Beranda / Romansa / Suami Kontrak CEO Cantik / Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Share

Bab 2 : Kepala Berat dan Keterpaksaan

Penulis: Nanasshi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 21:17:02

Kara Wihardjo terbangun pagi itu dengan kepala yang berat. Matanya terpejam, mencoba untuk mengabaikan rasa pening yang menggelayuti. Ia merasakan dampak buruk dari malam sebelumnya. Meski tidak ingat sepenuhnya apa yang terjadi, ada banyak gambar samar yang berputar di benaknya, seperti potongan-potongan puzzle yang saling bertabrakan. Satu hal yang ia tahu, ia merasa sangat terperangkap—terperangkap dalam tanggung jawab yang luar biasa, terperangkap dalam tekanan dari keluarganya, dan terperangkap dalam perasaan yang tidak ia mengerti.

Ponselnya berdering, menyentakkan dirinya keluar dari lamunannya. Itu adalah pesan dari ayahnya. Pesan yang mengingatkan untuk segera bertindak, untuk memenuhi harapan keluarga yang semakin membebani. Ia menarik napas dalam-dalam, menyesap secangkir kopi pahit, lalu berdiri untuk bersiap-siap ke kantor.

Seharian, pikirannya hanya berputar tentang hal itu. Tekanan pernikahan yang tak kunjung selesai, desakan untuk segera menikah, dan ayah yang tidak sabar menunggu jawabannya. Ia bahkan merasa seolah-olah hidupnya sedang dipaksakan berjalan di jalur yang tak diinginkan. Begitu banyak hal yang harus ia urus sebagai CEO perusahaan yang sedang berkembang, namun hari itu, ada satu hal yang membuatnya semakin tertekan.

^^^^

Pagi itu, rapat perusahaan berjalan seperti biasa—penuh diskusi yang strategis dan serangkaian keputusan penting yang harus diambil. Namun, bagi Kara, semuanya terasa seperti rutinitas yang berat. Beberapa kali, ia kehilangan konsentrasi, matanya lebih sering mengarah ke layar laptop tanpa benar-benar memproses apa yang sedang dibicarakan.

Ketika rapat itu hampir berakhir, dan ia hendak beranjak dari kursinya, matanya bertemu dengan sepasang mata yang familiar. Hasya Gaharu, anak magang yang beberapa kali ia temui di kantor, sedang duduk di kursi dekat meja rapat. Wajah Hasya tampak canggung, dan matanya menghindar dari tatapannya. Kara tidak bisa mengabaikan perasaan janggal yang muncul di dalam dirinya. Ingatannya tentang malam sebelumnya kembali menghantui. Setiap potongan gambar yang kabur dan samar-samar kembali muncul, termasuk perasaan yang dia alami saat itu—kecemasan, ketakutan, dan kenyataan bahwa dirinya merasa sangat rapuh.

Namun, Hasya juga terlihat gelisah, dan ekspresinya seperti menandakan bahwa dia pun sedang berusaha menghindari percakapan langsung dengannya. Kara tidak bisa mengabaikan keanehan itu, meski hatinya seolah menjerit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua malam itu.

^^^

Malam kemarin, Kara memohon pada Hasya. Ia tidak membiarkan laki-laki itu untuk beranjak dari sisinya. Ia menahan pinggang Hasya untuk terus merapat padanya. Rekat. Seperti tidak ingin ada jarak yang memisahkan. Padahal jelas, keduanya -sejak awal- adalah orang asing.

Hasya mencoba mengingatkan Kara betapa ia akan menyesali ini, namun sepertinya, efek obat yang masuk ke dalam minuman Kara -yang diberikan laki-laki bajingan itu- terlalu kuat. Hingga Kara bukan hanya tidak sadar tetapi juga bersikap agresif.

Kara mengecup rahang tegas Hasya. Mengecupinya dengan kuat hingga Hasya harus menahan napas. Ia sedang ebrada pada ujian terbesar dalam hidupnya.

Setelah puas mengecupi rahang Hasya, perempuan itu menyentuh ujung hidung Hasya -yang tidak berani menatapny dan memilih mengalihkan pandangan- lalu turun ke bibir Hasya.

"Lihat aku?" bisik Kara, dengan mata yang sayu. "Apakah aku tidak menarik di mata anak muda seperti kamu?"

Hasya mengernyit. "Kamu tahu aku?"

"Anak magang dari divisi keuangan, kan?"

Hasya bergeming.

"Apa aku tidak menarik di mata kamu?"

Hasya masih menimbang, bingung mengatakan apa.

"Benar, aku nggak menarik" jawab Kara sendiri, nampak sedih

Hasya dengan cepat menggeleng. "Kamu menarik," jawab Hasya. "Tapi bisa nggak kita ubah posisi kita? Ini agak ... mengkhawatirkan," ujar Hasya dengan senyuman serba salah.

Posisi mereka, masih saling memeluk di sofa. Atau lebih tepatnya, Kara yang memeluk laki-laki itu. Sedang Hasya, menahannya dengan kedua tangannya agar tidak menimpa tubuh sang atasan.

"Oke," jawab Kara, ia kemudian merubah posisinya. Keduanya sudah duduk di sofa. "Tapi aku serius soal ... aku butuh sesuatu yang mendistraksi isi kepalaku ... malam ini."

Here we go again!

Hasya mengumpat. Ia kira, perempuan itu sudah sadar. Nyatanya, tidak sama sekali. Terlebih saat ia melompat ke pangkuan Hasya dan duduk di sana lalu mencium Hasya dengan tiba-tiba.

Hasya tidak punya pilihan!

Dalihnya sih begitu.

Tapi memang demikian keadaannya. Kaa, mencegahnya pergi. Menyerang pertahanannya dengan ciuman-ciuman yang membuat gila. Juga sentuhan-sentuhan yang dibuat perempuan itu pada setiap inch tubuhnya.

Tidak.

Hasya jadi gila juga akhirnya.

Ia menyentuh tubuh Kara dengan sama gilanya. Sehingga bukan hanya dua kancing kemeja saja yang lepas, melainkan kemejanya yang teronggok di lantai. Membuat Hasya leluas, meninggalkn banyak tanda. Di leher, di tulang selangka, hingga di puncak dada Karana Wihardjo.

^^^

Kara mengingat apa yang terjadi malam kemarin hanya sampai di sana. Soal apakah hal tersebut berlanjut ke 'menu utama' atau tidak, Kara kehilangan kata. Ia benar-benar tidak bisa mengingatnya.

Setelah rapat selesai, Kara memutuskan untuk mengundang Hasya ke ruangannya. Ia merasa perlu berbicara dengan laki-laki itu, walaupun saat itu pikirannya terasa bingung dan kusut. Ketika Hasya masuk, ada ketegangan yang terasa sangat jelas di udara. Kara melihat bagaimana tubuh Hasya sedikit menegang saat ia duduk di hadapannya.

"Hasya," kata Kara dengan suara yang cukup rendah, mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam dirinya, "Ada hal penting yang harus kita bicarakan."

Hasya menatapnya sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. "Tentu, ada apa, Bu Karana?"

Kara merasakan sebuah kegugupan di dalam dirinya, namun ia menahan diri untuk tidak menunjukkan kelemahan di hadapan Hasya. Ia perlu menjelaskan hal ini, dan ia tahu bahwa dirinya tidak punya banyak pilihan.

"Ini mungkin terdengar aneh," Kara melanjutkan, "Tapi saya membutuhkan bantuanmu, Hasya. Mungkin ini keputusan yang sangat tidak biasa, tetapi aku benar-benar terdesak."

Hasya hanya memandangnya tanpa berkata-kata. Keheningan di ruangan itu semakin menambah ketegangan yang ada di antara mereka.

^^^^

Kara menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri. "Saya butuh kamu untuk menikah denganku, Hasya. Kontrak pernikahan selama satu tahun," kata Kara, mengucapkan kata-kata itu seolah tanpa memikirkan dampaknya. Ia tahu itu mungkin terdengar gila, tapi pada saat itu, ia merasa itu satu-satunya jalan keluar yang bisa menyelamatkan dirinya dari tekanan yang terus menghantui.

Hasya terdiam sejenak. Matanya melebar, dan jelas terlihat bahwa ia tidak bisa langsung menerima tawaran itu begitu saja.

"Saya tidak mengerti, Bu Karana," jawabnya, terlihat ragu dan bingung. "Kenapa saya? Kenapa harus saya yang Anda ajak menikah?"

Kara menatapnya dalam-dalam, mencoba memberi penjelasan yang bisa dipahami oleh laki-laki itu. "Ayah saya menekan saya untuk segera menikah. Dia memberi saya waktu hanya sampai akhir minggu ini. Saya terjebak dalam situasi yang tidak saya inginkan, dan saya rasa ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan tekanan itu."

Hasya masih terlihat bingung, dan Kara bisa merasakan betapa beratnya hal ini bagi pria itu. Namun, ia tahu bahwa Hasya adalah orang yang tepat untuk tawaran ini. "Selain itu," lanjut Kara, "Ada imbalan yang bisa kamu dapatkan. Pengobatan mata kakakmu yang membutuhkan biaya besar, uang dalam jumlah yang sangat banyak, dan saham perusahaan ini, jika kamu setuju."

Sekali lagi, Hasya terdiam. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di wajahnya, antara terkejut dan ragu. Kara bisa melihat bahwa Hasya, yang jarang berbicara banyak di kantor, kini tampak sangat terjaga, seolah mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Jadi... Anda menawarkan semua itu hanya untuk sebuah pernikahan kontrak?" tanya Hasya, suaranya terdengar serius dan penuh pertimbangan.

"Ya," jawab Kara tegas. "Ini bukan tentang cinta, Hasya. Ini hanya soal bisnis, dan aku ingin kamu membantu aku untuk keluar dari situasi ini."

Hasya memejamkan matanya sejenak, berusaha mencerna semua yang baru saja Kara katakan. Ia tahu betapa besar tekanan yang mungkin sedang dialami oleh Kara, tetapi juga merasa terjebak dalam tawaran yang sangat besar ini. Mengingat kondisi kakaknya yang butuh pengobatan mata dan kenyataan bahwa ia tak bisa membiayai semua itu sendirian, tawaran Kara begitu menggoda. Namun, ada sesuatu yang membuatnya ragu. Pernikahan, meskipun hanya kontrak, bukanlah hal yang sederhana.

"Apakah kamu yakin ini yang kamu inginkan, Kara?" tanya Hasya dengan suara lembut.

Kara menatapnya dengan tatapan tajam, menunjukkan tekad yang kuat meskipun hatinya terasa rapuh. "Ya, aku yakin. Aku tak punya banyak pilihan."

Setelah beberapa saat hening, Hasya akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah, saya setuju," jawabnya pelan.

Kara merasa seolah beban besar terangkat dari pundaknya. Meskipun ia tahu keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah bagi keduanya, setidaknya ia memiliki jalan keluar sementara. Namun, ia juga menyadari bahwa ini adalah awal dari sebuah permainan yang akan menguji lebih dari sekadar perjanjian bisnis.

"Terima kasih," kata Kara pelan. "Kamu telah membuat keputusan yang sangat besar."

Hasya hanya mengangguk, dan mereka berdua terdiam dalam keheningan yang penuh makna. Dunia mereka baru saja berubah, dan mereka tahu bahwa kehidupan mereka tidak akan pernah sama lagi setelah hari ini.

^^^^

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
king.safir11
Seruuuu ih berondong ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 35 : Ending Story About Kara-Hasya

    Hujan rintik-rintik turun dari langit kelabu, membasahi jendela kantor Kara yang menghadap kota. Perempuan itu duduk di kursinya, menatap layar komputer dengan mata yang tajam dan penuh amarah yang terpendam. Di sampingnya, Hasya berdiri dengan tangan terlipat, menunggu Kara berbicara."Aku sudah menyelidiki semua transaksi keuangan perusahaan selama setahun terakhir," suara Kara akhirnya terdengar, dingin seperti baja yang baru diasah. "Dan hasilnya?"Hasya mendekat, membaca dokumen yang tertera di layar. Matanya membulat. "Alice… dia benar-benar gila."Angka-angka dalam laporan itu berbicara sendiri. Puluhan miliar dana perusahaan telah dialirkan ke rekening-rekening asing, perusahaan fiktif, dan berbagai proyek yang ternyata tak pernah ada. Alice bukan hanya sekadar menyebarkan rahasia Kara ke media, tapi juga telah mengkhianati perusahaan dengan cara yang jauh lebih busuk.Kara mengepalkan tangannya, jemarinya gemetar karena emosi. "Dia pikir aku nggak bakal tahu? Dia pikir aku ak

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 34 : Alice Biang Kerok

    Malam itu, angin berembus pelan, tapi dinginnya menembus hingga ke tulang. Kara duduk di ruang kerja, matanya terpaku pada layar ponselnya. Jemarinya menggenggam ponsel erat, seolah benda itu adalah satu-satunya pegangan dalam kekacauan ini. Hasya berdiri di belakangnya, menunggu dengan sabar saat Kara menggulirkan layar, mencari tahu sumber berita yang telah menghancurkan segalanya.Lalu, di sanalah mereka menemukannya.Nomor ponsel Adrian.Kara mematung. Hatinya menolak percaya. Adrian? Teman lamanya? Orang yang dulu dia anggap sebagai rekan sekaligus seseorang yang pernah ia percayai?Hasya, yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Kara, menarik napas dalam. "Kita harus memastikan ini," katanya, suaranya tenang tapi tegas. "Kita ke rumah sakit sekarang."Rumah sakit berbau khas antiseptik, bercampur dengan aroma samar kecemasan yang melayang di udara. Langkah Kara dan Hasya cepat, hampir berlari. Mereka bertanya pada perawat, lalu diarahkan ke kamar perawatan Adrian.Namun, sebelum

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 33 : Konferensi Pers

    Ruangan itu sunyi, sepi yang menusuk lebih dalam daripada kemarahan yang baru saja meledak. Hasya berdiri tegak, dadanya naik-turun menahan emosi. Matanya menatap lurus ke arah sang mertua, meski sorot mata lelaki tua itu lebih tajam daripada pisau yang baru diasah.Kara masih memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan tadi, tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Melainkan kenyataan bahwa ayahnya sendiri ingin menghancurkan sesuatu yang—walaupun dia enggan mengakuinya sebelumnya—sudah menjadi bagian dari hatinya.Hasya menelan ludah, lalu maju satu langkah."Ayah," suaranya tegas, tapi tetap penuh hormat. "Saya tahu Anda marah. Saya tahu berita itu mencoreng nama baik keluarga Wihardjo. Tapi sebelum Anda memutuskan sesuatu, biarkan saya bicara."Ayah Kara menatapnya dengan rahang mengeras, tapi tak berkata apa-apa."Kami memang memulai hubungan ini dengan sebuah perjanjian," Hasya melanjutkan, memastikan suaranya stabil. "Kami berdua tahu itu. Kami paham risiko dan konsekuensi

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 32 : Rahasia Terbongkar

    Suasana di kantor Wihardjo Group pagi itu terasa lebih tegang dari biasanya. Para karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, membicarakan satu topik yang sama dengan suara berbisik-bisik—skandal pernikahan kontrak antara Karana Wihardjo dan Hasya Gaharu. Berita itu muncul seperti petir di siang bolong, menyebar dengan cepat di berbagai portal berita dan media sosial. Foto-foto Kara dan Hasya terpampang di mana-mana dengan judul besar yang sensasional. "Pernikahan Kontrak CEO Wihardjo Group Terbongkar!" "Siapa Sebenarnya Hasya Gaharu? Suami Bayaran Karana Wihardjo?" Kara menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Sementara di sebelahnya, Hasya memijat pelipisnya dengan frustrasi. "Ini pasti ulah Alice," gumam Hasya akhirnya, setelah membaca beberapa artikel yang semuanya memuat sumber yang sama—seorang ‘narasumber terpercaya’ dari dalam perusahaan. Kara menutup ponselnya dengan kasar. "Alice tidak akan berani bertindak sejauh ini sendirian." Hasya mengangkat al

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 31 : Hasya Galau

    Malam itu udara dingin menelusup ke dalam jaket tipis Hasya. Angin berembus pelan, mengibarkan tirai di jendela rumah Ayu. Tapi bukan udara dingin yang membuat Hasya menggigil.Melainkan tatapan Dhea yang kini berdiri tepat di hadapannya."Aku nggak pernah bisa benci kamu, Hasya."Kalimat itu meluncur dari bibir Dhea dengan nada pelan tapi penuh ketegasan. Mata perempuan itu menatap lurus ke arah Hasya, membuat laki-laki itu merasa seperti ditelanjangi oleh kebenaran yang selama ini ia coba hindari."Aku pikir aku bisa," lanjut Dhea, tersenyum kecil. "Setelah kamu pergi tanpa sepatah kata pun. Setelah tiba-tiba kamu menikah sama Kara. Aku pikir, aku bisa membencimu. Tapi ternyata enggak."Hasya menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa."Aku cuma mau bilang," Dhea melanjutkan, suaranya lebih lirih kali ini, "Sekarang aku tahu kalau pernikahan itu cuma kerja sama. Dan aku mau kamu tahu kalau aku masih di sini, Hasya. Aku bakal nunggu kamu."Jantung Hasya mencelos.Ia menatap Dhea

  • Suami Kontrak CEO Cantik   Bab 30 : Rahasia yang Diketahui Dhea

    Kara duduk di kursi rumah sakit dengan mata yang terasa berat. Bau khas antiseptik menyengat hidungnya, bercampur dengan udara dingin yang membuat suasana semakin sunyi. Sejak tadi, tatapannya tidak lepas dari Adrian yang masih terbaring tak sadarkan diri di ICU.Selama ini, ia menganggap Adrian sebagai ancaman—seorang pria yang selalu mencoba masuk ke dalam hidupnya tanpa izin. Tapi sekarang, melihat laki-laki itu terbaring dengan selang dan alat medis yang menopang hidupnya, Kara tidak bisa menyangkal ada perasaan simpati di hatinya.Namun, lebih dari itu, ada banyak pertanyaan yang terus berkecamuk di kepalanya.Kenapa Adrian melakukan ini?Kenapa dia harus menghancurkan proyek Wihardjo Group?Apa yang sebenarnya ia pikirkan?Saat itu, suara langkah kaki mendekat. Kara menoleh dan menemukan Hasya berdiri di dekatnya dengan ekspresi khawatir.“Kamu belum pulang?” tanya Hasya.Kara menggeleng. “Aku mau menunggu sampai Adrian sadar.”Hasya terdiam sesaat. “Aku temani, ya?”Namun, Kara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status