Suami Kontrak CEO Cantik

Suami Kontrak CEO Cantik

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Oleh:  NanasshiTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
35Bab
889Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Karana Wihardjo, seorang CEO sukses berusia 29 tahun, merasa terjebak dalam tekanan besar dari keluarganya untuk segera menikah demi memenuhi ekspektasi tradisional dan menjaga citra keluarga. Terus-menerus dihujani pertanyaan tentang kehidupan pribadinya, Karana akhirnya memutuskan untuk mencari jalan keluar yang pragmatis. Ia menawarkan pernikahan kontrak kepada Hasya Gaharu, seorang anak magang berusia 22 tahun yang cerdas namun sedang terdesak secara finansial. Hasya, yang membutuhkan uang untuk pengobatan mata kakak perempuannya, menerima tawaran tersebut meski tahu hubungan itu tidak akan pernah berlandaskan cinta. Karana memilih Hasya bukan karena ketertarikan pribadi, tetapi karena ia tahu laki-laki muda itu membutuhkan uang untuk menyelamatkan orang yang ia cintai, dan pernikahan kontrak ini akan menguntungkan keduanya. Namun, tak lama setelah pernikahan mereka dilangsungkan, kehidupan mereka menjadi lebih rumit. Mantan kekasih Karana, yang tiba-tiba menghilang bertahun-tahun lalu, muncul kembali dengan alasan yang belum jelas, mengguncang kehidupan pribadinya. Sementara itu, saudara sepupu Karana, Alice, yang selalu merasa iri dengan keberhasilan Karana, diam-diam merencanakan untuk merebut Hasya dari tangan Karana. Alice melihat peluang untuk mempermalukan Karana dan merebut segala yang ia miliki, termasuk Hasya, yang kini menjadi bagian dari kehidupannya. Di tengah ketegangan yang semakin meningkat ini, Karana harus menghadapi perasaan yang mulai berkembang terhadap Hasya, sementara hubungan mereka yang awalnya terjalin demi keuntungan finansial, mulai terkoyak oleh ambisi, manipulasi, dan persaingan di dalam keluarga.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 : Pertemuan yang Mengejutkan

Karana Wihardjo duduk di bar dengan pandangan kosong. Gelas gin tonic di tangannya sudah hampir kosong, tetapi ia tidak memperhatikan betapa cepatnya ia meneguk minumannya. Ia merasa dunia berputar di sekelilingnya, tetapi semua itu seperti kabut yang tak bisa ia jernihkan. Keheningan hatinya berbanding terbalik dengan suara riuh yang memenuhi ruang klub malam tempat ia berada. Musik bass yang kuat, lampu neon yang berkedip-kedip, dan orang-orang yang menari dengan penuh semangat seakan hanya membuatnya merasa lebih terasing.

"Karana, kamu baik-baik saja?" suara sahabatnya, Clara, memecah kebisuan itu.

Karana hanya mengangguk lemah tanpa menatapnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan, dan matanya terasa berat. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Ayahnya baru saja menelponnya siang tadi, kembali memaksanya untuk menikah cepat, memenuhi ekspektasi keluarga yang sudah terlalu lama ia hindari. Segala tuntutan itu membuatnya terjebak dalam kebingungannya.

"Ayo, Karana. Cobalah bersenang-senang sedikit. Minumlah lebih banyak, lupakan semuanya," Clara menggoda, tetapi Karana hanya diam.

Ia menatap gelas di tangannya, menginginkan pelarian. Tidak ada yang bisa memberi jawaban, kecuali minuman yang menenangkan kegelisahannya—meskipun ia tahu itu bukanlah solusi yang sehat. Tapi ketika tekanan datang begitu berat, siapa yang bisa menolaknya?

Tanpa berpikir panjang, Karana meminum gelasnya sekali lagi, kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

Clara yang melihatnya tampak ragu, tetapi akhirnya dia menarik Karana ke lantai dansa. Mereka berjalan menuju area yang lebih ramai, di mana musik semakin keras dan lampu semakin menyilaukan. Namun, Karana hanya merasa semakin terisolasi, merasa seperti orang asing di tengah keramaian. Ia ingin melupakan semuanya, jika hanya untuk satu malam.

Di saat yang sama, di sudut bar, seorang pria menatapnya dengan minat yang tak terungkapkan. Pria itu adalah Hasya Gaharu, seorang magang di perusahaan tempat Karana bekerja. Hasya baru saja selesai dengan tugasnya, dan ketika melihat Karana, ia merasa penasaran. Meskipun tidak pernah berbicara banyak dengan wanita itu, Hasya tahu siapa Karana—CEO yang sangat dihormati, cerdas, dan tegas. Tapi malam ini, ia melihat Karana berbeda. Ia melihat wanita itu duduk sendirian di bar, tampak jauh lebih lelah dan tertekan dari yang biasa ia lihat.

Hasya mendekat, merasa sedikit ragu untuk mengganggu. Namun, saat melihat seorang pria mendekati Karana dan memberikan gelas minuman yang sepertinya tidak biasa, rasa curiga mulai tumbuh di dalam dirinya.

"Hei, kamu baik-baik saja?" tanya Hasya, akhirnya memutuskan untuk mendekati Karana.

Karana menoleh ke arahnya, matanya sudah mulai kabur. Senyumnya yang lemah dan pandangan kosong di matanya membuat Hasya merasa khawatir. Ia bisa melihat bahwa Karana sudah sangat mabuk, tetapi bukan hanya itu—ia juga merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Apa ini?" tanya Hasya dengan nada tegas kepada pria yang memberikan minuman pada Karana. Laki-laki itu tampak sedikit terkejut, tetapi tidak mengubah sikapnya.

"Dia hanya ingin sedikit bersenang-senang," jawab pria itu dengan senyum licik, seolah tidak ada yang salah. "Kamu tahu, wanita seperti dia membutuhkan pelarian."

Namun, Hasya sudah tidak bisa diam lagi. Sesuatu dalam dirinya memberontak melihat Karana yang terjebak dalam keadaan seperti ini. Tanpa bicara lebih banyak, ia segera meraih pergelangan tangan pria tersebut dan menariknya menjauh dari Karana.

"Jangan sentuh dia," kata Hasya dengan tegas.

Pria itu menatapnya dengan mata penuh amarah, jelas tidak senang dengan intervensi tersebut. "Apa masalahmu? Ini urusan kami!" serunya.

Tapi Hasya sudah tidak peduli. Pria itu berusaha mendorongnya, dan keduanya terlibat dalam sebuah pertengkaran fisik yang cepat. Karana hanya duduk di sana, melihat dengan pandangan kabur, seakan tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Hasya berhasil mengalahkan pria itu dengan beberapa pukulan cepat, namun ia tidak membuang waktu untuk lebih lama di situ. Ia langsung menoleh kepada Karana yang tampak semakin terhuyung-huyung.

"Karana, ayo kita pergi dari sini," kata Hasya dengan suara yang lebih lembut.

Namun, Karana tidak bergerak. Matanya terpejam, dan dia tampaknya kesulitan untuk berdiri. Hasya dengan hati-hati membantunya untuk bangkit, mendukung tubuhnya agar tidak jatuh. Keadaan ini membuatnya merasa cemas, namun ia tahu bahwa ia harus segera membawanya ke tempat yang aman.

Mereka berjalan keluar dari klub, menuju mobil Karana yang terparkir di luar. Karana hampir tidak bisa berjalan dengan lurus, dan Hasya terpaksa membimbingnya sepanjang jalan. Setiap langkah yang mereka ambil, Karana semakin terbungkus dalam dunia yang kabur dan aneh. Semua yang ia inginkan hanya satu: melupakan segalanya, setidaknya untuk satu malam.

Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di mobil. Hasya membuka pintu penumpang dan membantunya masuk. Setelah memastikan Karana duduk dengan aman, ia bergegas masuk ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil.

Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa sangat sunyi. Hasya sesekali melirik ke arah Karana, yang tampak kelelahan dan bingung. Ia tahu wanita itu sedang mengalami tekanan yang luar biasa, meskipun mereka tidak pernah berbicara banyak sebelumnya.

Setibanya di apartemen Karana, Hasya keluar dari mobil dan membantunya keluar. Karana tampak tidak bisa menahan diri lagi, tubuhnya lemas dan goyah. Hasya menuntunnya masuk ke dalam gedung, dan ketika mereka sampai di depan pintu apartemennya, Karana tiba-tiba berhenti dan menatap Hasya dengan mata yang agak kosong.

"Tunggu," katanya, suaranya pelan dan sedikit gemetar.

Hasya berhenti, kebingungan. "Ada apa, Karana? Kamu butuh bantuan?"

Karana menatapnya dengan mata yang mulai menunjukkan keraguan. "Jangan pergi," katanya dengan suara lemah. "Tolong... jangan tinggalkan aku."

Hasya merasa terhimpit oleh kata-kata itu. Ia tahu bahwa Karana sedang berada dalam kondisi yang sangat rentan, dan perasaan kebingungannya semakin kuat. Ia tidak bisa meninggalkan wanita ini begitu saja, terutama setelah apa yang terjadi di klub. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus berhati-hati. Ini bukanlah keadaan yang baik untuk kedua belah pihak.

"Karana, kamu perlu tidur," katanya, berusaha meyakinkan. "Besok kamu akan merasa lebih baik."

Tapi Karana tidak melepaskan pegangan tangannya. "Aku... aku tidak bisa sendirian," katanya lagi, lebih memelas. "Aku... tidak tahu harus bagaimana."

Ada keheningan sesaat di antara mereka. Hasya bisa merasakan perasaan yang sangat dalam mengalir di dalam dirinya—perasaan ingin melindungi, namun juga kebingungannya tentang perasaan Karana. Karana bukan hanya wanita yang ia kenal sebagai atasan di kantor. Malam ini, ia melihat sisi lain dari dirinya—seorang wanita yang sangat rapuh, yang terperangkap dalam tekanan yang tak bisa ia lawan.

Dengan perlahan, Hasya merunduk, menatap mata Karana yang tampak begitu kosong dan penuh ketakutan. Ia tahu saat itu, ia harus memberi sedikit ketenangan, sedikit kenyamanan.

"Tetaplah di sini, malam ini," bisik Karana seraya meraih bibir Hasya cepat.

Hasya jelas terkejut buakn main. Ia tidak boleh hilang akal dan menyambut ciuman sang atasan. Bagaimana kalau keesokan harinya, Karana justru lupa dan bahkan menuduhnya melakukan pelecehan?

Bukankah karirnya akan tamat?

Hasya berusaha menghentikan ciuman Karana, namun perempuan itu, sepertinya sedang benar-benar tidak sadar. Ia nampak berbeda sekali dengan Karana si CEO super perfeksionis yang Hasya lihat di kantor.

Ciuman Karana semakin gila. Ia menarik tubuh Hasya hingga jatuh di tubuhnya yang terbaring di sofa. Meski begitu, ia bahkan tidak repot-repot melepaskan ciumannya.

"Kara ... stop, ini nggak benar," bisik Hasya sesaat setelah perempuan itu melepaskan pagutannya. "Aku nggak boleh bersikap kurang ajar beg-"

Siapa bilang Kara ingin mendengar ocehan Hasya saat ini?

Ia hanya ingin mengecup, dikecup, memagut dan dipagut. Sesuatu dalam dirinya terasa terbakar dan menimbulkan gelenyar aneh. Oleh karena itu, ocehan menjadi tidak penting. Perempuan itu ingin disentuh detik ini juga.

Sial!

Hasya hanya laki-laki biasa. Pertahanannya bisa lemah juga bila terus-terusan diserang semacam ini. Apalagi saat ini, dua kencing kemeja perempuan itu terbuka. Menampilkan bra berenda berwarna hitam yang nampak kontras dengan kulit putih milik Kara. Dan sesuatu yang nampak menyembul; mengintip di balik sana. Membuat dada Hasya berdesir, godaan perihal menyentuh 'benda' itu hilir mudik di kepalanya.

"Kara, please ... stop."

"Aku butuh kamu, saat ini." Kara berbicara dengan napas terengah. Lipstik merah yang selalu dipolesnya nampak berantakan. Habis tergerus oleh ciumannya bersama Hasya.

"Aku mohon," pinta Kara dengan mata memelas, pipi merona dan dada yang terengah-engah karena gelora yang membuncah.

^^^^

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
nasi16
ceritanya seru, sisi romantisnya nggak bikin geli, pokoknya bagus
2025-01-16 21:10:46
0
default avatar
king.safir11
Bagus ceritanya, ringan, lucu sama interaksi Hasya dan Kara
2025-01-16 20:32:19
1
35 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status