki kakinya di pelabuhan Merak. Kapal yang ia tumpangi harus tertahan beberapa jam sebab di pelabuhan Merak belum ada kapal yang berlayar. Hingga tidak ada tempat untuk menyandarkan kapal.
Perjalanan Nada masih panjang. Perlu beberapa jam lagi untuk sampai ke Jakarta. Nada begitu kesusahan saat berjalan sebab ia tak tega membangunkan Nazril alhasil ia pun harus memangku Nazril yang terlelap.Jam menunjukkan pukul empat pagi, ia berniat untuk menunggu waktu subuh tiba setelah itu ia akan melanjutkan perjalanannya dalam pencarian sang suami. Dari jarak beberapa meter Nada melihat mesjid, ia pun bergegas ke sana dengan ringkih.Sampai di mesjid Nada segera menidurkan Nazril dipaling pojok mesjid. Sementara dirinya hendak mengambil air wudu. Air wudu menerpa wajah cantik Nada, memberikan kesegaran di tengah kegersangan hati. Di tengah gundah gulana dan di tengah keputusasaan.Setelah selesai berwudu, Nada memakai mukena yang tersedia di sana. Lalu melantunkan ayat suci Al-Quran untuk memenangkan hati. Tak terasa bulir-bulir air mata terjauh. Nada bingung sendiri kenapa dia terlihat seperti wanita lemah yang setiap saat selalu saja menangis.Dulu, tidak seperti ini bahkan bisa dibilang jarang menangis, meski sebenarnya hatinya ingin menangis tapi sebisa mungkin ia tahan. Sekarang? Bahkan hal sepele saja yang mengingat kan akan suaminya itu ia langsung menangis. Mungkin ia sudah lelah. Hatinya, pikirannya serta jiwanya pun juga.Tak lama suara azan berkumandang, Nada pun menghentikan aktivitas membaca Al-Quran. Ia simpan dulu dan ia fokus mendengarkan kumandang azan. Sembari mendengarkan ia mengikuti lafaz azan setiap satu bait selesai terucap.Lagi, Nada menangis. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan. Entah tangisan ke berapa ia lakukan. Terlalu sering bahkan sangat sering, hingga dirinya saja tidak tahu sesering apa ia menangis.‘Ya Allah, Ya Rahman, Ya rahim. Aku mohon berkahilah setiap langkah kakiku. Berilah aku kemudahan dalam proses pencarian suamiku,’ rintihnya dalam hati.Setelah itu, Nada bangkit untuk mengerjakan salat subuh berjamaah. Selesai salat Nada tidak langsung pergi ia masih duduk berdiam diri di dalam mesjid. Masih terlalu gelap untuk melanjutkan perjalanan pikir Nada.Sembari menunggu matahari naik hingga cahayanya menerangi alam dunia, Nada membuka tasnya lalu mengambil dua lembar amplop yang warnanya sudah usang. Itu adalah surat yang dikirim Aziz sebelum ia hilang bak ditelan bumi.Amplop pertama atau surat pertama bertuliskan hari, tanggal dan bulan surat itu dibuat. Lalu di bagian bawah sebelah kanan bertuliskan alamat dari mana surat itu di kirim. Dan di bagian atas sebelah kiri bertuliskan nama Nada beserta alamat rumahnya.Dengan perlahan Nada membuka surat itu, membaca ulang isinya dengan seksama. Nada masih ingat apa isi surat itu, isi yang menceritakan jika Aziz menyukai pekerjaannya dan berjanji bulan depan ia akan mengirimi Nada gaji pertamanya. Setelah itu, Nada kembali melipat suratnya dan berganti membuka amplop kedua.Di sinilah bencana mulai datang. Isi surat itu menceritakan jika Aziz tidak mendapatkan gaji dalam artian dirinya ditipu hanya menggunakan tenaganya saja tanpa diberikan upah. Lalu di kalimat berikutnya tertulisAku akan mencari pekerjaan lain. Maaf ternyata janjiku untuk mengirimu uang tidak jadi. Aku janji setelah dapat pekerjaan lain aku akan rutin kirim kamu uang supaya bisa kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan Nazril. Ini janjiku Nada.Nada tiba-tiba terisak setelah tuntas membaca surat dari Aziz. Ia tak menyangka setelah surat itu tak ada kabar lagi darinya. Padahal Nada selalu menanti dan berharap ada berita baik disurat ketiga. Jangankan kabar baik kedatangan surat ketiga pun tak ada.Rasanya, jika harus mengingat hal itu serasa mengundang kembali luka lama. Tapi, bukankah sejak dulu hati Nada memang sudah terluka? Ya, terluka teramat dalam.Perlahan ada pergerakan kecil dari Nazril. Tidurnya begitu nyenyak. Secepatnya Nada menyimpan kembali surat dari Aziz lalu menyeka air matanya dengan begitu cepat.Nazril menggeliat. Lalu membuka mata dan menguap begitu lebar.“Bunda, udah sampai?” tanyanya, saat ia menyadari sudah tidak di dalam kapal lagi.Nada tersenyum, lalu mengusap gemas kepala Nazril yang terduduk itu dengan ekspresi wajah bingung.“Istirahat dulu, Nak. Sebentar lagi kita naik bus lalu ke Jakarta,” ujar Nada.Nada merapikan baju Nazril yang terlihat kusut dan berantakan. Lalu menyisir rambut pendek Nazril dengan jarinya. Nazril hanya diam mendapat perlakuan dari sang Bunda. Hingga satu kalimat keluar dari mulut Nazril dan sukses membuat Nada terdiam.“Bunda, Ayah Nazril itu seperti apa?” tanya Nazril begitu polos.Nada menatap sedih ke arah Nazril. Untuk pertama kalinya Nazril bertanya mengenai bagaimana ayahnya. Biasanya Nazril hanya akan bilang rindu ayah atau ingin bertemu ayah, tapi kali ini? Sepertinya keinginan tahuan Nazril semakin besar.Nada membalikkan tubuh Nazril hingga saling berhadapan dengannya. Lalu Nada mengambil handphone dan menekan aplikasi kamera.“Lihatlah ke kamera?” titah Nada pada Nazril.Nazril mengikuti instruksi sang Bunda.“Ayah mirip sekali sama kamu. Jika Nazril ingin tahu ayah maka lihatlah diri Nazril,” ujar Nada.Nazril lalu menatap pada sang Bunda.“Apa mirip sekali dengan Nazril?” tanyanya lagi, rupanya ia masih belum puas.“Iya, sangat mirip.”Nada meletakkan kembali handphone. Kemudian membawa tubuh bocah enam tahun itu dalam pangkuannya.“Dengar, ya, Bunda akan cerita tentang ayah.”“Iya, Nazril akan dengarkan.”Setelah itu, Nada pun menceritakan semua tentang Aziz—suaminya sekaligus ayah bagi Nazril. Ia menceritakan bagaimana baiknya sang suami, begitu ramah, murah senyum dan tidak pernah mencari masalah dengan orang lain. Malah, warga Kotabumi sangat menyukai sosok suaminya itu. Tanpa terkecuali.Nazril yang mendengarkan hanya mangut-mangut serta sesekali terlukis senyuman di bibir Nazril. Lalu berubah jadi ekspresi takjub dan bahagia.“Bunda, Nazril jadi ingin cepat-cepat bertemu ayah. Nazril mau peluk ayah terus mau bilang kalau Nazril sangat rindu dan sangat menyayangi ayah,” tutur Nazril begitu bersemangat setelah Nada mengakhiri ceritanya tentang Aziz.Bukannya senang, entah kenapa Nada malah sedih saat mendengar perkataan Nazril. Ia takut, takut apa yang ia harapkan tidak sesuai. Bagaimana jika dirinya tak mampu menemukan suami yang ia cintai dan rindui? Lalu, bagaimana dengan harapan dirinya dan Nazril?Entahlah, dirinya pun tak tahu. Untuk saat ini ikhtiar saja dulu dan hasilnya hanya Allah yang tahu.Matahari sudah menampakkan diri, bersinar cerah menyinari dunia. Nada dan Nazril bergegas, mereka ingin secepatnya mendapatkan bus menuju Jakarta, agar proses pencarian sang suami segera terealisasikan. Namun, sebelum itu Nada berniat mencari sarapan terlebih dahulu. Rupanya perutnya sudah tak bisa diajak kompromi lagi, sudah meminta ingin di isi.Nada memegang tangan Nazril lalu tangan satunya memegangi tas. Dengan bersama-sama Nada dan Nazril berjalan keluar dari masjid. Baru saja Nada hendak memakaikan sandal pada Nazril, tiba-tiba suara seseorang berhasil mengagetkan Nada.“Mbak, ayo kita pergi!”Satu tahun kemudian....kehidupan Nada begitu penuh warna, keputusannya untuk menikah dengan Akbar adalah sesuatu yang tepat. Bagaimana tidak Akbar begitu sangat mencintainya, sangat menyayanginya sampai-sampai Nada serasa diratukan oleh Akbar.Tepat satu tahun pernikahan mereka dan penantian lama mereka berdua akhirnya Nada dan Akbar mendapatkan berita bahagia. Di mana dokter mengatakan jika saat ini nada Tengah mengandung 4 Minggu, kebahagiaan itu tentunya terasa berkali-kali lipat.Di usianya yang mungkin menurut orang sudah tak mudah lagi, ia harus kembali merasakan mengandung dan melahirkan. Bagi Nada itu bukan suatu persoalan. karena anak adalah rezeki, anak adalah titipan yang tidak mungkin ia tolak.Selain kehidupan Nada yang penuh dengan warna dan kebahagiaan. kehidupan Sofie pun perlahan membaik, dia kini sudah mantap untuk berhijab menggunakan gamis panjang sama seperti Nada.Hubungan dengan orang tuanya pun masih sama hanya saja tidak renggang seperti dulu. sesekali Sofi s
Keesokan paginyaHari ini adalah pagi pertama Nada memerankan perannya sebagai seorang istri yang baik. Setelah tadi melakukan salat bersama sang suami, nada langsung turun dan memasak untuk sarapan keluarga kecilnya tak lupa Sofi ikut turun membantu Nada.Biasanya Kayla dan asisten rumah tangga yang melakukannya. Namun karena Nada sudah kembali maka ia melakukannya sendiri. sedangkan Kayla dia pulang begitu juga dengan Ilham dan Lidya.Mengingat kejadian semalam, Nada berharap semoga Kayla dan Ilham diberikan jalan yang terbaik. Nada begitu yakin jika Kayla bisa mengatasinya."Kenapa malah turun? Tetaplah di kamar. Jika sudah selesai Mbak panggil kamu." Titah Nada pada Sofi. Saat wanita itu tiba-tiba ada di dekatnya.Sofi menggeleng, ia malah membawa pisau dan mulai membantu Nada memotong sayuran. "Aku bukan tamu, Mbak. Jadi biarkan aku membantu. "Nada tertawa kecil, "Baiklah lakukan yang kamu mau. Mbak justru senang jika kamu seperti ini. Tidak merasa seperti tamu. Bersikaplah seola
Saat ini Akbar berada di dalam kamar dia dan nada. kamar yang harusnya menjadi saksi penyatuan mereka dan terpaksa harus tertunda karena sebuah insiden yang sama sekali tidak mereka duga.Kelopak bunga mawar berbentuk hati menghiasi kasur pengantin baru yang tertunda itu l. kelopak bunga mawar yang kemarin diganti karena yang dulu sudah mengering.Hiasan ornamen pengantin baru saja masih terpasang indah di sana. Lampu kelap kelip-tirai cantik dan juga kelopak bunga mawar segar pemandangan indah di kamar pengantin baru yang tertunda itu.Entah kenapa Akbar merasa nervous saat ingin menyambut nada, dia berulang kali menelan salivanya, berulang kali memegangi telapak tangan yang terasa dingin. Ia bingung apa yang harus mereka lakukan setelah berada di dalam kamar berdua saja?Jika boleh jujur Akbar sama sekali tidak memiliki pemikiran untuk meminta haknya yang seharusnya satu minggu lalu ia terima. Iya nervous dan bingung hanya karena untuk pertama kalinya mereka akan berada di dalam sat
Karena waktu semakin malam, Nada pun membawa Sofi ke kamar yang akan menjadi miliknya. Kamar tersebut berada di samping kamar Nazril."Ikut Mbak ya. Mbak akan tunjukkan kamar milikmu." tutur Nada "Aku malu Mbak," ucap Sofi "Kenapa harus malu? Tidak ada yang mempermalukan kamu." seru Nada karena pada dasarnya memang iya. "Aku sepertinya menyusahkan kamu, Mbak. mungkin aku lebih baik tinggal di rumah orang tuaku saja." Mendengar hal itu membuat Nada menatap Sofi dengan tatapan penuh tanda tanya.."Tinggal di rumah orang tuamu yang sama sekali gak pernah menganggap kehadiranmu. Orang tua yang selalu menyakiti perasaanmu, bukankah Mbak sudah bilang, Mbak rela kamu kembali ke orang tuamu asalkan mereka benar-benar mau menerima kamu. karena walau bagaimanapun yang namanya ikatan anak dan orang tua nggak ada yang bisa terputus. Enggak ada yang namanya mantan anak apalagi mantan orang tua. Orang tua kamu aja yang terlalu egois. pokoknya kamu tenang Mbak akan urus masalah ini. Bukan berarti
"Bagaimana, kau mendengarnya sendiri bukan? apa yang diinginkan oleh Lidya." tanya Nada kepada Kayla saat obrolannya dengan Lidya berakhir.Kayla mengganggukan kepalanya dengan posisi masih menyendirikan punggungnya pada dinding. Tubuhnya mendadak terasa lemas."Lalu apa yang harus aku lakukan? Sedangkan aku sendiri saja bingung, bagaimana caranya menyayangi dia. Ayahnya saja tidak aku cintai tidak aku sukai. Bagaimana dengan anaknya?" tanya Kayla pada Nada."Cobalah posisikan dirimu sebagai Lidya. Bagaimana posisi kamu Jika kamu seperti Lidya, orang tua salah satunya sudah meninggal, lalu salah satunya harus menikah lagi." tanya balik Nada pada Kayla ."Cobalah untuk memperbaiki diri, ya. Aku tahu, aku sendiri saja bukan manusia yang sempurna. Bukan manusia yang baik, tapi setidaknya aku selalu ingin membuat diri ini ada gunanya di mata orang lain. kandang aku selalu berpikir hidupku ingin bermanfaat bagi orang lain. Tidak apa-apa jika aku terluka yang penting orang lain bahagia, kar
Nada menatap Lidya yang baru saja pergi, bahkan menabrak dirinya tanpa mengucapkan maaf. Nada merasa telah terjadi sesuatu antara ayah dan anak itu. Hingga membuat gadis tujuh tahun itu tidak sedikitpun meminta maaf. Padahal, Lidya begitu dekat dengannya dan Lidya begitu hormat padanya.Melihat hal ini, Nada harus turun tangan. Ia harus bisa mengatasi masalah yang terjadi antara ayah dan anak ini."Ada apa dengan Lidya? Kenapa dia terlihat begitu marah?" tanya nada kepada Ilham saat ia baru saja sampai di hadapan Ilham.Ilham yang kalau itu Tengah terduduk lemas, seraya menyenderkan punggungnya pada senderan kursi, hanya bisa membalas pertanyaan Nada dengan sebuah helaan nafas yang sangat panjang. sepertinya dia belum siap untuk bercerita.Lama terdiam, akhirnya Ilham buka suara."Apa yang harus aku lakukan? Lidya marah padaku gara-gara aku akan menikah lagi. Dia enggak suka pada Kayla." Ucap Ilham dengan lemesnya dan tak bertenaga.Sudah Nada duga, jika terjadi sesuatu dengan Ilham d