Beranda / Romansa / Suami Idaman / pelan-pelan menuju kita

Share

pelan-pelan menuju kita

Penulis: vano ilham
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 10:03:58

Sore itu, langit menggelap lebih cepat dari biasanya. Awan mendung berarak pelan di atas atap rumah Elvano dan Aya, seakan menyiratkan hujan yang enggan datang tapi menyimpan banyak kenangan di baliknya.

Aya berdiri di depan jendela ruang tamu. Tangan kanannya memegang secangkir teh panas, sementara mata tajamnya memandangi taman kecil di luar. Dedaunan bergoyang tertiup angin. Di belakangnya, Elvano masih tertidur siang di sofa, dengan rambut awut-awutan dan satu kakinya menggantung.

"Kayak anak kecil," gumam Aya sambil tersenyum kecil, lalu berbalik.

Pelan-pelan, ia berjalan mendekat dan duduk di pinggir sofa. Ia memperhatikan wajah Elvano lama sekali. Wajah yang biasanya ia remehkan di awal pernikahan, kini justru menjadi rumah yang selalu ingin ia pulangin.

"Kenapa harus kamu sih yang terus sabar?" bisik Aya sambil mengusap lembut rambut Elvano. "Kenapa harus kamu yang selalu ngalah, yang selalu nyari aku duluan… padahal aku yang salah?"

<
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Idaman   cemburu yang datang tanpa janji

    Pagi itu dimulai seperti biasa.Elvano sedang duduk di ruang tengah sambil menyuapi Rayandra bubur yang lebih banyak tumpah ke pipi dan baju daripada masuk ke mulut. Aya, yang baru selesai mandi, keluar dari kamar sambil mengikat rambut.“Eh, Van. Di meja ada surat, tadi kurir titip,” katanya sambil menyemprot parfum ke leher.Elvano mengambil surat dari meja. Amplop putih elegan, dengan nama lengkapnya tertera rapi di sudut kiri atas. Ia mengangkat alis—jarang-jarang dapat surat zaman sekarang.“Undangan reuni kampus?” gumamnya setelah membuka dan membaca isinya.Aya spontan menoleh. “Reuni? Kampus yang waktu kamu masih gondrong itu?”Elvano tertawa. “Iya. Waktu aku masih cupu dan belum kenal skincare.”Aya mendekat dan duduk di sebelahnya. Ia merebut surat itu dan membacanya. Matanya menyipit saat sampai di baris terakhir:> “Acara ini akan menjadi ajang temu kangen bersama dosen dan teman-teman lama, termasuk

  • Suami Idaman   bukan rumah, tapi perjuangan kita

    Hari itu masih pagi, tapi di rumah kecil mereka yang mungil dan kini penuh tawa tangis bayi, udara terasa berbeda. Mertua sudah pulang satu jam lalu, setelah menyetorkan sepuluh macam kue dan dua kantong nasihat spiritual yang tak diminta.Elvano duduk di lantai, bersandar di kaki tempat tidur. Wajahnya sayu, rambutnya kusut. Dia baru selesai menyuapi Rayandra bubur instan rasa pisang yang lebih banyak mendarat di dahi anaknya daripada ke dalam mulut.Aya berdiri di dapur, menyeduh teh panas. Tapi tangannya sempat dua kali menumpahkan air karena saking ngantuknya. Mata panda di wajahnya sudah bukan dekorasi. Itu permanen.“Van... kamu yakin kita bisa terus kayak gini?” tanyanya lirih dari balik dapur.Elvano tak langsung jawab. Dia memandang Rayandra yang sekarang sibuk mencakar pipinya sendiri dengan gembira, seperti penjahat kecil yang sedang menyiksa sandera.“Yakin sih... enggak. Tapi... nyerah juga enggak bisa,” jawab Elvano akhirnya

  • Suami Idaman   ujian cinta versi popok dan kurang tidur

    Dua minggu setelah Rayandra lahir, Elvano yakin satu hal:Menjadi ayah bukan sekadar punya bayi. Tapi juga... menghadapi zombie mode 24 jam non-stop.Pagi itu, mata Elvano sembab, rambut awut-awutan, dan kaosnya sudah bertahan tiga hari tanpa ganti.“Sayang...” panggilnya pelan ke Aya yang sedang mengganti popok Rayandra dengan wajah seperti jenderal perang yang baru dapat laporan tank rusak semua.“Jangan panggil aku sayang. Aku belum mandi tiga hari,” balas Aya dengan suara berat dan lirih.“Justru itu... kamu butuh dukungan emosional,” sahut Elvano sambil duduk di pinggir kasur, menatap anak mereka yang... baru saja buang air besar untuk keempat kalinya pagi itu.Dan semuanya... sukses mengenai ranjang.“Aku gak ngerti... dia makannya dikit. Tapi keluarnya kayak bocor pipa PDAM,” keluh Aya sambil menghela napas.“Tenang, tenang. Biar aku yang beresin,” ujar Elvano sigap. Dia lalu mengambil tisu basah, menggul

  • Suami Idaman   yang di nanti nanti

    Hari itu datang tanpa aba-aba.Pagi masih sepi. Hujan rintik-rintik turun seperti ingin mengiringi sesuatu yang besar. Aya bangun lebih pagi dari biasanya, dengan rasa yang aneh di perutnya. Bukan mual, bukan mulas biasa.Tapi ada sesuatu yang... berbeda.“El...” panggilnya lirih, membangunkan Elvano yang tidur telentang sambil memeluk bantal.“Hmmm?” gumam Elvano tanpa membuka mata.“Kayaknya... ini beneran deh.”“Hah?” Elvano membuka mata. “Beneran... apa?”Aya memegang perutnya, yang kini terasa mengencang dan sakitnya datang bergelombang. “Kontraksinya beda. Dan kayaknya... ketubanku pecah.”Elvano sontak duduk tegak, tampangnya langsung seperti orang baru dicemplungin ke air es.“YANG BENER KAMU PECAH KETUBANNYA?! SEKARANG?!”Aya mengangguk sambil meringis. “Iya... jangan panik. Tapi cepet... Elvano. Sekarang. Tolong.”Dan untuk kedua kalinya dalam hidup mereka, Elvano panik seper

  • Suami Idaman   namanya nanti kita pilih sama-sama

    Malam itu, langit di atas rumah Elvano dan Aya mendung. Bukan karena hujan, tapi karena obrolan makan malam yang tiba-tiba berubah jadi debat kecil.“Kalau laki-laki, namanya Arvan. Dari gabungan Elvano dan ‘Ar’ yang berarti pemimpin,” ucap Elvano mantap, sambil mengangkat sendok nasi.Aya mengangkat alis. “Terus kalau perempuan?”“Arvanya.”Aya melotot. “El… itu nama bayi apa upgrade software?”Elvano mengernyit. “Ya ampun, kamu tuh susah banget diajak kompromi.”Aya meletakkan sendoknya. “Bukan susah, aku cuma mau anak kita punya nama yang bermakna. Yang bukan hasil undian nama acak.”“Ini bukan acak! Aku udah riset. Tiga jam!”“Dan selama itu kamu nggak kepikiran nama yang lebih manusiawi?”Mereka akhirnya pindah ke ruang tamu. Di meja, beberapa buku nama bayi berserakan. Laptop terbuka menampilkan tab-tab penuh artikel: “50 Nama Bayi Islami Modern”, “Nama Bayi Laki-laki Berarti Kuat dan Tampan”, dan

  • Suami Idaman   detak yang mengubah segalanya

    Pagi itu, Aya menatap test pack di tangannya. Tangannya sedikit gemetar, dan wajahnya—yang biasanya penuh dengan ekspresi meledak-ledak—kali ini datar. Kosong. Hening.Dua garis merah. Jelas. Tidak samar.Ia menatapnya lama. Matanya mulai berkaca-kaca.“El…”Elvano yang sedang menyiapkan kopi di dapur menoleh cepat. Suara Aya barusan seperti bisikan, tapi cukup untuk membuat seluruh tubuhnya merinding.Ia berlari kecil ke kamar mandi. “Kenapa, Ay? Kamu kenapa?!”Aya hanya berdiri diam, lalu menyodorkan test pack itu padanya.Elvano menerimanya dengan hati-hati. Ia butuh beberapa detik untuk benar-benar menyadari apa yang ia lihat.“Ini... ini beneran?” tanyanya pelan.Aya mengangguk, pelan juga. “Aku... aku nggak yakin harus senang atau takut. Tapi... iya. Sepertinya aku hamil.”Lalu, seperti bendungan yang jebol, air mata mereka sama-sama jatuh. Elvano langsung memeluk Aya erat. “Alhamdulillah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status