Imron sedang menikmati makan siangnya di kantin rumah sakit seorang diri, Saudah dan anaknya sudah pergi beberapa menit yang lalu menuju mushola untuk menunaikan ibadah shalat Dzuhur.
Ia mengambil gawai yang bergetar di dalam saku bajunya, tertera nama Togar terpampang di layar handphone, kemudian ia pun segera menekan tombol berwarna hijau, untuk menyambungkan panggilan.
["Halo! Assalamualaikum! Horas bah! Kemana saja kau, Imron? Lama tak' ada kabar!"] ucap Togar setelah telepon tersambung.
["Waalaikumsalam, maaf kawan, sibuk kali' aku di kampung, mamak'-ku masuk rumah sakit. Apa kabarnya di sana?"] balas Imron.
["Oh, pantaslah! Susah kali' dihubungi, lagi sibuk rupanya,"] ucap Togar.
["Ya begitulah, bagaimana keadaan di sana?"] tanya Imron.
["Keadaan di sini seperti biasanya, cuma aku kasihan kali' tengok si Icha, murung terus dia,"] jawab Togar.
Dengan cepat, imron mengeluarkan gawai-nya untuk menyimpan nomor telepon milik Nuralima, ia pun melakukan panggilan namun segera ia matikan kembali, hatinya masih bimbang untuk memulai percakapan.Tak' lama kemudian, gawai-nya berdering, tertera nama 'Ima gendut' terpampang di layar handphone-nya, namun Imron mengabaikannya.Setelah beberapa kali berdering, akhirnya Imron pun mau mengangkat telepon dari Nuralima.["Halo! Assalamualaikum! Dengan siapa ya? Tadi miscall ke nomor saya,"] ucap seorang wanita dengan suara lembut.["Apa benar ini dengan Nuralima?"] tanya Imron ragu.["Iya benar, dengan saya sendiri. Ini siapa ya?"] balas Nuralima.["Yang benar saja, Dek! Kok nampak lain suaranya; ini pasti adeknya kan? Mana Nuralima nya? Ada hal yang sangat penting yang Abang sampaikan,"] ucap Imron.["Sampaikan saja, Bang!"]
Tak' lama kemudian, muncul seorang wanita menuruni tangga, Imron berdiri dan menatap ke arahnya.Wanita itu tersenyum, saat mereka beradu pandang."Maaf, Bang! Lama nunggu ya?" ucapnya."Ka... Kamu Sarma? A... Atau bukan?" tanya Imron tergagap."Sudah lama, kita tak' jumpa, Abang sudah tak' mengenaliku lagi, coba perhatikan baik-baik, aku ini siapa," ucap gadis itu."Enggak... Nggak mungkin kalau kamu si gendut itu!" Imron menatap gadis cantik di depannya.Imron memindai gadis di depannya dari atas ke bawah, ia benar-benar takjub dengan perubahan pada Nuralima
Imron menatap Nuralima yang sedang termenung melalui kaca mobil bagian dalam."Dek, besok malam Abang ke rumah ya? Boleh enggak?" tanya Imron."Nanti kakak yang tadi marah loh Bang, kalau nampak Abang pigi ke rumahku," jawab Nuralima.Imron tersenyum, kemudian menatap gadis itu kembali sambil berkata,"Cemburu kau ya? Mana ada, Dek! dia kan cuma kawan Abang.""Sama juga kayak kita yang cuma kawan, ya Bang?" Nuralima menatap Imron melalui kaca mobil bagian dalam."Memangnya ada perlu apa Abang mau datang ke rumahku?" imbuhnya lagi."Memangnya tak' boleh, Abang main-main ke rumah, Dek? Pengen ngobrol-ngobrol aja, kan' udah lama kita nggak jumpa," ujar Imron."Boleh kok Bang," jawab Nuralima, netra mereka saling bertemu melalui kaca mobil, Imron mengukir senyum, sementara Nuralima hanya membalasnya sekilas, kemudian ia meng
Imron menatap Nuralima yang sedang termenung melalui kaca mobil bagian dalam."Dek, besok malam Abang ke rumah ya? Boleh enggak?" tanya Imron."Nanti kakak yang tadi marah loh Bang, kalau nampak Abang pigi ke rumahku," jawab Nuralima.Imron tersenyum, kemudian menatap gadis itu kembali sambil berkata,"Cemburu kau ya? Mana ada, Dek! dia kan cuma kawan Abang.""Sama juga kayak kita yang cuma kawan, ya Bang?" Nuralima menatap Imron melalui kaca mobil bagian dalam."Memangnya ada perlu apa Abang mau datang ke rumahku?" imbuhnya lagi."Memangnya tak' boleh, Abang main-main ke rumah, Dek? Pengen ngobrol-ngobrol aja, kan' udah lama kita nggak jumpa," ujar Imron."Boleh kok Bang," jawab Nuralima, netra mereka saling bertemu melalui kaca mobil, Imron mengukir senyum, sementara Nuralima hanya membalasnya sekilas, kemudian ia meng
"Dek, ada acara apa di dalam? Rame kali nampaknya?" tanya Imron menatap Nuralima penuh dengan tanda tanya."Itu rombongan keluarga Bang Tohir, Bang!" jawab Nuralima, pandangannya menatap ke arah dalam rumah."Siapa itu Bang Tohir? Keluarga dek Ima ya?" tanya Imron.Sarma tiba-tiba datang dari arah belakang rumah dengan tergopoh-gopoh, kemudian ia menghampiri mereka."Kucari ke mana-mana tak' nampak, di sini rupanya Kakak! Dipanggil mamak' dari tadi !" ucap Sarma sambil mengatur nafasnya yang tersengal-sengal."Kau datang secara tiba-tiba, mengagetkan Kakak pula, malas kali jumpa sama mereka itu, kau saja yang kawani mereka," balas Nuralima."Aku pun tak' mau, ayolah Kak! Jumpai dulu sebentar, merepet pula nanti mamak', tak' sanggup kita dengar nanti, " ujar Sarma."Ayo Bang Ali, kawani aku." Nuralima bangkit dari duduknya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba gawai-nya berbunyi, ada panggilan masuk dari Togar.["Halo, Gar! Apa kabar kawan? tanya Imron begitu telepon tersambung.["Aku Lilis, Bang! Bang Togar menghilang."] balas Lilis dengan suara tersedu.["Apa?"] Imron kaget mendengar jawaban Lilis.["Maksudnya, menghilang macam mana? Kok bisa handphonenya enggak dibawa?"] tanya Imron.["Iya Bang, handphonenya ketinggalan, kemarin katanya mau pergi kerja, tapi sampai malam ini belum kembali juga, tadi Lis sudah tanya sama Pak Wisnu, tapi dia bilang kalau Bang Togar enggak masuk kerja. "] Lilis terisak menahan tangis.["Kau tenang dulu, Lis! Nanti aku coba mencari informasi,"] ucap Imron mencoba untuk menenangkan Lilis.[" Sebelum dia pergi, apa ada yang dia bilang samamu, Lis? Mungkin bisa kita jadikan petunjuk,"] ujar Imron.["Bang Togar engga
"Sebenarnya, kalian mau apa dengan handphone aku yang murah itu, tak' ada bagus-bagusnya pun, ini aku ada duit kalian bisa belikan handphone, tapi kalian harus lepaskan, ucap Togar."Hei, aku tak' membutuhkan uang kamu, jangan coba merayu kami," ucap pria bertubuh gempal."Siapa bos kalian? Cepat katakan!" pekik Togar.Togar curiga dengan niat mereka yang hanya menginginkan gawai miliknya, ia mencoba mengingat-ingat.'Alamakjang! Apa Mungkin karena video itu,' batinnya.Setelah memahami permasalahannya maka ia pun segera mengatur siasat."Baiklah aku akan memberikan handphone Kepada kalian, tapi lepaskan dulu aku," ucap Togar."Jadi bagaimana caranya?" ucap pria yang berpakaian serba hitam."Aku harus pulang dulu ke rumah untuk mengambil handphonenya," jawab Togar.Ketika pria itu saling melirik satu sam
Alex duduk di kursi kemudi, Janu berada di sebelahnya, sementara Opang dan Bom-bom mengapit Togar di kursi belakang."Kemana kita, Bos?" tanya Opang."Kita lenyapkan dia," balas Alex dengan santai."Hei, mau kalian apakan aku? Lepaskan" Togar meronta berusaha melepaskan diri dari cengkeraman di kiri dan kanannya."Kau harus merasakan akibatnya, Togar!" Alex menyeringai.Tidak ada yang bisa dilakukan Togar untuk saat ini, selain meminta perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, di dalam hati ia berdoa semoga diberikan pertolongan dan perlindungan dari segala macam bahaya.Ini adalah saat-saat yang sulit dan menegangkan bagi Togar, jika terjadi sesuatu yang buruk kepada dirinya, ia masih belum siap untuk berpisah dengan keluarga kecilnya."Kalau kalian mau ambil handphone-ku itu, ambillah; tapi lepaskan aku," ucap Togar lirih.