Share

Bab 7

Penulis: Kalyani
Nayla kesal sampai memalingkan wajah. Dia sudah tidak tahu harus berbicara bagaimana lagi.

Kei menatapnya hati-hati, berkata pelan, "Kata Kakak nggak boleh sentuh, nggak boleh mikir yang aneh-aneh. Tapi kenapa dia boleh ...."

Nayla langsung paham maksudnya. Aturan itu dia sendiri yang buat, tetapi kenapa orang lain boleh melanggar.

Suaranya jadi lembut, tetapi nadanya tegas. "Dengar baik-baik, mulai sekarang tanpa izinku, kamu nggak boleh mukul orang. Kalau kamu mukul lagi, nanti kamu bisa dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan kamu nggak akan bisa ketemu aku lagi. Kamu mau nggak lihat aku?"

Kepanikan muncul di mata Kei. Dia cepat-cepat menggeleng. "Nggak mau! Aku mau lihat Kakak setiap hari!"

Nayla berkata, "Kalau begitu dengarkan aku, jangan pakai kekerasan lagi. Hal-hal seperti itu biar aku yang urus."

Kei menunduk, mengangguk pelan, meskipun jelas masih merasa enggan.

Melihat wajahnya yang terlihat begitu sedih, Nayla merasa bersalah. Dia tersenyum tipis. "Tapi kamu bisa lindungin aku. Aku merasa senang dan terharu."

Kei kembali tertawa bodoh. Senyuman polosnya itu membuat orang tak tega memarahinya.

Baru beberapa hari, orang-orang di sekitar sudah tahu bahwa Nayla punya suami bodoh. Dia bisa merasakan mereka semua diam-diam mentertawakannya.

Bagaimanapun, seorang perempuan secantik Nayla, sampai menikah dengan orang seperti itu. Untuk apa?

Namun, Nayla tidak menjelaskan apa pun. Baginya, orang-orang itu tidak penting. Pandangan mereka sama sekali tidak perlu dipedulikan.

Seiring waktu, Nayla menyadari kalau Kei sebenarnya jauh lebih pintar dari yang dia kira. Banyak hal cukup dilihat sekali saja, bahkan kalau hanya di televisi, Kei bisa menirukannya dengan cukup baik. Kei pun menjadi asisten kecil yang lumayan bisa diandalkan.

Hanya saja, karena pelanggan tokonya semuanya adalah perempuan, kadang mereka melakukan pijat seluruh badan dan beberapa di antaranya harus bertelanjang bagian atas. Kehadiran Kei di sana jelas tidak cocok.

Nayla pun berpikir, karena Kei sudah bisa mengurus diri sendiri, mungkin lebih baik dia tinggal di rumah saja.

Kei sebenarnya tidak mau berpisah, tetapi dia tidak berani melanggar perintah Nayla.

Hari pertama mereka berpisah, Nayla merasa agak gelisah. Dia takut Kei melakukan hal berbahaya di rumah. Saat siang tiba dan tidak ada pelanggan, dia berencana menutup toko sebentar untuk pulang melihat keadaan. Namun, tiba-tiba Kei sudah muncul di depan pintu toko dengan membawa sebuah mangkuk.

Nayla menatapnya dengan kaget. "Kamu bawa apa?"

Begitu melihat Nayla, mata Kei langsung bersinar penuh semangat. "Aku bawain makanan buat Kakak!"

Dia membuka plastik penutup mangkuk itu. Di dalamnya ada nasi dan lauk yang masih hangat.

Nayla yang sejak tadi sudah lapar hanya bisa tertegun. "Kamu yang masak?"

Kei mengangguk dengan bangga. "Ya! Di kulkas ada bahan, jadi aku masak!"

Nayla menatap makanan itu. Matanya terasa panas. Rasanya sudah lama sekali sejak ada yang memperhatikannya seperti ini.

Sambil makan, Nayla berkata, "Lain kali jangan masak lagi ya. Main api dan listrik di rumah itu berbahaya, nanti bisa kebakaran."

Kei menjawab dengan serius, "Aku hati-hati kok. Kakak 'kan sudah ajarin aku."

Nayla tersenyum lembut. "Kei hebat banget."

Namun, saat pandangannya tertuju ke tangan Kei yang kemerahan, wajahnya langsung berubah. Dia segera menarik tangannya. "Ini kenapa?"

Kei buru-buru menarik tangannya untuk disembunyikan.

"Aku tanya, jawab!"

Begitu Nayla marah, Kei langsung menurut. "Kena panas sedikit, nggak sakit kok."

Nayla menghela napas pelan. "Bodoh ...," katanya, lalu menyentuh pelan punggung tangannya.

Kei langsung meringis kecil. Nayla mendongak. "Katanya nggak sakit?"

Dia berdiri. "Duduk diam di sini!"

Beberapa menit kemudian, Nayla kembali dengan membawa salep. Setelah membuka tutupnya dan mengeluarkan sedikit, dia menarik tangan Kei ke atas lututnya, lalu dengan hati-hati mengoleskan salep di kulit yang merah.

Kei menatap wajah Nayla yang menunduk serius. Tiba-tiba, hatinya terasa aneh. Hangat, lembut, juga ingin terus dekat dengan perempuan ini.

Dia tidak tahu bagaimana menyebut perasaan itu. Yang dia tahu hanya satu. Kakak peduli padanya dan dia ingin selamanya bersama Kakak.

Setelah selesai, Nayla menatapnya. "Kenapa senyum-senyum?"

Kei berkata, "Dulu orang-orang lempar aku pakai batu, rebut makananku. Cuma Kakak yang baik sama aku."

Nayla menutup kembali salepnya. "Karena kamu juga baik sama aku. Tapi lain kali jangan lakukan hal berbahaya lagi ya."

Kei menatapnya lekat-lekat. "Aku akan hati-hati nanti. Nggak akan bikin tangan sendiri sakit lagi."

Nayla mendengus. "Dasar keras kepala."

Saat malam tiba dan langit baru saja gelap, Nayla melihat Kei berlari ke arahnya dengan langkah riang.

"Kakak! Aku jemput Kakak!" Wajahnya begitu gembira, seperti anak kecil yang sudah menunggu lama.

Nayla khawatir dia bisa tersesat di malam hari, tetapi melihat semangatnya, dia tidak tega memarahinya. "Tunggu aku beresin dulu, nanti kita pulang bareng."

Karena toko sedang sepi, Nayla menghitung stok barang, sementara Kei bantu bersih-bersih. Setelah itu, mereka berjalan pulang bersama.

Di bawah cahaya lampu jalan, dua bayangan mereka berdampingan, Nayla sempat merasa mereka seperti sepasang kekasih yang sedang berjalan santai. "Kok kepikiran jemput aku?"

Kei menjawab tanpa pikir panjang, "Kangen."

Nayla tertegun, lalu suaranya berubah lebih berat. "Aku sudah bilang, nggak boleh mikirin aku."

Kei terdiam sejenak, lalu bergumam pelan, "Tapi aku tetap kepikiran. Sendiri itu nggak enak banget."

Nayla bisa memahami keterikatannya. Kei seperti anjing liar yang dibawa pulang. Satu-satunya orang yang dia percaya hanyalah Nayla. Kalau tak melihatnya, dia tentu merasa kehilangan.

Begitu sampai rumah, Nayla merasa ada yang berbeda. Rumah itu bersih, rapi, tidak seperti tadi pagi saat dia berangkat kerja.

Dia menatap Kei sambil tersenyum. "Kamu bersihin rumah ya?"

Kei mengangguk dengan bangga. "Nyapu, ngepel, semua bisa!"

Tangannya menunjuk ke arah balkon. "Aku juga cuci baju!"

Begitu Nayla menoleh, wajahnya langsung memerah. "Siapa yang suruh kamu cuci bajuku?"

Di tali jemuran, bra dan celana dalam yang semalam dia lupa cuci, tergantung melambai-lambai ditiup angin.

Dengan langkah cepat, Nayla mengambil semuanya dan melempar ke lemari. "Jangan pernah sentuh pakaianku lagi!"

Kei yang tadi masih bangga, kini merasa bingung. Dia menjelaskan, "Baju Kakak kotor, aku cuma bantu biar bersih."

Nayla tahu dia tidak bisa marah pada orang dengan kepolosan seperti anak kecil. Kei tidak tahu hal itu dianggap tidak pantas. Dia hanya ingin membantu. Namun tetap saja, pakaian dalam dicuci oleh laki-laki ... membuat Nayla malu setengah mati.

Nayla mendongak menatapnya. "Waktu kamu cuci bajuku, ada kamu mainin atau ... ciumin?"

Dia sering membaca berita tentang orang-orang aneh yang melakukan hal menjijikkan seperti itu. Kei begitu terikat padanya, siapa tahu ....

Kei menatapnya dengan bingung, lalu menggeleng. "Ciumin biar tahu sudah bersih apa belum? Nanti aku cium deh."

Nayla menepuk kening sendiri keras-keras. "Bukan begitu! Jangan cuci, jangan cium, jangan mainin! Ngerti?"

Kei tampak tidak sepenuhnya paham, tetapi mengangguk pelan. "Oh ...."

Walaupun Nayla sudah melarangnya, Kei tetap tidak mendengar. Keesokan siangnya, dia datang lagi ke toko dengan membawa kotak makan.

Nayla akhirnya pasrah dan tidak menegur lagi.

"Makanannya enak ya. Kamu jago juga. Dulu kamu memang bisa masak ya?" puji Nayla.

Mendengar itu, pandangan Kei kosong. "Nggak tahu ... mungkin bisa."

Tiba-tiba, terdengar suara perempuan memanggil dari luar. "Nayla!"

Nayla langsung meletakkan sendok dan berdiri. "Kak Puri!"

Perempuan itu adalah pemilik bangunan toko. Sekarang belum waktunya membayar sewa, jadi kehadirannya membuat Nayla agak gugup. "Kak Puri, ada apa ya? Kenapa datang tiba-tiba?"

Perempuan itu melirik ke dalam toko, lalu berkata, "Aku mau kasih tahu lebih awal. Mulai kuartal depan, sewa bulanan naik 2 juta. Mau lanjut atau pindah, kamu pikirkan dari sekarang."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 50

    Seluruh tubuh Kei menegang. Sambil menggendong Nayla, dia berjalan sampai ke ujung gang, lalu membungkuk untuk mengambil sebuah karung besar yang diletakkan di tanah dan kembali melangkah tanpa berkata apa pun.Dalam pelukannya, perasaan takut di hati Nayla perlahan mereda. "Apa yang kamu bawa itu?" tanyanya pelan."Hadiah," jawab Kei singkat.Nayla penasaran. "Hadiah apa?"Kei tidak menjawab. "Nanti sampai rumah kamu tahu."Senyum muncul di wajah Nayla. "Kamu sekarang sudah bisa jual mahal, ya."Mereka melewati gang gelap, lalu naik ke lantai atas dan membuka pintu rumah. Begitu lampu menyala, keduanya saling berpandangan.Rambut Nayla berantakan, kulit leher, tulang selangka, dan dada bagian atasnya dipenuhi bekas merah. Pemandangan ini membuat Kei tertegun.Nayla sedikit memberontak dan Kei pun segera menurunkannya. Sambil menundukkan kepala, suaranya terdengar dipenuhi rasa bersalah. "Kak, maaf. Kalau aku nggak marah sama kamu, dia nggak akan punya kesempatan buat nyakitin kamu."M

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 49

    Perasaan terhina membeludak dalam hatinya, tetapi Nayla tetap tidak bisa melepaskan diri. Dia terpaksa terus berusaha memukul Joel. "Mau gimana pun hidupku, itu bukan urusanmu! Lepaskan aku, dasar berengsek! Kalau kamu terus begini, aku akan menggugatmu pemerkosaan!"Jalanan ini sangat sepi. Di malam yang panas ini, hampir tidak ada seorang pun yang melewati tempat itu. Nayla berusaha menahan tubuh Joel yang mendesak semakin dekat, rasa putus asa menguasai hatinya.Mana mungkin tenaga wanita bisa menang melawan pria? Tempat duduk Nayla tiba-tiba diturunkan. Tubuhnya yang bersandar di kursi, langsung ditindih oleh Joel."Mana mungkin ada yang mau pinjamkan uang sebanyak itu? Nayla, kamu sepintar itu, kukira kamu sudah mengerti maksudku. Kalau sudah ambil uangku, berarti sudah menyetujui hubungan kita. Kenapa kamu naif sekali?"Joel menahan kedua pergelangan tangan Nayla di atas kepalanya, lalu menatap mangsanya yang tengah meronta di bawahnya."Nayla, aku tahu kamu masih belum bisa mene

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 48

    Nayla melihat Joel semakin lama semakin keterlaluan. Jemarinya yang memegang gelas air perlahan mengepal. Apakah Joel benar-benar sudah sebegitu tinggi hati dan lupa diri sampai berani berbicara sejelas itu? Apakah dia menganggap Nayla ini bodoh?Kalau Nayla sampai menuruti ajakannya, nanti ketika Kei tidak ada dan mereka tinggal di bawah satu atap, siapa yang bisa menjamin Joel tidak akan melakukan hal yang melampaui batas? Sudah terlalu sering Nayla melihat sisi gelap hati manusia seperti itu dan entah mengapa, pikirannya langsung teringat pada Kei yang polos dan jujur.Dia tidak ingin memperpanjang pembicaraan. "Aku sudah selesai makan, aku mau pulang," katanya sambil berdiri.Joel buru-buru ikut berdiri. "Masih banyak makanan belum disentuh, duduk sebentar lagi, ya!"Namun, Nayla tetap bersikap sopan dan tenang. "Aku sudah kenyang. Kamu lanjut saja makan."Setelah berkata demikian, dia berbalik hendak pergi. Dalam hati dia sudah memutuskan, nanti setelah benar-benar berpisah, dia a

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 47

    Saat mencuci mobil, pikiran Kei melayang jauh. Kata-kata menakutkan yang diucapkan Farlan terus terngiang di kepalanya. Ketika menerima telepon dari Nayla, awalnya dia sangat senang. Namun, Nayla berkata dengan dingin, "Kalau kamu nggak pulang hari ini, setelah ini jangan pernah pulang lagi."Ancaman itu membuatnya ragu.Namun, dia kembali teringat ucapan Farlan. Farlan mengatakan bahwa Nayla mau meminjam uang demi mengobatinya karena sangat menyayanginya, Kei pun yakin Nayla tidak mungkin benar-benar meninggalkannya.Dia mengeraskan suaranya, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Nayla langsung menutup telepon! Dia melangkah cepat menuju rumah kontrakan, sambil mengomel dengan kesal."Dasar anak nggak tahu terima kasih, susah payah aku rawat malah berani melawan! Nggak mau nurut ya? Oke, mulai sekarang kalau aku masih peduli sama kamu, aku ini binatang! Urusan hidupku sendiri saja belum beres, tapi masih sempat-sempatnya mikir

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 46

    "Masih nggak pulang juga kamu, ya!"Kei bersikeras, "Kalau kamu nggak kembalikan uang itu, aku nggak akan pulang!"Nayla yang mendengar bantahannya langsung naik pitam. "Kalau kamu sudah berpikir seperti itu, mulai hari ini jangan pernah pulang lagi!"Kei terdiam, hatinya mulai ragu.....Setelah melarikan diri dari rumah, Kei berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan raya. Dia masih marah pada Nayla karena bersikap rendah hati di hadapan pria lain dan marah pada dirinya sendiri karena tidak berguna, sampai-sampai membuat Nayla harus menunduk dan meminjam uang dari orang lain demi dirinya.Dia berjongkok di pinggir jalan, meninju kepalanya sendiri dengan tangan. Kenapa dia tidak bisa sembuh saja? Kalau pikirannya bisa normal, semua masalah ini pasti tidak akan ada!Sebuah mobil Maybach hitam berhenti di sampingnya. Dalam pandangannya, muncul sepasang sepatu kulit hitam. Perlahan-lahan, Kei mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya dengan senyum samar di wajahnya.Farlan men

  • Suami Melarat yang Kunikahi, Ternyata Konglomerat!   Bab 45

    Nayla benar-benar marah sampai kehilangan kendali, dia mulai bicara tanpa berpikir panjang, "Kamu itu orang bodoh, bisa dapat uang berapa! Sebulan paling banyak enam atau delapan juta, kamu tahu orang lain sebulan bisa dapat berapa? Kamu cuci mobil seumur hidup pun nggak akan dapat uang sebanyak mereka dalam setahun!"Kei terdiam. Dia sering merasakan dari tatapan dan perkataan orang lain yang berupa penghinaan, ejekan, rasa meremehkan. Dia tahu dirinya berbeda, karena dia memang orang bodoh.Nayla juga sering memanggilnya si bodoh, tetapi tatapan dan nada bicaranya berbeda dengan orang lain. Meskipun Nayla memanggilnya begitu, dia tidak pernah merasa jijik terhadap Kei. Karena itu, kebaikan dari kakaknya terasa sangat berharga bagi dirinya. Namun sekarang, kata-kata Nayla tidak berbeda dengan orang-orang lain.Nayla sudah mulai membencinya. Dia merasa sangat sedih. Dada Kei terasa sakit, perasaan nyeri yang menusuk itu sampai membuatnya ingin berteriak. Nayla menatap Kei yang terdiam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status