Share

SLTC - 005

“Akhirnya, kamu pulang juga hah?” teriak bu Devi seraya berkacak pinggang di samping rumah, di sisi pintu dapur. Baru saja Ia melihat Sova dari kejauhan, Ia langsung menghujani gadis itu dengan tatapan membunuh.

Sova yang biasanya selalu memasang wajah senyum dalam keadaan apapun, kini nampak lebih cuek dan tak begitu peduli dengan ocehan ibu tirinya.

“Assalamu’alaikum!” ucap Sova dengan wajah sumringah, namun tak tertuju untuk bu Devi. Gadis itu tetap menyalami tangan bu Devi dan berlalu begitu saja, memasuki rumah lewat pintu dapur seperti biasanya. Tujuannya kamar, shalat maghrib setelah dia wudhu terlebih dahulu di sumur umum.

Sebenarnya Sova diantar pulang menggunakan mobil oleh pak Syamsul, kepala sekolah dimana Ia menuntut ilmu. Mobil sewaan pak Syamsul itu berlaku 24 jam, jadi beliau dengan leluasa bisa mengatar Sova sampai ke rumahnya. Hanya saja, Sova meminta diturunkan di sumur umum.

“Heh!” bu Devi mencekal lengan Sova yang berlalu begitu saja setelah menyalaminya. Dengan terpaksa, langkah gadis itu pun terhenti.

“Kamu enggak jadi kabur, hah? Bingung mau kabur kemana? Kalau di luar, bisa-bisa kamu jadi pe*ek!” ucap bu Devi dengan wajah kesalnya.

Bagaimana tak kesal, gara-gara Sova tak ada di rumah, wanita itu terpaksa membersihkan popok pak Harun, suaminya. Bukannya dia melakukan hal itu dengan senang hati, tapi Ia terpaksa karena keluarga calon besan seharian berada di rumahnya. Mau tak mau, Ia harus menjaga image seorang istri dan ibu yang baik.

“Permisi, Ma! Aku mau nemuin Ayah!” ketus Sova yang membuat bu Devi sedikit terhenyak. Bagaimana tidak, tak pernah sekalipun gadis itu berkata dengan nada tak mengenakkan di depan bu Devi.

“Heh, kesambet setan apa kamu di jalanan?” ucap bu Devi seraya mencengkeram tangan Sova cukup keras.

Dengan cekatan, Sova membalik keadaan. Ia melepaskan cengkeraman bu Devi dan balik mencengkeramnya. Ia sudah bertekad untuk tak hidup di bawah kendali wanita yang sebenarnya Ia sudah curahkan kasih sayang kepadanya. Wanita yang selama ini sudah Ia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri, tapi tak pernah menganggap dia sebagai anak kandungnya. “Mama, Aku tak pernah berniat untuk menyakiti Mama meskipun Aku bisa, dari dulu sampai sekarang. Tolong, jangan buat Aku berubah!” ancam Sova seraya menatap tajam ke arah Ibunya. Sungguh, ini bukan dirinya yang berani melawan orang tua, meskipun bu Devi hanya sebagai orang tua sambung. Tapi, sikap bu Devi selama ini yang membuatnya merasa jengah, terlebih dengan menjualnya kepada seorang lelaki tua hanya dengan imbalan lima juta. Ya, meskipun dalam ikatan pernikahan, tapi Sova merasa bahwa Ia telah dijual.

“Aaahhhhh, lepas!” pinta bu Devi meringis, namun masih dengan delikan mata tajam.

Sova melepaskan cengkeramannya, menatap bu Devi tajam tanpa kata lagi, sampai akhirnya Ia pun membalikkan badan untuk masuk ke rumah lewat pintu dapur. “Assalamu’alaikum,” ucap Sova seraya berjalan langsung menuju kamar Ayahnya. Ia berniat membawa kabar gembira bahwa Ia telah mendapatkan juara debat walaupun sebagai runner up. Sebuah prestasi yang sangat luar biasa bagi anak kampung seperti dirinya, terlebih Ia yang tak pernah memiliki guru ataupun teman yang menjadi native speaker.

Sova menghentikan langkahnya saat Ia mendapati dua wanita yang sedang duduk di kursi ruang tamu. “Eh, maaf. Saya kira enggak ada tamu!” ucap Sova berbasa-basi, Ia pun menyalami keduanya dan permisi untuk masuk ke dalam kamar Ayahnya.

“Yah!” Sova menyibak tirai penutup pintu kamar, dan mendapati ruangan Ayahnya kosong. Bahkan, sangat bersih dan rapi. Dadanya bergemuruh, tapi Ia tak ingin marah di depan kedua tamu yang entah siapa. Ia betul-betul menahan dirinya agar tak meletup-letup.

“Ma!” panggil Sova seraya berbalik.

Bu Devi yang sudah ada di ruangan itu pun berdiri sambil menatap Sova penuh kemenangan. Yulia, adik tirinya pun muncul dari balik tirai kamarnya.

Sova melirik ke arah dua tamu yang ternyata sudah ikut berdiri, mungkin menunggu kata apa yang akan terucap dari mulut Sova.

“Mana Ayah?” Akhirnya, kalimat tanya itu pun meluncur dari mulut mungilnya.

“Duduk!” titah bu Devi ke arah kursi tamu yang masih kosong.

Sova melirik ke arah dua orang tamu yang masih menatapnya penuh misteri. Ia pun tak peduli dengan pendapat orang lain atas apa yang akan dilakukannya. Ancaman bu Devi yang selalu ingin menghabisi Ayahnya apabila Ia berani kabur pun, kini menari-nari di otaknya.

“Mana Ayah?” teriak Sova seraya mendekati bu Devi dan mencengkeram dagunya. Bu Devi pun diseret ke belakang sampai mentok di tembok bilik rumah. Jika ingin, Sova sudah memukuli bu Devi sampai babak belur sekalipun, tapi Ia tak ingin berubah menjadi monster atas hal yang belum jelas terjadi. Dada Sova kembang kempis, menahan amarah yang sudah berada di ubun-ubun.

“Tahan!” teriak wanita yang menjadi tamu di rumah mereka. Keduanya pun menahan Sova dengan cukup keras. Bahkan, wanita yang satu lagi nampak lihai menggunakan ilmu bela diri sehingga ia tak kesulitan menahan tenaga Sova. Sedangkan Yulia, gadis itu hanya bersembunyi di pojok ruangan. Ini untuk pertama kali baginya merasa takut kepada Sova.

“Jangan ikut campur, ini urusan keluargaku!” teriak Sova sambil berusaha melepaskan diri.

“Tolong, jangan seperti ini!” teriak salah satu tamu tersebut. Sova pun berhasil ditarik mundur oleh tamu lain. Kedua tamu itu berupaya keras menjauhkan Sova dari bu Devi dan berhasil.

“Hhhh... hhhh... “ bu Devi bernafas dengan tersengal-sengal. Ia tak menyangka dengan sikap Sova yang berubah seratus delapan puluh derajat. Ia pun berupaya meraup oksigen sebanyak-banyaknya, agar otaknya bisa bekerja dengan maksimal. Padahal, tak sedikitpun Sova menyentuh leher bu Devi, tapi wanita paruh baya itu sudah merasa sulit bernafas.

“Duduk dulu, biar Ibumu siap menjelaskan kemana Ayahmu!” ucap Lina, salah satu tamu tersebut.

Sova mendelik tajam ke arah bu Devi. Ia menunggu wanita itu untuk mengucapkan kalimat yang bisa membuat dirinya tenang.

Setelah mampu menetralkan perasaannya, bu Devi pun berdiri tegak, tetap berupaya menekan Sova meskipun di dalam hatinya sudah bertalu-talu. “Ayahmu ada di suatu tempat yang aman, dan akan tetap aman jika kamu mau menikah dengan kakek Roy sekarang juga!” ucap bu Devi sekuat tenaga menekan suaranya yang bergetar.

“Apa kamu bilang?” tanya Sova sambil mencengkeram kuat kuku-kukunya, menahannya agar tak melayangkan pukulan kepada mereka berdua.

“Kamu sudah mendengarnya!” Bu Devi tak ingin menjawab apapun pertanyaan dari Sova.

Sova menundukkan pandangannya. Ia berpikir keras tentang apa yang harus Ia lakukan sekarang. Ia teringat pesan bu Halimah tadi, bahwa gurunya tersebut akan membantu Sova untuk menghadapi ujian jika Ia mendapatkan kesulitan. Ya, Sova jujur dengan keadaannya saat ini kepada bu Halimah, termasuk Ibu tirinya yang sering mengancamnya dengan keselamatan pak Harun. Ia harus siap dengan keadaan apapun yang akan Ia hadapi.

“Aku mau menikahi pak Roy, tapi kita akan putus hubungan setelah ini. Ayah ikut dengan aku. Deal?” seringai Sova berusaha menguatkan hatinya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status