Share

SLTC - 005

Penulis: Haifa Dinantee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-28 19:31:21

“Akhirnya, kamu pulang juga hah?” teriak bu Devi seraya berkacak pinggang di samping rumah, di sisi pintu dapur. Baru saja Ia melihat Sova dari kejauhan, Ia langsung menghujani gadis itu dengan tatapan membunuh.

Sova yang biasanya selalu memasang wajah senyum dalam keadaan apapun, kini nampak lebih cuek dan tak begitu peduli dengan ocehan ibu tirinya.

“Assalamu’alaikum!” ucap Sova dengan wajah sumringah, namun tak tertuju untuk bu Devi. Gadis itu tetap menyalami tangan bu Devi dan berlalu begitu saja, memasuki rumah lewat pintu dapur seperti biasanya. Tujuannya kamar, shalat maghrib setelah dia wudhu terlebih dahulu di sumur umum.

Sebenarnya Sova diantar pulang menggunakan mobil oleh pak Syamsul, kepala sekolah dimana Ia menuntut ilmu. Mobil sewaan pak Syamsul itu berlaku 24 jam, jadi beliau dengan leluasa bisa mengatar Sova sampai ke rumahnya. Hanya saja, Sova meminta diturunkan di sumur umum.

“Heh!” bu Devi mencekal lengan Sova yang berlalu begitu saja setelah menyalaminya. Dengan terpaksa, langkah gadis itu pun terhenti.

“Kamu enggak jadi kabur, hah? Bingung mau kabur kemana? Kalau di luar, bisa-bisa kamu jadi pe*ek!” ucap bu Devi dengan wajah kesalnya.

Bagaimana tak kesal, gara-gara Sova tak ada di rumah, wanita itu terpaksa membersihkan popok pak Harun, suaminya. Bukannya dia melakukan hal itu dengan senang hati, tapi Ia terpaksa karena keluarga calon besan seharian berada di rumahnya. Mau tak mau, Ia harus menjaga image seorang istri dan ibu yang baik.

“Permisi, Ma! Aku mau nemuin Ayah!” ketus Sova yang membuat bu Devi sedikit terhenyak. Bagaimana tidak, tak pernah sekalipun gadis itu berkata dengan nada tak mengenakkan di depan bu Devi.

“Heh, kesambet setan apa kamu di jalanan?” ucap bu Devi seraya mencengkeram tangan Sova cukup keras.

Dengan cekatan, Sova membalik keadaan. Ia melepaskan cengkeraman bu Devi dan balik mencengkeramnya. Ia sudah bertekad untuk tak hidup di bawah kendali wanita yang sebenarnya Ia sudah curahkan kasih sayang kepadanya. Wanita yang selama ini sudah Ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri, tapi tak pernah menganggap dia sebagai anak kandungnya. “Mama, Aku tak pernah berniat untuk menyakiti Mama meskipun Aku bisa, dari dulu sampai sekarang. Tolong, jangan buat Aku berubah!” ancam Sova seraya menatap tajam ke arah Ibunya. Sungguh, ini bukan dirinya yang berani melawan orang tua, meskipun bu Devi hanya sebagai orang tua sambung. Tapi, sikap bu Devi selama ini yang membuatnya merasa jengah, terlebih dengan menjualnya kepada seorang lelaki tua hanya dengan imbalan lima juta. Ya, meskipun dalam ikatan pernikahan, tapi Sova merasa bahwa Ia telah dijual.

“Aaahhhhh, lepas!” pinta bu Devi meringis, namun masih dengan delikan mata tajam.

Sova melepaskan cengkeramannya, menatap bu Devi tajam tanpa kata lagi, sampai akhirnya Ia pun membalikkan badan untuk masuk ke rumah lewat pintu dapur. “Assalamu’alaikum,” ucap Sova seraya berjalan langsung menuju kamar Ayahnya. Ia berniat membawa kabar gembira bahwa Ia telah mendapatkan juara debat walaupun sebagai runner up. Sebuah prestasi yang sangat luar biasa bagi anak kampung seperti dirinya, terlebih Ia yang tak pernah memiliki guru ataupun teman yang menjadi native speaker.

Sova menghentikan langkahnya saat Ia mendapati dua wanita yang sedang duduk di kursi ruang tamu. “Eh, maaf. Saya kira enggak ada tamu!” ucap Sova berbasa-basi, Ia pun menyalami keduanya dan permisi untuk masuk ke dalam kamar Ayahnya.

“Yah!” Sova menyibak tirai penutup pintu kamar, dan mendapati ruangan Ayahnya kosong. Bahkan, sangat bersih dan rapi. Dadanya bergemuruh, tapi Ia tak ingin marah di depan kedua tamu yang entah siapa. Ia betul-betul menahan dirinya agar tak meletup-letup.

“Ma!” panggil Sova seraya berbalik.

Bu Devi yang sudah ada di ruangan itu pun berdiri sambil menatap Sova penuh kemenangan. Yulia, adik tirinya pun muncul dari balik tirai kamarnya.

Sova melirik ke arah dua tamu yang ternyata sudah ikut berdiri, mungkin menunggu kata apa yang akan terucap dari mulut Sova.

“Mana Ayah?” Akhirnya, kalimat tanya itu pun meluncur dari mulut mungilnya.

“Duduk!” titah bu Devi ke arah kursi tamu yang masih kosong.

Sova melirik ke arah dua orang tamu yang masih menatapnya penuh misteri. Ia pun tak peduli dengan pendapat orang lain atas apa yang akan dilakukannya. Ancaman bu Devi yang selalu ingin menghabisi Ayahnya apabila Ia berani kabur pun, kini menari-nari di otaknya.

“Mana Ayah?” teriak Sova seraya mendekati bu Devi dan mencengkeram dagunya. Bu Devi pun diseret ke belakang sampai mentok di tembok bilik rumah. Jika ingin, Sova sudah memukuli bu Devi sampai babak belur sekalipun, tapi Ia tak ingin berubah menjadi monster atas hal yang belum jelas terjadi. Dada Sova kembang kempis, menahan amarah yang sudah berada di ubun-ubun.

“Tahan!” teriak wanita yang menjadi tamu di rumah mereka. Keduanya pun menahan Sova dengan cukup keras. Bahkan, wanita yang satu lagi nampak lihai menggunakan ilmu bela diri sehingga ia tak kesulitan menahan tenaga Sova. Sedangkan Yulia, gadis itu hanya bersembunyi di pojok ruangan. Ini untuk pertama kali baginya merasa takut kepada Sova.

“Jangan ikut campur, ini urusan keluargaku!” teriak Sova sambil berusaha melepaskan diri.

“Tolong, jangan seperti ini!” teriak salah satu tamu tersebut. Sova pun berhasil ditarik mundur oleh tamu lain. Kedua tamu itu berupaya keras menjauhkan Sova dari bu Devi dan berhasil.

“Hhhh... hhhh... “ bu Devi bernafas dengan tersengal-sengal. Ia tak menyangka dengan sikap Sova yang berubah seratus delapan puluh derajat. Ia pun berupaya meraup oksigen sebanyak-banyaknya, agar otaknya bisa bekerja dengan maksimal. Padahal, tak sedikitpun Sova menyentuh leher bu Devi, tapi wanita paruh baya itu sudah merasa sulit bernafas.

“Duduk dulu, biar Ibumu siap menjelaskan kemana Ayahmu!” ucap Lina, salah satu tamu tersebut.

Sova mendelik tajam ke arah bu Devi. Ia menunggu wanita itu untuk mengucapkan kalimat yang bisa membuat dirinya tenang.

Setelah mampu menetralkan perasaannya, bu Devi pun berdiri tegak, tetap berupaya menekan Sova meskipun di dalam hatinya sudah bertalu-talu. “Ayahmu ada di suatu tempat yang aman, dan akan tetap aman jika kamu mau menikah dengan kakek Roy sekarang juga!” ucap bu Devi sekuat tenaga menekan suaranya yang bergetar.

“Apa kamu bilang?” tanya Sova sambil mencengkeram kuat kuku-kukunya, menahannya agar tak melayangkan pukulan kepada mereka berdua.

“Kamu sudah mendengarnya!” Bu Devi tak ingin menjawab apapun pertanyaan dari Sova.

Sova menundukkan pandangannya. Ia berpikir keras tentang apa yang harus Ia lakukan sekarang. Ia teringat pesan bu Halimah tadi, bahwa gurunya tersebut akan membantu Sova untuk menghadapi ujian jika Ia mendapatkan kesulitan. Ya, Sova jujur dengan keadaannya saat ini kepada bu Halimah, termasuk Ibu tirinya yang sering mengancamnya dengan keselamatan pak Harun. Ia harus siap dengan keadaan apapun yang akan Ia hadapi.

“Aku mau menikahi pak Roy, tapi kita akan putus hubungan setelah ini. Ayah ikut dengan aku. Deal?” seringai Sova berusaha menguatkan hatinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 106

    "Jadi benar?" desis Roy. Matanya masih menatap hampir tak berkedip pada rekaman-rekaman yang sedang terputar di sana. "Apanya Kang?" tanya Sova saat Ia melihat wajah tegang suaminya. "Akang, benar apanya?" tanya Sova sekali lagi, karena Ia tak mendapatkan jawaban apapun dari Roy. "Akang sudah salah menilai, Sayang." Roy menatap Sova seraya mengelus pipi wanita itu, meminta kekuatan dalam hatinya. "Menilai apa?" tanya Sova. Namun, lagi-lagi Roy tak memberinya jawaban. Sova mencebik, kesal karena merasa diabaikan. Bukankah Ia yang seharusnya masih marah dan mendiamkan Roy? Kenapa malah terjadi hal sebaliknya? Sova mengambil ponsel miliknya dari tangan Roy, penasaran dengan apa yang dilihat oleh suaminya. Sedangkan Roy, Ia tak lagi berusaha mengambil lagi ponsel tersebut. Semua kejadian dimana Lina datang sampai Ia membawa Dania pergi, terekam jelas oleh CCTV yang terkoneksi dengan ponsel Sova. Sedangkan, di CCTV rumah yang sengaja Ia pasang, tak ada satu pun bayangan Lina masuk ke

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 105. Fakta

    "Apa maksudnya, Kang? Masa pak Beni resign? Mbak Hilda gimana? Mana mbak Hilda?" tanya Sova beruntun. "Mereka memfitnah Lina. Padahal, Beni... ah, entahlah. Apa dia sedang dekat dengan Hilda? Jadi dia selingkuh?" desis Roy namun masih bisa didengar oleh Sova. "Rupanya ini karena mbak Lina? Selingkuh? Benarkah? Jadi, mereka menjebakku agar mau menerima mbak Dania di rumah ini?" tanya Sova sangat lirih, namun masih jelas terdengar oleh Roy. "Apa? Jadi mereka yang memintamu untuk memasukkan Dania ke rumah? Memintamu untuk menerima Dania di rumah ini?" tanya Roy seraya menatap Sova, mencari kebenaran di kedalaman mata istrinya. "Emmhhh... iya, Kang." Sova akhirnya jujur akan hal yang tak Ia bicarakan kepada Roy. Bahkan, Ia cenderung melakukan hal itu di belakang Roy. Roy menyugar rambutnya frustasi. Kesalahan adalah kata yang tepat untuk apa yang telah dilakukan Sova, itu menurut Roy. "Tapi kenapa? Kenapa kamu lakukan itu semua, Sayang? Kau undang penyakit ke dalam rumah tangga kit

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 104. Lebih Cuek

    Roy tak peduli saat Hilda mengejar Beni untuk keluar dari sana. Ia segera melangkahkan kakinya menuju lift. Ia berniat untuk menyusul Sova, membiarkan masalah Dania diurus oleh anak buahnya, sedangkan dia hanya akan menyelesaikan masalahnya dengan Sova. Roy hendak meraih handle pintu saat pintu itu terbuka dari dalam. Di hadapannya ada suster Rina yang membawa botol susu bekas pakai. "Sus, biarkan kami dulu ya. Nanti kalau kami perlu, baru akan Saya panggil lagi," ucap Roy dengan tatapan mengintimidasi. Dia tak ingin terganggu oleh orang lain saat sedang bicara dengan Sova. "Emmhhh," Suster Rina menoleh ke dalam, memastikan keadaan Rafa baik-baik saja. "Tapi Pak... " tolak Suster Rina, berusaha memberikan argumen. "Enggak ada tapi-tapian... " kesal Roy saat perawat yang Ia pekerjakan hendak menolak titahnya. "Ba... baik, Pak," sahutnya cepat, kemudian berlalu dari kamar tersebut. Sova yang begitu serius mengurusi Rafa,

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 103. Resign

    SLTC 103"Ada apa?" tanya Roy setelah Beni duduk di sebrangnya. "Maafkan Saya, Pak. Tapi Saya enggak tahu lagi harus berbuat apa," ucap Beni membuat Roy mengerutkan keningnya. "Katakanlah!" titah Roy seraya memandangi Beni lebih seksama. Ia curiga akan ada hal tak beres yang diceritakan oleh Beni. "Saya sangat mencintai Lina," ucap Beni pada akhirnya. "Lantas?" tanya Roy merasa apa yang disampaikan oleh Beni bukanlah poin utamanya. Beni hanya diam. Lelaki yang telah lama mengabdi pada Roy itu tak lagi mengatakan apapun, membuat Roy tak sabar. "Jangan bilang gara-gara Lina belum juga hamil, kamu berniat poligami. Begitu?" tanya Roy membuat Beni mengangkat wajahnya kaget, menatap Roy dengan tatapan tak percaya. "Tuh kan, ketebak." Roy terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Bukan Pak Bos, bukan itu," ucap Beni buru-buru. "Jangan berkilah, Ben. Apa kurangnya Lina sampai-sampai kamu tega mau menduakannya? Apa kau sudah menemukan perempuan lain? Apa kau sudah memberi tahu Lina renc

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 102

    SLTC 102Roy masih tertegun setelah mendengar ucapan Sova barusan. Ia berpikir jika apa yang dikatakan Sova sangat masuk akal dan memungkinkan dan memiliki nilai kebenaran. "Apa benar seperti apa yang istriku bilang, Ben?" tanya Roy benar-benar meminta pendapat. "Menurutku demikian," sahut Beni membuat Roy kaget. Roy tak menyangka jika jawaban Beni begitu singkat, padat dan langsung pada point nya. "Ya sudah, ayo kita kembali ke ruang kerja!" ajak Roy. "Ben, Aku mengizinkanmu untuk membongkar makam Dania dan mengambil sampel dna-nya, untuk dites dan dibandingkan dengan DNA perempuan itu, " ucap Roy tiba-tiba.Beni yang sedang memikirkan baik-baik apa yang dilaporkan oleh anak buahnya tadi tentang Lina, tak mendengar apa yang diucapkan oleh Roy. Bahkan pandangan Beni nampak kosong di hadapan Roy."Ben" Ucap Roy lagi seraya menepuk pundaknya cukup keras. "Ada apa?" teriak Beni Karena ia merasa kaget dengan tepukan di bahunya."Sejak kapan kamu hobi melamun?" Ucap Roy yang sebenarny

  • Suami Lansiaku Ternyata CEO   SLTC 101

    Mata Roy berkilat merah. Ia begitu marah dengan apa yang disampaikan oleh anak buahnya barusan. "Jaga kedua tua bangka ini, jangan sampai mereka berdua kabur!" titah Roy membuat semua orang yang berada di sana saling melemparkan pandangan. "Siapa yang kau sebut dengan tua bangka?! " teriak Pak Tejo dengan geram. Namun, Roy tak mendengarkannya sama sekali. Ia terus melenggang pergi, keluar dari ruang kerja. Beni mengikuti Roy dengan segera. ia belum tahu apa yang terjadi, namun Ia tak merecoki Roy dengan berbagai macam pertanyaan. Saat tiba di kamar tamu, Roy langsung masuk ke dalam kamar dengan pintu yang memang sudah terbuka. Begitupun dengan Beni, Ia langsung ikut masuk ke dalam kamar dan mendapati kesalahan apa yang telah terjadi. "Mana dia? " tanya Roy dengan mata yang masih berkilat merah."A... Ampun Tuan! Kami tidak tahu, kami betul-betul tidak tahu! " ucap anak buah Roy yang seharusnya ditugaskan berjaga di sana.Saat Roy dan Beni keluar dari ruang kerja tadi, sebenarnya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status