Home / Romansa / Suami Idaman / diantara dua dunia

Share

diantara dua dunia

Author: vano ilham
last update Last Updated: 2025-05-20 09:18:18

Langit Jakarta pagi itu mendung. Suara rintik hujan mengetuk kaca jendela apartemen, menciptakan irama pelan yang justru menenangkan.

Elvano duduk di meja makan, setelan jas hitamnya sudah rapi. Ia menyesap kopi hitam buatan sendiri—karena sejak dua hari lalu, Aya memutuskan tidak lagi menyiapkan sarapan. Bukan karena marah. Tapi karena... Aya sedang “diam”.

Bukan diam yang murka. Tapi diam yang sibuk berpikir.

Sudah dua hari ini, Aya seperti hidup di dunianya sendiri. Kadang melamun di dapur, kadang diam menatap ponselnya. Kadang duduk lama di balkon. Elvano tidak bertanya. Ia hanya mengamati, dan tetap menjadi suami yang hadir—meski tidak selalu dibutuhkan.

“Aku pulang sore,” ucap Elvano lembut saat akan pergi.

Aya tidak menoleh dari sofa, hanya menjawab pelan, “Hati-hati.”

Itu saja. Tapi itu sudah cukup membuat dada Elvano hangat.

Beberapa jam kemudian, Elvano melangkah ke dalam dunia yang berbeda. Dunia tempat wajahn
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suami Idaman   saat dunia mulai berbisik

    Pagi itu, udara di sekitar vila keluarga Elvano masih terasa lembut, seperti selembar kain sutra yang melayang di antara embun. Daun-daun pinus bergetar pelan ditiup angin, menebarkan aroma hutan yang tenang. Dari balik jendela kaca besar, Elvano berdiri diam, menatap ke arah bukit yang perlahan disiram sinar matahari. Kemeja putihnya belum dikancingkan seluruhnya, rambutnya sedikit acak karena baru saja bangun tidur.Di ruang makan, Aya sudah duduk dengan tangan menyilang, matanya menatap ponsel sambil sesekali menghela napas kesal. Meja makan dipenuhi sarapan yang lezat—roti panggang dengan selai stroberi, telur dadar keju, dan segelas jus jeruk segar. Namun tidak satu pun disentuhnya."Kenapa mukanya kayak lagi mau perang dunia ketiga?" Elvano bertanya santai sambil duduk di seberang Aya. Suaranya lembut, tapi cukup untuk menembus dinding kesal di hati istrinya.Aya mengangkat wajahnya. Matanya menyipit. "Kamu kemarin bilang mau pulang jam tujuh malam,

  • Suami Idaman   perlahan mengerti

    Malam itu, Aya tidak langsung tidur. Biasanya setelah makan malam, ia akan mengunci diri di kamar, memasang masker wajah, menyalakan drama Korea, lalu tertidur dengan remote TV masih dalam genggaman. Tapi hari itu... berbeda.Ia duduk lebih lama di ruang tamu. Hanya berdua dengan Elvano. Mereka tidak bicara banyak, tapi tidak juga saling menghindar.Elvano sedang membaca buku, duduk di ujung sofa dengan posisi santai. Kakinya dilipat ke atas, tubuhnya bersandar ke belakang. Ia terlihat nyaman. Terlalu nyaman, hingga membuat Aya merasa... aneh."Eh," panggil Aya tiba-tiba.Elvano menoleh, senyum kecilnya langsung mengembang. "Hmm?"Aya bingung sendiri. Kenapa tadi dia manggil? Dia pun mengalihkan pandangan. "Nggak... nggak jadi."Elvano tidak memaksa. Ia kembali menatap bukunya. Namun, beberapa detik kemudian, Aya membuka suara lagi."Kamu... pernah nyesel nggak sih... nikahin aku?"Pertanyaan itu membuat suasana

  • Suami Idaman   rasa yang masih asing

    Hujan turun perlahan malam itu. Bukan hujan deras yang memaksa semua orang berteduh, tapi cukup untuk membuat jendela berkabut dan udara menghangat dengan aroma tanah basah.Aya berdiri di balik tirai jendela, menatap titik-titik air yang membasahi kaca. Tangannya menggenggam secangkir teh jahe hangat, dan matanya—entah mengapa—mencari sosok yang biasa duduk di sudut sofa dengan laptop di pangkuan.Elvano.Sudah tiga hari sejak pria itu pergi ke Milan.Aya tidak menyangka kepergian Elvano akan mengganggu rutinitasnya. Biasanya, dia justru merasa lega saat pria itu sibuk di luar. Tapi entah kenapa kali ini terasa... sepi. Terlalu sepi.Ia menoleh ke arah ruang keluarga. Ada sisa kehadiran Elvano di mana-mana. Jaket kerja favoritnya masih tergantung di gantungan, charger laptopnya masih tersambung ke stopkontak, dan bahkan tumpukan buku yang belum selesai dibaca masih terbuka di halaman yang sama.Aya menghela napas panjang. Lalu m

  • Suami Idaman   diantara dua dunia

    Langit Jakarta pagi itu mendung. Suara rintik hujan mengetuk kaca jendela apartemen, menciptakan irama pelan yang justru menenangkan.Elvano duduk di meja makan, setelan jas hitamnya sudah rapi. Ia menyesap kopi hitam buatan sendiri—karena sejak dua hari lalu, Aya memutuskan tidak lagi menyiapkan sarapan. Bukan karena marah. Tapi karena... Aya sedang “diam”.Bukan diam yang murka. Tapi diam yang sibuk berpikir.Sudah dua hari ini, Aya seperti hidup di dunianya sendiri. Kadang melamun di dapur, kadang diam menatap ponselnya. Kadang duduk lama di balkon. Elvano tidak bertanya. Ia hanya mengamati, dan tetap menjadi suami yang hadir—meski tidak selalu dibutuhkan.“Aku pulang sore,” ucap Elvano lembut saat akan pergi.Aya tidak menoleh dari sofa, hanya menjawab pelan, “Hati-hati.”Itu saja. Tapi itu sudah cukup membuat dada Elvano hangat.Beberapa jam kemudian, Elvano melangkah ke dalam dunia yang berbeda. Dunia tempat wajahn

  • Suami Idaman   Retakan didinding hati aya

    Sudah hampir seminggu sejak Elvano memberikan kalung itu kepada Aya, dan sejak malam itu, ada perubahan yang—meskipun sangat halus—mulai tampak.Aya memang belum berubah total. Dia masih bisa meledak karena hal kecil. Masih bisa memelototi Elvano hanya karena salah menaruh sendok di tempat garpu. Tapi... kini setelah marah, ia lebih sering diam sejenak, menarik napas, lalu membuang muka sambil bergumam, “Ah, sudahlah...”Sebelumnya, tidak ada “sudahlah” dalam kamus Aya.Dan perubahan kecil itu... cukup bagi Elvano untuk percaya bahwa cintanya bukan lagi seperti menanam bunga di padang tandus.Suatu pagi, di meja makan, Aya duduk lebih dulu. Rambutnya diikat asal, masih dengan daster kuning gading, dan wajah bantal yang belum sepenuhnya sadar.Biasanya, ia akan langsung memainkan ponselnya, atau mengeluh tentang kopi yang kurang manis. Tapi kali ini, ia menatap meja makan dengan tatapan kosong. Tangannya meraba lehernya, menyentuh kalung p

  • Suami Idaman   ada yang berubah didada aya

    Pagi itu berbeda.Bukan karena sarapan yang kini selalu ada di meja, bukan pula karena musik instrumental yang diputar pelan oleh Elvano dari speaker dapur. Tapi karena Aya—untuk pertama kalinya sejak mereka menikah—tidak buru-buru kabur setelah sarapan. Ia tetap duduk, memandangi langit dari jendela kaca ruang makan sambil memainkan sendok di tangannya."Aku masih nggak ngerti kenapa kamu tahan sama aku," gumam Aya tanpa menoleh.Elvano meletakkan cangkir kopinya, tidak menjawab secepat biasanya. Ia tahu, ini bukan pertanyaan untuk direspons dengan kata-kata cepat."Aku nggak tahan. Aku jatuh hati," jawabnya tenang. "Ada bedanya."Aya mendecih, tapi tak ada tajam di sana. "Gombalmu udah level menteri.""Tapi kamu duduk lebih lama hari ini. Artinya ada yang berubah."Aya terdiam. Ia tahu. Dan itu yang mengganggunya. Perubahan. Hatinya yang mulai melembut pada pria yang awalnya ia anggap hanya akan jadi pajangan dalam per

  • Suami Idaman   hujan dilangit aya

    Malam itu hujan turun perlahan.Bukan hujan deras yang menggila seperti hati yang dilanda kecewa. Tapi hujan tenang yang turun tipis-tipis, seakan segan menyentuh bumi—persis seperti perasaan Aya sekarang. Tenang, tapi resah. Diam, tapi bergelombang.Aya duduk di teras rumah, mengenakan sweater abu-abu tua, kaki dilipat dan tangan memeluk lutut. Di hadapannya, langit mendung menggantung. Uap teh hangat mengepul pelan dari gelas di meja kecil di sebelahnya.Elvano belum pulang. Katanya ada pertemuan penting dengan investor baru. Biasanya Aya tak peduli, bahkan bersyukur kalau Elvano tidak ada di rumah. Tapi malam ini terasa berbeda.“Kenapa aku nungguin dia?” bisik Aya, hampir tidak percaya pada pikirannya sendiri.Beberapa hari ini terlalu aneh baginya.Ada senyum kecil tiap Elvano pulang bawa roti. Ada keheningan hangat tiap mereka sarapan bareng—tanpa perang kata seperti biasanya. Ada hal-hal kecil yang sebelumnya Aya anggap bi

  • Suami Idaman   perlahan menoleh

    Hari-hari setelah kunjungan ke yayasan itu terasa sedikit berbeda. Aya memang belum sepenuhnya berubah jadi istri idaman—dia tetap suka ngomel, tetap galak kalau lapar, dan masih sering marah-marah di pagi hari hanya karena odol habis. Tapi ada sesuatu yang mulai mencair. Mungkin bukan cinta, tapi… rasa ingin tahu.Elvano menyadarinya dari hal kecil. Aya mulai bertanya, “Kamu pulang jam berapa?” walau nadanya masih seperti interogasi. Lalu, dia mulai nyiapin teh di meja kerja Elvano, tanpa bilang. Sesekali, Aya juga mulai menunggu makan malam, walau sambil main game di handphone.“Pelan-pelan aja,” gumam Elvano suatu malam sambil menatap wajah Aya yang tertidur di sofa, masih dengan headset di telinga.Dia menutupi tubuh Aya dengan selimut tipis, lalu duduk di lantai, bersandar pada pinggiran sofa.“Gimana pun bentuk hatimu, aku akan tetap nungguin,” bisiknya.Esok harinya, Aya terbangun lebih awal dari biasanya. Ia mendapati dirinya

  • Suami Idaman   pelan tapi nyata

    Matahari belum sepenuhnya naik ketika aroma seduhan kopi menyelinap ke sela-sela rumah. Elvano berdiri di dapur, masih mengenakan kaus tipis dan celana tidur. Ia menuangkan kopi ke dalam dua cangkir yang warnanya tak senada. Yang satu bergambar karakter kartun, satunya polos berwarna biru laut—favorit Aya.Langkah kaki kecil terdengar dari arah tangga. Elvano menoleh, dan menemukan sosok Aya yang berjalan pelan sambil mengucek matanya.“Aku mimpi aneh,” gumam Aya seraya duduk di kursi makan.“Serem?”Aya menggeleng. “Kita masak bareng… tapi aku malah bikin dapur kebakar.”Elvano terkekeh sambil menyodorkan cangkir kopi ke hadapannya. “Mimpi itu pertanda kamu pengin masak bareng aku.”Aya menatap kopi itu sejenak. Biasanya ia hanya menyentuhnya kalau sedang benar-benar butuh. Tapi pagi ini, ia menerimanya. Mencicipi perlahan. Hangat. Manis. Dan tidak terlalu pahit—seperti perasaan dalam dirinya akhir-akhir ini.Mereka dud

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status