Home / Romansa / Suami Idaman / rasa yang masih asing

Share

rasa yang masih asing

Author: vano ilham
last update Last Updated: 2025-05-20 18:18:54

Hujan turun perlahan malam itu. Bukan hujan deras yang memaksa semua orang berteduh, tapi cukup untuk membuat jendela berkabut dan udara menghangat dengan aroma tanah basah.

Aya berdiri di balik tirai jendela, menatap titik-titik air yang membasahi kaca. Tangannya menggenggam secangkir teh jahe hangat, dan matanya—entah mengapa—mencari sosok yang biasa duduk di sudut sofa dengan laptop di pangkuan.

Elvano.

Sudah tiga hari sejak pria itu pergi ke Milan.

Aya tidak menyangka kepergian Elvano akan mengganggu rutinitasnya. Biasanya, dia justru merasa lega saat pria itu sibuk di luar. Tapi entah kenapa kali ini terasa... sepi. Terlalu sepi.

Ia menoleh ke arah ruang keluarga. Ada sisa kehadiran Elvano di mana-mana. Jaket kerja favoritnya masih tergantung di gantungan, charger laptopnya masih tersambung ke stopkontak, dan bahkan tumpukan buku yang belum selesai dibaca masih terbuka di halaman yang sama.

Aya menghela napas panjang. Lalu m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suami Idaman   bab 74

    Hari Senin pagi, gang Cempaka mendadak heboh. Bukan karena ribut tetangga atau bocor got, tapi karena kabar mengejutkan: Aya mencalonkan diri jadi Ketua PKK!Elvano yang sedang sarapan roti isi sarden langsung tersedak begitu mendengar pengumuman dari pengeras suara masjid.> “Diberitahukan kepada seluruh warga… bahwa calon Ketua PKK terbaru, Ibu Aya—istri dari Ketua RW kita—akan menyampaikan visi dan misinya sore ini di pos ronda.”Elvano menoleh cepat. “Ay… kamu serius nyalon?”Aya sedang memotong cabai di dapur. Tanpa menoleh, dia menjawab santai, “Lah, kenapa enggak? Masa ketua RW-nya kamu, Ketua PKK-nya Bu Tati terus. Gak balance.”“Tapi Ay… kamu kan… galak,” ucap Elvano hati-hati.Aya menoleh tajam, pisau di tangan kanan, cabai di tangan kiri.“Justru karena aku galak. PKK butuh yang galak. Biar ibu-ibu itu gak saling rebutan mic pas arisan. Gak saling intip panci tetangga. Gak saling sok tahu soal bumbu rendang.”

  • Suami Idaman   bab 73

    Pagi pertama sebagai Ketua RW, Elvano bangun lebih awal. Ia menyeduh kopi, mencatat daftar rencana kerja di buku kulit coklat, dan sesekali melirik ke arah Aya yang masih tertidur, mulut sedikit menganga, rambut acak-acakan, dan selimut setengah lepas.Elvano tersenyum.“Ini pemilik hatiku dan sekaligus ketua tim orasi paling barbar sedunia.”Namun ketenangan itu tak berlangsung lama. Dari arah dapur terdengar…“PRUKK!!”Aya tergagap bangun. “ADA BOM?!”Ternyata ember bocor yang biasa dipakai menampung air di dapur, jatuh karena penuh dan licin. Air membasahi hampir seluruh lantai.“ELVANO! INI GIMANA?! LANTAI KAYAK KOLAM RENANG MINI!”Elvano segera menghampiri sambil membawa pel. “Maaf, tadi malam aku lupa mindahin air hujan.”Aya melipat tangan di dada. “Ketua RW kok gak bisa ngurus ember bocor? Nanti warga tahu, bisa jadi headline: ‘RW Baru Gagal Atasi Banjir Skala Ember.’”---Tapi

  • Suami Idaman   bab 72

    “Van, kamu tahu gak... aku mulai curiga sama cara pandang Ibu RT ke kamu belakangan ini,” ucap Aya sambil menyuapi Raka, anak tetangga yang sedang titip sementara karena ibunya ikut lomba senam.Elvano yang baru pulang kerja membuka jasnya, menaruh tas di sofa, dan menjawab tenang, “Lho? Kenapa emangnya?”Aya menyipitkan mata. “Tiap kamu lewat, dia senyum-senyum sambil nyari alasan nyiram tanaman. Padahal tanamannya itu... kaktus. Nyiram tiap sore bisa jadi tenggelam tuh tanaman.”Elvano tertawa kecil. “Mungkin dia cuma ramah aja.”Aya meletakkan sendok dan menatap Elvano lurus. “Ramah itu beda tipis sama modus.”Elvano mengangkat tangan menyerah. “Oke, oke. Tapi serius nih, kamu tahu gak? Ada kabar, katanya Ketua RW sekarang mau pensiun, dan ibu-ibu RT malah mau... nyalonin aku jadi Ketua RW.”Aya refleks bangkit. “APA?! Jadi Ketua RW? Van! Kamu belum siap mental buat dunia gelap itu!”Elvano bingung. “Gelap?”

  • Suami Idaman   bab 71

    Hari itu dimulai seperti biasa. Aya terbangun dengan wajah masih bantal, rambut acak-acakan seperti singa kelaparan, dan suasana hati... lumayan. Elvano baru saja menyeduh kopi ketika Aya keluar dari kamar sambil nyeret selimut.“Aku mimpi kamu nikah lagi,” gerutu Aya.Elvano menoleh dengan wajah polos. “Waduh... aku selamat nggak di mimpi itu?”“Nggak. Aku tonjok kamu sampai masuk got.”Elvano cuma tersenyum dan menyerahkan segelas susu hangat. “Makanya jangan nonton sinetron sebelum tidur.”Aya mendesis pelan.Namun ketenangan pagi itu pecah saat suara notifikasi HP terdengar bertubi-tubi.Aya membuka grup WA RT bernama “Ibu-Ibu RT 07 Jaya Selalu”. Notifikasi mencapai 137 pesan belum dibaca.Dan semuanya... tentang dirinya.> “Katanya si Aya itu udah ambil uang arisan tapi nggak nyetor lagi.”“Iya bener, Bu Yuyun cerita. Katanya buat beli masker Korea sama lip tint.”“Tapi uangnya bukan cuma 100 ribu, Bu. Katanya dua juta!”“Waduh... suaminya kaya, kok istrinya kayak gitu ya?”Aya m

  • Suami Idaman   bab 70

    Pagi itu, udara di rumah mereka terasa lebih segar dari biasanya. Aya bangun lebih dulu dari Elvano—hal yang sangat jarang terjadi. Ia berjalan pelan-pelan ke dapur, menyapu rambutnya ke belakang dengan jepitan bebek warna-warni, lalu mulai memasak sarapan sambil bersenandung pelan.“Iya, Riko,” gumamnya pada boneka yang duduk di pojokan kulkas, “hari ini aku masakin yang spesial buat Papa Elvano. Kan kemarin aku udah bilang sayang, tuh. Jadi harus kasih bukti lewat perutnya.”Tangannya sibuk memecah telur, mengaduk, menumis, dan sekali-sekali mencicipi rasa dengan gaya chef profesional—meskipun bumbu garam dan micin tetap dilempar pakai gayung kecil.Saat Elvano turun dari tangga dengan rambut masih berantakan dan mata sipit mengantuk, ia terhenti di anak tangga terakhir, memandangi pemandangan langka itu: Aya memasak tanpa ngedumel.“Kamu sakit?” tanyanya spontan.Aya menoleh cepat sambil menunjuk sendok penggorengan. “Jangan mulai pagi-pagi udah cari masalah, Van!”Elvano tertawa d

  • Suami Idaman   bab 69

    Hujan turun pelan-pelan siang itu. Bukan deras, bukan pula rintik manja. Tapi hujan yang mengandung banyak kenangan. Elvano memandangi kaca jendela dari dalam ruang kerjanya yang sudah beberapa hari ini jadi tempat Aya lebih sering ikut nimbrung sambil membawa cemilan—atau kadang cuma untuk duduk diam di pojok sofa.Tapi hari ini berbeda. Aya tidak masuk seperti biasanya. Tidak ada suara sandal diseret di koridor, tidak ada toples keripik yang bunyinya seperti perang.Elvano melirik jam. Sudah hampir dua jam sejak Aya pamit keluar sebentar ke rumah ibunya. Tapi biasanya, setidaknya ada kabar.Di saat Elvano hendak mengangkat ponsel untuk menghubungi, pintu rumah terbuka dan terdengar suara langkah tergesa.“Mas!” panggil Aya dari ruang depan.Elvano keluar dari ruang kerja. “Kenapa? Mukamu kayak abis lihat mantan yang jadi presiden.”Aya melemparkan selembar surat di atas meja makan. Kertasnya sedikit lecek dan tertulis tangan. M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status