Share

SLTC - 003

last update Last Updated: 2023-09-28 18:14:35

“Diam kamu di sini! Berani keluar, tamat riwayat Ayahmu yang pesakitan itu!” ancam bu Devi dengan gerakan tangan seolah memotong leher. “Ingat itu! Selangkah saja kamu pergi, Ayahmu mati!” Wanita itu mengulangi ancamannya. Bola matanya membulat seolah mau keluar.

Bu Devi tak sedikitpun merasa iba melihat Sova yang sudah rapi memakai seragam sekolah, kini duduk bersimpuh dengan berurai air mata. “Ma, tolong kasih Sova kesempatan. Sova harus berangkat ke sekolah. Ma, tolong Sova!” rengek gadis berseragam SMA itu sambil memegangi kaki bu Devi yang hendak keluar. Tangisnya terdengar sangat pilu bagi orang yang memiliki hati selembut sutera, tapi tidak bagi ibu tirinya itu.

“Heh, anak tak tahu diuntung! Silakan kamu pergi dari sini, tapi Ayahmu mati. Kamu tentu tahu kalau ancaman Mama tidak pernah main-main.” Bu Devi berusaha melepaskan kakinya dari Sova dengan menendang-nendangkan kakinya ke tubuh Sova, tapi gadis itu bertahan.

“Ma, izinin Sova sekolah hari ini. Sova janji, Sova akan ikuti perintah Mama, apapun itu! Tapi tolong, izinkan Sova sekolah dan jangan celakain Ayah. Tolong Ma!” rengek Sova untuk ke sekian kalinya. Bahkan, dari ucapannya tersirat bahwa gadis yang selalu ceria dan tak pernah ambil pusing dengan keadaannya itu, kini sedang putus asa. Sangat putus asa sehingga ia mengucapkan ikrar janji yang hanya muncul dari ketakberdayaannya.

“Heeuuuhhh...!” teriak bu Devi sambil mencubit bahu Sova sekencang-kencangnya.

“Aaaa... aa.. awww... “ lirih Sova yang berusaha bertahan, namun akhirnya menyerah dan melepaskan kaki bu Devi.

“Enggak ada tawar menawar. Yang ada, kamu kawin sama si kakek, Ayahmu selamat. Kalau enggak, jangan harap kamu bisa ikut menguburkannya hari besok. Bahkan, kamu yang akan saya kambing hitamkan sebagai pembunuh ayahnya sendiri. Tamat!” ucapnya seraya menatap tajam ke arah Sova yang kini terduduk di lantai, masih dengan isak tangisnya.

Wanita itu pun segera keluar dari kamar Sova dengan membanting pintu, sehingga pintu itu pun rusak di bagian bawahnya. Saat berbalik, ia kaget karena di belakangnya ada Yulia yang sedang menatapnya terpaku.

“Ada apa sih, Ma?” tanya Yulia yang kini tengah berdiri di sebrang tungku. Gadis itu tak pernah mau masuk ke kamar Sova karena tak ingin menginjak lantai hitam, akibat terkena tumpukan asap dari tungku.

“Yuli, dari kapan kamu berdiri di situ, Sayang?” tanya bu Devi dengan lemah lembut, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan apa yang diucapkannya kepada Sova.

“Dari tadi. Aku denger Mama mau kawinin si Sova? Sama bandot tua yang baru datang ke kampung ini?” tanya Yulia dengan senyum yang merekah di bibirnya. Rasanya, derita Sova merupakan anugrah baginya.

“Iya. Kamu cepetan siap-siap, kamu harus tampil lebih cantik daripada pengenten. Orang pengantennya tua renta, hahahaha...!” tawa bu Devi yang membuat hati Sova semakin berdenyut nyeri.

“Ma, masa aku harus nikah sama orang tua? Mungkin usianya sama kaya Ayah. Bagaimana aku harus mengurusi Ayah dan suami bersamaan? Bagaimana dengan cita-citaku, Ma?” lirih Yulia memeluk kedua lututnya. Bibirnyapun bergetar saat mengatakan hal itu. Ia membayangkan jika dirinya harus menghapus segala langkah dan tujuan yang sudah Ia susun untuk diperjuangkan. Dimulai dari hadiah debat bahasa Inggris yang merupakan beasiswa kuliah di Universitas ternama dengan jurusan hubungan internasional, Ia harus hapus dari daftar yang harus Ia perjuangkan. Belum lagi hal-hal lain yang sudah Ia tulis di buku catatannya.

“Berisik!” ketus bu Devi sambil membanting pintu kamar Sova. “Ayo, Sayang! Kamu harus tampil cantik!” Terdengar suara lirih bu Devi yang menjauh dari kamar Sova.

Rasanya, pengorbanan yang sudah Ia lakukan untuk keluarga ini sia-sia saja. Apalagi saat mendengar perhatian bu Devi pada Yulia yang mengharuskannya tampil cantik. Bukankah dirinya yang dipaksa menjadi pengantin? Lalu mengapa Yulia yang akan didandani? Bukan dirinya menginginkan pernikahan ini, tapi perhatian bu Devi-lah yang menjadi penyebabnya menyunggingkan senyum smirk di wajah cerianya.

“Aku baru sadar kalau hidupku semenyedihkan ini. Semasa Ayah sehat, aku dinomor duakan sama Ayah. Setelah Ayah sakit, Aku yang harus rawat. Aku juga harus bantu banting tulang, di sela-sela Aku belajar. Saat kakek tua yang datang melamar, Aku yang harus jadi pengantin karena Mama akan mendapatkan uang. Lalu Aku dapat apa? Hikshikshiks... Aku bukannya tak sadar sama perlakuan mereka, tapi Aku hanya berharap masih memiliki keluarga yang utuh. Bahkan, makam Ibu kandungku aja Aku enggak tahu, karena Ibu meninggal di luar negri, karena disiksa majikannya. Ibu... hikshikshikahiks. Ini enggak adil!” racau Sova sambil menarik-narik ujung roknya, yang sejajar dengan tangan karena posisi duduknya yang memeluk lutut.

“Aku harus pergi. Ya, Aku harus pergi. Aku bisa minta bantuan bu Halimah. Ya, Aku harus pergi... “ Sova terdiam sambil memikirkan sesuatu. “Jangan, jangan minta bantuan bu Halimah, Aku malu. Bu Halimah udah baik banget sama Aku. Jangan manfaatin kebaikannya. Aku hanya perlu pergi dari sini,” ucap Sova sambil menghapus air matanya. Ia pun segera berdiri, dengan segera Ia mengganti baju seragam yang Ia kenakan dengan pakaian biasa dan melipatnya, kemudian memasukkannya ke dalam tas beserta dua pasang baju lainnya. Ia masih berharap bisa melanjutkan pendidikan yang sebenarnya bulan depan waktunya Ujian Akhir. Tapi, kalaupun Ia harus pergi hari ini, sedangkan nanti Ia mendapatkan rezeki untuk melanjutkan pendidikan, Ia berharap bisa menggunakannya lagi.

Sova berjongkok, mengangkat kasur kapuk yang tergeletak di lantai papan, mengambil sebuah kantong hitam yang Ia sembunyikan di sana. Ia langsung memasukkan kantong hitam itu ke dalam tas. Uang, ya... isinya merupakan tabungan yang Ia kumpulkan diam-diam selama ini. Jumlahnya sebanyak tiga ratus tujuh puluh enam ribu rupiah. Ia rutin menghitungnya setiap minggu, demi menjaga dari hilang dan mengetahui berapa kekurangannya untuk membawa Ayahnya ke rumah sakit.

Prang...

Terdengar sesuatu jatuh dari ruangan lain, Sova pun berhenti sejenak sebelum akhirnya Ia nekad menggendong tasnya. Ia pun segera berjalan menghampiri pintu dan membukanya secara perlahan.

“Sova...!” teriak bu Devi dengan suara stereo yang bisa terdengar sampai sekampung. Ya, semua tetangganya diam melihat tingkah keluarga itu kepada Sova. Bukan mereka tak tahu dengan perlakuan bu Devi kepada Sova, tapi mereka enggan memiliki masalah dengan bu Devi yang mendapat julukan tersembunyi dari warga sebagai nenek sihir. Mereka lebih banyak membantu Sova secara sembunyi-sembunyi, macam perang gerilya. Terlebih, perlakuan pak Harun selagi sehat pun tak jauh dari istrinya, padahal pak Harun merupakan Ayah kandung Sova, tapi Ia seolah lebih menyayangi Yulia. Yang membuat tetangga lebih segan lagi adalah sikap Sova yang seolah-olah tak mengambil pusing, bahkan terkesan membela.

“Sova...!” lengkingan itu pun kembali terdengar sampai tiga kali. Sova yang sudah bersiap dengan tas nya pun hanya terdiam dengan perasaan kesal yang membuncah. Haruskan Ia menggunakan ilmu bela diri yang selama ini Ia pelajari saat ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 106

    "Jadi benar?" desis Roy. Matanya masih menatap hampir tak berkedip pada rekaman-rekaman yang sedang terputar di sana. "Apanya Kang?" tanya Sova saat Ia melihat wajah tegang suaminya. "Akang, benar apanya?" tanya Sova sekali lagi, karena Ia tak mendapatkan jawaban apapun dari Roy. "Akang sudah salah menilai, Sayang." Roy menatap Sova seraya mengelus pipi wanita itu, meminta kekuatan dalam hatinya. "Menilai apa?" tanya Sova. Namun, lagi-lagi Roy tak memberinya jawaban. Sova mencebik, kesal karena merasa diabaikan. Bukankah Ia yang seharusnya masih marah dan mendiamkan Roy? Kenapa malah terjadi hal sebaliknya? Sova mengambil ponsel miliknya dari tangan Roy, penasaran dengan apa yang dilihat oleh suaminya. Sedangkan Roy, Ia tak lagi berusaha mengambil lagi ponsel tersebut. Semua kejadian dimana Lina datang sampai Ia membawa Dania pergi, terekam jelas oleh CCTV yang terkoneksi dengan ponsel Sova. Sedangkan, di CCTV rumah yang sengaja Ia pasang, tak ada satu pun bayangan Lina masuk ke

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 105. Fakta

    "Apa maksudnya, Kang? Masa pak Beni resign? Mbak Hilda gimana? Mana mbak Hilda?" tanya Sova beruntun. "Mereka memfitnah Lina. Padahal, Beni... ah, entahlah. Apa dia sedang dekat dengan Hilda? Jadi dia selingkuh?" desis Roy namun masih bisa didengar oleh Sova. "Rupanya ini karena mbak Lina? Selingkuh? Benarkah? Jadi, mereka menjebakku agar mau menerima mbak Dania di rumah ini?" tanya Sova sangat lirih, namun masih jelas terdengar oleh Roy. "Apa? Jadi mereka yang memintamu untuk memasukkan Dania ke rumah? Memintamu untuk menerima Dania di rumah ini?" tanya Roy seraya menatap Sova, mencari kebenaran di kedalaman mata istrinya. "Emmhhh... iya, Kang." Sova akhirnya jujur akan hal yang tak Ia bicarakan kepada Roy. Bahkan, Ia cenderung melakukan hal itu di belakang Roy. Roy menyugar rambutnya frustasi. Kesalahan adalah kata yang tepat untuk apa yang telah dilakukan Sova, itu menurut Roy. "Tapi kenapa? Kenapa kamu lakukan itu semua, Sayang? Kau undang penyakit ke dalam rumah tangga kit

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 104. Lebih Cuek

    Roy tak peduli saat Hilda mengejar Beni untuk keluar dari sana. Ia segera melangkahkan kakinya menuju lift. Ia berniat untuk menyusul Sova, membiarkan masalah Dania diurus oleh anak buahnya, sedangkan dia hanya akan menyelesaikan masalahnya dengan Sova. Roy hendak meraih handle pintu saat pintu itu terbuka dari dalam. Di hadapannya ada suster Rina yang membawa botol susu bekas pakai. "Sus, biarkan kami dulu ya. Nanti kalau kami perlu, baru akan Saya panggil lagi," ucap Roy dengan tatapan mengintimidasi. Dia tak ingin terganggu oleh orang lain saat sedang bicara dengan Sova. "Emmhhh," Suster Rina menoleh ke dalam, memastikan keadaan Rafa baik-baik saja. "Tapi Pak... " tolak Suster Rina, berusaha memberikan argumen. "Enggak ada tapi-tapian... " kesal Roy saat perawat yang Ia pekerjakan hendak menolak titahnya. "Ba... baik, Pak," sahutnya cepat, kemudian berlalu dari kamar tersebut. Sova yang begitu serius mengurusi Rafa,

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 103. Resign

    SLTC 103"Ada apa?" tanya Roy setelah Beni duduk di sebrangnya. "Maafkan Saya, Pak. Tapi Saya enggak tahu lagi harus berbuat apa," ucap Beni membuat Roy mengerutkan keningnya. "Katakanlah!" titah Roy seraya memandangi Beni lebih seksama. Ia curiga akan ada hal tak beres yang diceritakan oleh Beni. "Saya sangat mencintai Lina," ucap Beni pada akhirnya. "Lantas?" tanya Roy merasa apa yang disampaikan oleh Beni bukanlah poin utamanya. Beni hanya diam. Lelaki yang telah lama mengabdi pada Roy itu tak lagi mengatakan apapun, membuat Roy tak sabar. "Jangan bilang gara-gara Lina belum juga hamil, kamu berniat poligami. Begitu?" tanya Roy membuat Beni mengangkat wajahnya kaget, menatap Roy dengan tatapan tak percaya. "Tuh kan, ketebak." Roy terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Bukan Pak Bos, bukan itu," ucap Beni buru-buru. "Jangan berkilah, Ben. Apa kurangnya Lina sampai-sampai kamu tega mau menduakannya? Apa kau sudah menemukan perempuan lain? Apa kau sudah memberi tahu Lina renc

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 102

    SLTC 102Roy masih tertegun setelah mendengar ucapan Sova barusan. Ia berpikir jika apa yang dikatakan Sova sangat masuk akal dan memungkinkan dan memiliki nilai kebenaran. "Apa benar seperti apa yang istriku bilang, Ben?" tanya Roy benar-benar meminta pendapat. "Menurutku demikian," sahut Beni membuat Roy kaget. Roy tak menyangka jika jawaban Beni begitu singkat, padat dan langsung pada point nya. "Ya sudah, ayo kita kembali ke ruang kerja!" ajak Roy. "Ben, Aku mengizinkanmu untuk membongkar makam Dania dan mengambil sampel dna-nya, untuk dites dan dibandingkan dengan DNA perempuan itu, " ucap Roy tiba-tiba.Beni yang sedang memikirkan baik-baik apa yang dilaporkan oleh anak buahnya tadi tentang Lina, tak mendengar apa yang diucapkan oleh Roy. Bahkan pandangan Beni nampak kosong di hadapan Roy."Ben" Ucap Roy lagi seraya menepuk pundaknya cukup keras. "Ada apa?" teriak Beni Karena ia merasa kaget dengan tepukan di bahunya."Sejak kapan kamu hobi melamun?" Ucap Roy yang sebenarny

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 101

    Mata Roy berkilat merah. Ia begitu marah dengan apa yang disampaikan oleh anak buahnya barusan. "Jaga kedua tua bangka ini, jangan sampai mereka berdua kabur!" titah Roy membuat semua orang yang berada di sana saling melemparkan pandangan. "Siapa yang kau sebut dengan tua bangka?! " teriak Pak Tejo dengan geram. Namun, Roy tak mendengarkannya sama sekali. Ia terus melenggang pergi, keluar dari ruang kerja. Beni mengikuti Roy dengan segera. ia belum tahu apa yang terjadi, namun Ia tak merecoki Roy dengan berbagai macam pertanyaan. Saat tiba di kamar tamu, Roy langsung masuk ke dalam kamar dengan pintu yang memang sudah terbuka. Begitupun dengan Beni, Ia langsung ikut masuk ke dalam kamar dan mendapati kesalahan apa yang telah terjadi. "Mana dia? " tanya Roy dengan mata yang masih berkilat merah."A... Ampun Tuan! Kami tidak tahu, kami betul-betul tidak tahu! " ucap anak buah Roy yang seharusnya ditugaskan berjaga di sana.Saat Roy dan Beni keluar dari ruang kerja tadi, sebenarnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status