Home / Rumah Tangga / Suami Malang Tunarunguku / Takdir Jennie dan Liam

Share

Takdir Jennie dan Liam

Author: UKIR PENA
last update Huling Na-update: 2025-06-09 22:52:20

Jennie menggenggam ponselnya erat, jari-jarinya bergetar saat menekan nomor keamanan rumah sakit. Suaranya bergetar saat sambungan tersambung.

Jennie: (suara pelan tapi tegas) Ini Direktur Kim. Segera ke ruanganku. Ada penyusup… dia mencoba menyakiti saya. Dia sekarang tak sadarkan diri di dekat meja kerjaku… bawa dia ke kantor polisi. Dan… pastikan rekaman CCTV dari lorong dan dalam ruangan ini malam ini diamankan. Itu akan jadi barang bukti.”

Satpam: (di seberang telepon) Siap, Bu Direktur. Kami segera ke sana.

Panggilan berakhir. Jennie masih terdiam di tempat. Matanya terpaku ke arah pintu ruangan yang baru saja dilalui Liam. Pandangannya berkabut, perasaannya membuncah tak karuan.

Jennie berbisik lirih, nyaris tak terdengar, "Dia terluka… dan itu karena aku… aku punya alasan… untuk bisa mengobati lukanya… dan menatap wajahnya dari jarak dekat…”

Ia bangkit dari sofa dengan langkah cepat, matanya tak lepas dari jejak darah samar yang tertinggal di lantai, hasil tetesan luka Liam. T
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Suami Malang Tunarunguku   Kabar Bahagia

    Sudah lima bulan berlalu, pagi itu, matahari baru saja menyapa perlahan dari balik jendela kamar apartemen ketika Jennie terbangun lebih dulu dari tidur lelapnya. Pandangannya kabur, tubuhnya terasa berat, dan dadanya seperti ditekan sesuatu yang membuatnya ingin muntah. Tanpa sempat membangunkan Liam, dia bangkit dan berlari ke kamar mandi. Sesampainya di sana, tubuhnya gemetar, tangannya bertumpu pada wastafel, dan dia pun memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya melemas, lututnya hampir tak mampu menopang berat badannya. Beberapa kali dia terduduk lemas di lantai kamar mandi, napasnya tersengal dan wajahnya pucat pasi. Sementara itu, di kamar tidur, tangan Liam meraba-raba sisi ranjang mencari keberadaan istrinya. Saat tangannya menyentuh tempat tidur yang dingin dan kosong, alisnya langsung mengernyit. Ia membuka mata, menoleh ke arah pintu kamar mandi, dan samar-samar mendengar suara yang membuat jantungnya mencelos.

  • Suami Malang Tunarunguku   Hari Baik

    Cahaya matahari pagi mengintip dari balik tirai jendela ruang makan mereka yang mungil tapi hangat. Aroma roti panggang dan telur orak-arik mengisi udara, berpadu dengan harum minuman cokelat kesukaan Liam. Meja makan bundar dari kayu yang hanya berisi dua kursi itu dipenuhi dengan keheningan hangat khas pasangan yang saling memahami; tak perlu banyak kata untuk merasa nyaman. Jennie duduk berhadapan dengan Liam, mengenakan blouse putih dan rok pensil abu-abu. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya bersih tanpa makeup tebal. Liam di sisi lain terlihat kasual tapi rapi, mengenakan kemeja hitam dan celana panjang kain berwarna krem. Wajahnya tenang, namun ada sedikit ketegangan di sudut matanya. “Hmm... Jadi nanti aku bawa makan siang aja ya,” gumam Jennie sambil menusuk potongan sosis di piringnya. “Aku bisa keluar istirahat sekitar jam satu, terus ke cafemu dan kita makan bareng.” Liam mengangkat wajahnya, menatapnya penuh sayang. “Sayang...” katanya lembut, suaranya serak pagi. “Ka

  • Suami Malang Tunarunguku   Pendukung Terbaik

    Setelah makan siang bersama teman-teman, Liam dan Jennie akhirnya tiba di apartemen baru mereka yang terletak di jantung kota Berlin. Gedung pencakar langit modern itu menjulang megah dengan balkon kaca bening yang menghadap langsung ke lanskap kota. Dari jendela, tampak deretan gedung tinggi, lalu lintas kota yang ramai namun teratur, dan langit biru yang mulai dihiasi semburat jingga menjelang senja. Jennie membuka pintu apartemen dengan senyum bangga. “Selamat datang di rumah kita selama di Jerman, Sayang,” ujarnya sambil menoleh ke arah Liam yang berdiri di ambang pintu, memandang takjub. Liam melangkah masuk perlahan, matanya menjelajahi seluruh ruangan dengan penuh kagum. Langit-langit tinggi, dinding putih bersih, perabotan kayu berdesain minimalis, dan jendela lebar yang membiarkan cahaya alami membanjiri ruangan. “Wow…” gumamnya pelan, lalu menoleh dan tersenyum hangat. “Sayang, ini… luar biasa.” Jennie tertawa pelan. “Kau suka?” Liam mengangguk dengan penuh semangat. “

  • Suami Malang Tunarunguku   Jerman

    Sudah tiga hari berlalu sejak mereka resmi menikah kembali. Tiga hari yang mereka habiskan di dalam mansion tanpa keluar sama sekali; hanya berdua, menikmati kehangatan rumah yang kini benar-benar terasa seperti rumah. Dan pagi ini, untuk pertama kalinya setelah hari pernikahan, mereka keluar. Jennie duduk di balik kemudi, mengenakan blouse putih sederhana dengan celana jeans terang yang memperlihatkan pesonanya yang alami. Rambutnya diikat longgar ke belakang, beberapa helai tergerai, menambah kesan manis di wajahnya. Liam duduk di samping, diam-diam memperhatikannya sejak mereka meninggalkan gerbang mansion. “Sayang,” Jennie membuka suara sambil menatap sekilas ke arah suaminya, “kita mampir sarapan di kedai dulu, atau beli makanan terus makan di cafe barumu?” Liam masih menatap wajah istrinya. Tatapan yang membuat Jennie merasa seperti tengah diperhatikan oleh mata paling lembut di dunia. Tanpa mengalihkan pandangan, Liam menjawab pelan, “Kita parkir aja dulu di cafe, lalu jalan

  • Suami Malang Tunarunguku   Hari Bahagia

    Hari itu, langit Seoul seolah merestui kebahagiaan yang kembali terajut. Matahari bersinar hangat tanpa menyilaukan, angin semilir menari di antara dedaunan, dan denting lonceng gereja terdengar syahdu, menyambut momen yang akan selamanya terpatri dalam hidup Jennie dan Liam. Gereja putih bergaya klasik itu tampak megah namun tenang. Di dalamnya, bangku-bangku kayu diisi para tamu undangan yang hadir dengan penuh antusias dan haru. Di barisan depan, Tuan dan Nyonya Kim duduk berdampingan, tampak anggun dalam balutan busana formal. Wajah mereka mencerminkan kebanggaan dan rasa damai, karena akhirnya putri tercinta mereka menikah kembali dengan pria yang sungguh mencintainya. Di sisi lain, tampak Jiah tersenyum lembut sambil merangkul Jehan yang duduk di pangkuannya, sementara para karyawan kafe Liam; Minjae, Jihye, dan lainnya; berdiri dengan mata berbinar. Teman-teman Jennie dari Jerman pun duduk tak jauh dari altar, beberapa masih tak percaya bahwa sahabat mereka telah membawa mere

  • Suami Malang Tunarunguku   Penantian

    10 bulan kemudian...Hari itu langit Berlin tampak sendu, seolah ikut merasakan suasana hati banyak orang di Rumah Sakit Jerman tempat Jennie bekerja selama satu tahun setengah. Di depan gedung utama rumah sakit, puluhan rekan kerja, staf medis, perawat, bahkan beberapa pasien dan keluarga pasien yang mengenalnya berkumpul mengantar kepergian Jennie ke Korea Selatan.Jennie berdiri dengan koper kecil di sisinya, mengenakan trench coat krem panjang, syal rajut abu-abu yang dililitkan oleh salah satu perawat, dan mata berkaca-kaca yang sulit menyembunyikan haru di balik senyumnya.“Aku… nggak tahu harus mulai dari mana,” ucap Jennie pelan, suaranya sedikit bergetar saat ia berdiri di tengah-tengah semua rekan kerjanya. “Tapi, terima kasih. Terima kasih karena sudah menerima aku, membimbing aku, mengizinkan aku belajar dan bekerja di tempat ini dengan semua cinta dan kepercayaan.”Suara isakan pelan terdengar dari beberapa perawat wanita yang berdiri di barisan belakang.“Selama di sini,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status